Dari acara semalam, sarasehan pemikiran Pak Eka (alm), khususnya mengenai pluralisme dan gereja, ada beberapa hal yang memang, dan mungkin baru saya dengar di sana.
Yang pertama, adalah kita sebenarnya tahu dengan pasti, betapa majemuknya bangsa dan negara Indonesia ini. Dan memang batas-batas etnis dll, sudah tidak jelas, atau sedikitnya selama ini tidak jelas. Mungkin baru beberapa tahun ini, orang mulai memilah-milah, berdasarkan suku, berdasarkan agama, berdasarkan minat tertentu, dll. Pokoknya community based.
Yang kedua, adalah isu kesetaraan, kesejajaran, persamaan hak dan kewajiban, hingga persamaan wujud di hadapan yang maha kuasa. Ini yang mungkin sudah mulai rame. Ribut pada saat, bahwa karena semua orang sama di hadapan orang lain, maka sudah seharusnya dan selayaknya semua orang mendapatkan hak dan kebebasan yang sama. Tidak ada batasnya, tiap orang, selama tidak mengganggu hak asasi atau hak orang lain, maka kebebasan, kesetaraan itu ada.
Yang ketiga, ini yang rada ruwet. Apabila keduanya di atas digabungkan dalam koridor agama. Tiap agama sama (bingung 1), tiap orang yang memeluk agama dan keyakinan adalah sama dihadapan Pencipta - dan sesama manusia (bingung 2), dan kita tidak boleh memaksakan agama dan keyakinan kita kepada orang lain, meskipun kita percaya dengan sangat amat pasti, bahwa agama dan kepercayaan kitalah yang terbaik, yang tepat (bingung 3).
suatu ketika muncul pertanyaan dari seorang ibu, mengenai , apakah di ijinkan anaknya berpacaran dengan yang lain agama, karena toch semuanya sama di hadapan sang Pencipta.
lalu, dalam konteks Kristen, dimana Kristocentris berlaku, jalan keselamatan hanya ada pada Yesus Kristus, artinya semua agama sama, dan ini bertolak belakang.
ok, saya pikir, dua itu dulu, sementara saya mencari tahu jawabnya dalam beberapa buku yang saya beli hari ini.
trus, yang terakhir, kita peduli gak sich dengan semua itu ?
let see later ya.