Translate

Sunday, September 17, 2017

PESAN PAK HANIF DHAKIRI di IHRS 2017 (12 Sep 2017)

PESAN PAK HANIF DHAKIRI di IHRS 2017 (12 Sep 2017)

Berbagai macam soal tenaga kerja di Indonesia:

I. ANGKATAN KERJA BARU
Di Indonesia setiap tahun selalu ada angkatan kerja baru. Ada beberapa problem yang mengikutinya:
1. Mismatch 37% -
2. Oversupply - jumlah tenaga kerja tidak seiring pertumbuhan industri.
3. Under kualifikasi - misal: sarjana komputer tdk mengerti komputer.

Perguruan Tinggi di Indonesia ada sekitar 4000an. Bila dibandingkan dengan Cina, jumlah penduduk Indonesia hanyalah 1/5 dari jumlah penduduk di Cina namun jumlah perguruan tingginya 2 kali lipat dari Cina.
Lulusan perguruan tinggi tdk bisa langsung masuk dunia kerja karena sistem pendidikan kita belum berorientasi pada demand driven. Oleh karena itu perlu intervensi dari:
1. Pemerintah ---> sertifikasi profesi
2. Dunia Usaha ---> orientasi profesi

Di perguruan tinggi ada career centre tapi hanya berfungsi sebatas memberikan informasi. Ketika terjadi _skill mismatch_ tidak bisa diatasi.
Untuk itu diperlukan Vocational Training, ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu: Akses dan Mutu. Ada berbagai macam training provider
1. Pemerintah --> BLK
2. Training Centre Perusahaan --> pak Hanif berharap agar bisa diberikan kuota juga utk publik.
3. LPK Swasta
4. Sistem pemagangan berbasis jabatan --> outputnya adalah sertifikasi kompetensi.

II. WORKING POOR
Yaitu mereka yang bekerja namun pendapatannya dibawah garis kemiskinan.

III. PEKERJA TER-PHK
Karena perkembangan teknologi memaksa industri merestrukturisasi proses bisnisnya. It will kill old jobs but creates new ones. Untuk job yang baru ini maka kita perlu skill baru.

Untuk 2 kelompok terakhir ini juga merupakan kelompok yang vulnerable. Mereka juga perlu akses vocational training. Kepada mereka bisa dilakukan:
Re-training dgn tujuan utk: upskilling dan reskilling. Akses dan mutu vocational training masih jadi tantangan saat ini.
Bila sarana pelatihan sudah dpt diakses dengan mutu baik maka persoalan selanjutnya adalah: siapa yang akan membiayai pelatihan tersebut?
- Subsidi pemerintah
- Dana cadangan pesangon (unemployment benefits)

Ada 3 hal yang menjadi kelemahan tenaga kerja Indonesia untuk go global:
1. Bahasa Inggris
2. Komputer
3. Leadership
Oleh karenanya kita harus mencari benchmark. Kenapa TKI kita kelihatannya banyak masalah. Karena lebih banyak memikirkan risknya daripada fokus di pengembangan individu. Seharusnya kita bisa melihat migrasi sebagai bagian dari managing opportunities.
Perkembangan teknologi saat ini mengancam 40% pekerja formal yang di masa depan pekerjaannya sudah bisa di otomatisasi. Ini mau diapain? Di Singapore saat ini sudah ada jabatan baru namanya Robot Coordinator.Ketika Pak Hanif menghadiri pertemuan Menaker di Asean, isu yang dibahas adalah mengenai K3 --> intinya teknologi. Perubahan2 karakter pekerjaan harus diperhatikan. Manpower planningnya seperti apa? Dalam 5-10 tahun ke depan jabatan2 apa yang akan hilang atau yang akan tumbuh.

Be adaptable to change in this digital era!