Bektim butuh Kepemimpinan ?
fankychristian@gmail.com
fankychristian@gmail.com
Sudah seminggu ini, saya bolak-balik sebuah buku karya Pak Eka, dan memang buku ini membuat saya penasaran untuk menuliskannya ulang dengan pemahaman saya, khususnya untuk gereja kita ini.Judul buku itu adalah Kepemimpinan dalam perspektif Alkitab, terbitan Kairos, tahun 2005. Latar belakang kenapa buku ini yang saya pilih, adalah karena kerinduan gereja kita dapat bertumbuh lebih baik, dan menyediakan lingkungan yang baik untuk bertumbuhnya seorang pemimpin Kristen.
Usia gereja kita yang telah melebihi 50 tahun ini, ternyata masih saja menyisakan PR besar yang senantiasa digeluti oleh pengurus gereja, yaitu bagaimana mempersiapkan seorang pemimpin yang dapat berperan aktif dalam gereja. Dan pertanyaan-pertanyaan dibawah ini kembali saya ketikkan kembali untuk menjadi perenungan kita bersama..
Apakah kita seorang Penggubah atau Pengubah ?
Dalam diri seorang pemimpin, terdapat karakter pengendali, pendorong, penggerak dan pengubah. Seorang pemimpin, tidak hanya meratapi keadaan, mempertanyakan ini dan itu, sibuk dengan keamanan, kenyamanan dan kepentingannya sendiri. Seorang pemimpin dalam gereja tidak hanya berlindung di balik Tata Gereja, peraturan dan dalih ini itu untuk membuat segalanya nyaman, lebih dari itu, seorang pemimpin siap menerima, mempelajari dan bersedia, terbuka untuk hal-hal baru. Tetapi tetap, seorang pemimpin harus memikirkan kesinambungan di samping perubahan, ada diskontinuitas selain kontinuitas, dan ini perpaduan dinamis antara kesinambungan, peningkatan, koreksi dan pembaruan akan merupakan hal yang diharapkan. Oleh karena itu, pemimpin perlu menjadi seorang penggubah menawarkan konsep pemikiran, pemahaman baik yang baru, tetapi juga siap menjadi pengubah yang melakukan aksi, memimpin di depan dalam melakukan perubahan. Oleh karena itu, kita akan melihat orang yang secara spontan menawarkan hal-hal baru, ide pelayanan baru, sikap dan komitmen yang baru, di lain pihak kita juga melihat ada yang siap melakukan apa yang ditawarkan. Dan gereja memiliki tugas membentuk pribadi yang tanggap, cepat berespon, kreatif, berani mengemukakan pendapat. Juga pribadi yang ringan tangan, cekatan, tidak perlu basa-basi dalam bekerja dan bersukacita melakukan pekerjaan Tuhan.
Pemimpin = Pelayan.
Menemukan seorang pemimpin mungkin tidak mudah. Banyak pribadi yang kita kenal dalam kehidupan berjemaat seolah kelihatan menonjol, bersuara keras dan lantang, sering kelihatan mondar-mandir ke gereja. Tapi, apakah pribadi tersebut bersikap seperti pelayan ? Bersahaja, rendah hati, senantiasa bersukacita, dan siap membantu dan mengarahkan. Gereja berkewajiban membentuk pribadi ini. Pribadi yang selalu ingat dan sadar, akan pekerjaan Tuhan yang dibebankan kepadanya, dan melakukan dengan rendah hati, seorang pemimpin haruslah menjalankan kepemimpinannya dengan syukur, hormat dan khidmat.
Motivasi lagi ?
