Bukan menakut-takuti, tapi memang sepertinya bisa menjadi kenyataan. Masalahnya apakah kita siap ? Pandemi penyakit menjadi krisis ekonomi.
Yang jelas, efek dari Corona tidak akan sirna dengan cepat. Melihat pola yang terjadi di China, meskipun sudah melewati masa puncak wabah Corona, sekarang bersiap dengan siklus kedua yang ternyata tidak diduga juga. Selama belum ditemukan vaksin untuk virus Corona ini, maka tentu akan sulit untuk kembali ke posisi semula.
Sekarang apa yang harus kita lakukan ?
Melihat dari sisi dunia Teknologi Informasi, ada beberapa hal menarik yang bisa diamati dan dipersiapkan dari sekarang.
Pertama, percepatan literasi digital, percepatan transformasi digital terjadi dalam waktu singkat. Dulu sulit sekali menjual solusi video conference, sekarang dalam waktu cepat, semua pakai video conference. Dulu sulit mengajak siswa belajar menggunakan Google Classroom, sekarang semua pakai itu, dengan terpaksa. Semua ini ada hasilnya, percepatan transformasi digital. Banyak perusahaan mempersiapkan diri memasuki masa wabah dengan memperbaiki semua infrastruktur jaringan, aplikasi dan menyesuaikan SOP perusahaan mereka. Dan ini masih berjalan di bulan pertama wabah melanda Indonesia. Adopsi digital ini kita akan lihat semakin nyata di bulan-bulan berikutnya. Dan semua akan semakin mengandalkan teknologi digital dalam kegiatan hidup dan bisnisnya.
Kasus wabah yang bisa berlarut-larut sepanjang 2020 ini akan membuat banyak hal berubah juga. IDC membahas ini dengan membandingkannya dengan kasus SARS di 2003 terhadap COVID-19 di 2020.
Bagi kita saja sangat terasa. Pada saat wabah melanda China, kita kelabakan, tidak ada barang baku, tidak ada barang yang biasa kita temukan, karena semua pabriknya tutup. Dampaknya dirasakan di industri akomodasi, transportasi , katering, penjualan besar dan retail, jasa serta pabrikan.
Ada 3 skenario yang diprediksi IDC yaitu:
Saya kok rasanya melihat kita saat ini cenderung ke Pessimistic scenario. Dengan memperhatikan penyebaran virus yang semakin global, memukul USA, Inggris dan Eropa. Tidak terkecuali kita saat ini. Dan kemungkinan terburuk hanya bisa bergerak ekonomi di Q4 2020 saja.
Dampak dari skenario ini adalah berapa besar pembelanjaan di sektor IT, IDC memprediksi ini sesuai dengan kriterianya. APeJC adalah Asia Pasific excluding Japan and China.
Indonesia ada di asumsi APeJC di atas. Nah yang repotnya lagi, saat ini sebagian besar produk IT Indonesia berasal dari China, sehingga kita harus bisa melihat potensi dampaknya China Devices Market.
Maka kalau dilihat by produk adalah sebagai berikut.
Belajar dari kasus China lagi, data ini dipertanyaan ke market disana, terkait dampak Covid-19 terhadap bisnis mereka.
Tapi ada yang menarik, dari tiap krisis pasti ada peluang. Dampak bisnis positif dari wabah Covid-19 ini .
Maka diantaranya, platform kolaborasi, cloud, AI menempati 3 urutan teratas.
Dan banyak perusahaan bisa belajar, mempersiapkan diri dan mengimplementasi beberapa hal akibat dari wabah ini.
Inilah juga peluang untuk pemain IT Indonesia. Melihat dari beberapa hal diatas, karena hampir dapat dipastikan polanya sama. Sekarang ini mulai banyak perusahaan membahas dengan serius bagaimana mereka mengimplementasikan sistem kolaborasi, membangun digital culture, mengekloprasi model bisnis baru. Tujuan ini untuk efisiensi dan mengurangi biaya terutama dampak wabah ini.
Sistem kolaborasi perusahaan sekarang ini menjadi sangat penting. Dan banyak sistem yang telah ada sekarang harus bisa diintegrasikan dengan sistem ini. Dan yang menarik, sekarang sistem ini 'harus' menggunakan cloud. Sehingga layanan cloud, terutama cloud lokal juga seharusnya bisa berkembang.
