Saya menyebut PEMAIN adalah untuk para aktifis gereja, yang dengan setia aktif dan melayani dalam berbagai kegiatan di gereja. Dan ini memang sangat menarik untuk beberapa orang.
Saya sendiri aktif di berbagai kegiatan gereja sejak masih usia SMP. Saya ingat dengan memulai bergabung ke dalam pelayan Sound System di gereja. Berbagai kegiatan gereja harus kami support, mulai dari sound system, lighting hingga multimedia. Pelayanan ini berangsur berhenti pada saat saya mulai melayani menjadi Penatua.
Tidak kalah serunya dengan pelayanan sound system adalah menjadi guru sekolah minggu. Benar-benar mental saya dibentuk. Jiwa rendah hati dibentuk, dan ini semua tidak mudah. Pelayanan ini juga sangat mengasyikkan. Di pelayanan ini jugalah, saya bertemu dengan tambatan hati saya.
Menjadi penatua juga saya kategorikan sebagai PEMAIN. Kita harus menyiapkan berbagai kegiatan, menjadi panitia, memimpin doa dan ibadah, hingga berbagai kegiatan di luar gereja, karena kebetulan saya diminta melayani hingga Klasis, dimana saat itu ada hingga 14 gereja bernaung di bawah klasis yang saya layani. Jadilah sabtu minggu dipenuhi dengan berbagai kegiatan dan harus hadir dimana-mana melayani.
Pada saat tahun 2012, saya memutuskan untuk tidak melanjutkan pelayanan, dan beralih menjadi PENONTON. Memang tidak dengan serta merta semuanya berhenti. Pelayanan sebagai liturgos dan berbagai pokja di klasis dan sinode masih tetap saya ikuti, hingga yang terakhir di 2016 ini. Tapi tetap saja, semua berbeda. Tidak lagi aktif secara mingguan, tidak banyak kegiatan di hari sabtu minggu, dan cenderung mengambil bagian menjadi umat dalam ibadah.
Menjadi PENONTON mungkin ada kenikmatan sendiri. Saya tidak lagi lari kesana kesini untuk sibuk melayani. Saya tidak melulu tampil di depan, bahkan berdiri di mimbar. Saya tidak ikut memeras otak memikirkan berbagai persiapan. Tapi semua bisa dinikmati sebagai PENONTON.
Tapi di akhir 2016 ini, saya mulai membandingkan. Menjadi PENONTON dan PEMAIN mungkin ada kenikmatannya sendiri. Tapi menurut saya, saya cenderung menjadi PEMAIN. Saya ingin merasakan kembali kesibukan dan kerumitannya. Menjadi PEMAIN ternyata memang lebih mengasyikkan. Dan saya sedang menunggu undangan dari PELATIH untuk bisa bermain lagi. Saya anggap mungkin selama ini, saya kemungkinan bukan duduk di bangku PENONTON, tapi bisa saja ternyata saya duduk di bangku pemain cadangan, yang memang tetap bisa menonton, tapi ingin tetap bermain.
Mari jadi PEMAIN dibandingkan jadi PENONTON.