Dalam satu kesempatan pelatihan Bina Kepemimpinan, sebelum mulai, sang pembicara berbisik kepada saya, kenapa selalu motivasi, motivasi lagi ? . Dalam hati kecil saya, lha khan baru ketemu dengan kami dan memang selalu motivasi yang dibicarakan. Dan juga saya ingat, dalam persiapan acara retret, selalu masalah motivasi yang mencuat pertamakali. Apa tidak ada agenda lain? Tanya saya waktu itu. Kualitas kepemimpinan, sangat ditentukan oleh MOTIVASI. Hanya motivasi yang baik yang bisa melahirkan pemimpin yang baik, seperti cuma benih yang baik, yang dapat menghasilkan tanaman yang baik pula. Wah, apakah gereja selama ini, dengan beragam pembinaan (baca: pembibitan) yang ada telah berhasil menumbuhkan MOTIVASI yang BAIK ? Apakah bibit itu bertumbuh ? Dengan agenda pembinaan yang banyak, yang melulu bicara soal motivasi, lalu kenapa masih ada yang menolak menjadi pemimpin ? Apakah karena tidak bisa menentukan motivasi yang baik, yang digunakan untuk memimpin ? Jadi kenapa harus meributkan masalah banyaknya vokal group dan paduan suara yang ada ? Dan mengapa harus mempertanyakan kesediaan seorang menjadi GSM ? Tidak lain dan tidak bukan, adalah agar dipahami bahwa mereka melakukannya karena motivasi yang baik.
Sukses atau Skandal ?
Ini mungkin bagian yang paling menarik buat saya. Terlibat dalam kegiatan gereja dapat menyebabkan terjebak dalam rutinisme, formalisme dan verbalisme. Rutinisme karena semuanya seolah sudah diatur, sudah terjadwal, dan sulit fleksibel. Formalisme karena semuanya harus dibawa ke rapat, masalah kecil jadi besar dan rumit, masalah kritis jadi terkikis. Dan verbalisme, diomongin saja terus, tapi tidak ada yang gerak. Perlu beli ini, penting sekali, tetapi kaki dan tangan rasanya berat melakukannya. Jadi seharusnya sukses, eh, malah jadi skandal. Tanya kenapa?
Sukseskah ?
Setiap kali pelaksanaan program kerja, kita selalu bertanya, bagaimana sukses? Sukses menjadi kata yang akrab dengan telinga kita, dan seolah inilah tujuan akhirnya. Padahal, dibalik suksesnya acara Natal, kita bertanya apakah berkat Natal dirasakan oleh umat ? Dibalik suksesnya acara Paskah, seharusnya kita bertanya Apakah jemaat bertambah yakin dan percaya Yesus bangkit ? Dibalik suksesnya acara Pekan Doa Pentakosta, seharusnya kita bertanya Apakah mereka masih berdoa sekarang? Jadi, seorang pemimpin, jangan puas sampai di suksesnya suatu kegiatan, tetapi cobalah berkonsentrasi agar sukses itu dapat dipertahankan. Sukses bukanlah titik tujuan, melainkan titik kritis. Jubelium dikatakan sukses, tetapi betapa payah kita menjaga hasil dan tindaklanjutnya. Jadi lihatlah hasilnya, tindak lanjutnya, kembali yang berkesinambungan.
Nothing for free !
Semua ada harganya. Ada harga yang harus dibayar. Rapat setiap hari di gereja, pas pulang, dicemberutin istri. Sibuk mondar-mandir di gereja, saudara malah mencibir. Makin sibuk dan konsentrasi di gereja, tawaran korupsi malah makin menggila. Semua ada harganya, mana ada yang gratis.. Ini filosofi metropolitan, akrab dalam kehidupan kita, dan ini juga yang senantiasa dihadapi seorang pemimpin. Sulit memang, tetapi sang pemimpin memang harus memilih, hitam atau putih.
Kuatkan imanku..
Kalau melihat tingkahnya, rasanya saya ingin mengelus dada. Dengar ceritanya, jengkel setengah mati, dan tak sadar, mulut berucap, gosip beredar. Sering khan dengar yang aneh-aneh di gereja? Salah satu tulisan di Internet membuat saya kesal karena katanya Injil (baca: Alkitab) adalah kitab yang paling banyak memuat tentang pornografi. Terusik ? Jelas, rasio menolak, tetapi imanlah yang menyejukkan dan membawakan mereka, para penulis itu, masuk dalam pokok doa malam itu. Dan biarlah Tuhan sendiri yang menguatkan imanku..
Bersambung..