Kemudahan sistem kolaborasi ini ditantang di awal wabah ini dengan implementasi berbagai software dan hardware untuk mendukung karyawan bekerja secara remote (work from home). Di bidang pendidikan juga lompatan luar biasa terjadi . Anak-anak kita harus belajar secara mandiri, dengan menggunakan komputer, laptop , smartphone dan tablet. Ini luar biasa. Dan mereka harus mengakses berbagai sistem pendidikan belajar mandiri. Di Indonesia , Google Classroom, Moodle menguasai pasar ini. Dan ini cenderung gratis bisa digunakan baik oleh sekolah dan siswa. Maka market tablet dan laptop akan bergerak menaik kembali. Kemudahan akses Internet di rumah juga menjadi keharusan. Maka perangkat modem, router, akses point akan kembali diburu. Untungnya biaya data yang semakin bersahabat bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama selama masa wabah terjadi.
Yang harus memutar otak luar biasa adalah dunia retail. Sekarang ini toko-toko menjadi offline, dan harus memikirkan menjual barang retailnya secara online. Maka jangan heran sekarang semua marketplace mulai jualan sembako dan beragam barang supermarket, bahkan sayuran segar. Dan ini sudah dimulai lama tapi semakin meledak sekarang. Karena mereka tidak bisa membeli ke supermarket, tapi bisa belanja itu dengan mudah di online. Semoga segera ada muncul pemain VR / AR yang fokus menggarap market retail. Sehingga mereka bisa melihat produk yang akan dibeli dengan mudah. Juga kemampuan robotik semakin ditantang, karena selama masa wabah, orang akan cenderung melakukan pembelian take-out dan drive-through.
Lalu bagaimana dengan dunia resto kita. Mungkin tekanan ini akan terasa selama masa wabah. Tapi selalu ada jalan. Pemesanan online adalah solusinya. Apapun jualan restonya, baik besar atau kecil sekalipun, pastikan itu semua bisa dipesan melalui platform antar jemput makanan yang semakin marak. Pemain kuncinya sudah ada, tapi akan selalu ada peluang untuk pemain startup baru, tentu dengan diferensiasi.
Pusing juga dirasakan di dunia hospitality, terutama hotel yang drop saat ini karena tidak ada yang mau menginap di hotel dalam masa wabah. Juga transportasi udara dan darat yang terkena imbas. Perlu tiga sampai enam bulan lagi untuk pulih, mau tidak mau, agak mati suri industri ini sementara waktu. Semakin marak penggunaan online video conference menggantikan rapat-rapat koordinasi, yang semula menghabiskan banyak biaya transportasi dan hotel. Tidak hanya di swasta, bahkan pemerintah pun mulai menerapkannya. Mau tidak mau.
Karena semakin banyak yang menerapkan dan bahkan menerima pola work from home, maka berbagai bentuk produktifitas akan berubah dan menyesuaikan. Karyawan akan menggunakan absensi online, mereka bisa bekerja di rumah (dan di mana saja). Sistem aplikasi perusahaan harus mudah diakses dari manapun. Maka koneksi dan keamanan akses akan dipertimbangkan luar biasa. Keamanan minimal menggunakan SSL dan VPN akan meningkat. Karena WFH akan menjadi hal utama.
Masyarakat kita akan semakin terbiasa menggunakan pembayaran non tunai. Sekarang saja hampir jarang kita bertransaksi dengan uang cash, semua diganti uang virtual dalam smartphone kita. Maka infrastruktur, kemudahan dan kemampuan akses serta integrasi uang non-tunai ke berbagai sistem harus dipikirkan, dan menjadi peluang.
Sebagian waktu kita tadinya dihabiskan untuk mobilisasi dengan kendaraan, sekarang ini tidak. Maka banyak waktu tersisa yang bisa digunakan untuk mengakses musik, film dan tampilan secara online. Maka industri terkait ini akan kembali bangkit dengan cepat. Sekarang ini saja, saya sudah beberapa bulan menikmati menggunakan Youtube Music, yang murah dan kualitas suaranya bagus sekali.
Sosial media akan menjadi raja iklan. Kita akan menggunakan berbagai sosial media, maka kemampuan orang untuk membuat grafik, menggunakan sosial media dan berbagai hal terkait sosial media akan meningkat. Orang akan melupakan televisi dan radio dan sangat fokus ke sosial media.
Inilah berbagai peluang yang sementara saya bisa simpulkan di hari ke 7 masa WFH yang dijalani di akhir Maret 2020. Semoga kita bisa mengambil banyak hal untuk bisnis kita semua.