Translate

Sunday, April 28, 2024

Belajar Dari Larangan Penggunaan Teknologi USA di China

 China baru saja mengambil langkah berani untuk melarang pengunaan produk USA. Bila kita melihat hal ini, USA akan mengalami kerugian hingga 74 milyar USD. 



Produk WINTEL akan terkena dampaknya. Sistem operasi Windows dan Intel, termasuk AMD juga akan terkena dampaknya. 

Melihat hal ini kita jadi bertanya, bagaimana dengan Indonesia?

Pertama, kemandirian dimulai dengan TKDN.

Pemerintah kita telah melihat hal ini beberapa tahun lalu. Derasnya arus impor membuat Indonesia sangat bergantung kepada negara luar, termasuk produk IT. Itulah sebabnya mulai ditetapkannya TKDN mulai dari 30%  dan meningkat dari tahun ke tahun. 

Dengan kebijakan ini, kita telah melihat, banyak pabrikan mulai dibangun di Indonesia. Dan ini disambut baik, selain Indonesia memiliki pasar besar, terutama di ASEAN. 

Tidak hanya pabrikan, tapi juga muncul kembali merek atau brand lokal. Karena brand lokal tentu ada kendala diterima oleh masyarakat Indonesia yang sangat sensitif terhadap brand. 

Namun dalam perjalanannya, sekarang semakin terbangun kekuatan brand lokal, dan kami di APTIKNAS juga mendukung ini dengan program Bangga Buatan Indonesia.

Pemerintah juga mempertegas komitmen nya dengan memberlakukan TKDN menjadi komponen penting dalam pengadaan barang dan jasa. Tentu ini juga harus didukung.

Kedua, keamanan negara menjadi fokus utama.

Dari pengalaman beberapa perang terakhir, pola persaingan perang antar negara menjadi berbeda. Perang siber menjadi salah satu nya. Maka banyak negara mulai bicara dimana data disimpan. Data harus disimpan di negaranya (data sovereign}.

Setelah data, sekarang kita bicara perangkat. Itulah sebabnya kami pernah mengusulkan perlunya perangkat dilakukan white-list, setelah dicek apakah perangkat ini diam-diam mengirimkan data ke negara lain atau tidak. Ini belum disambut pemerintah oleh karena kompleksitasnya. 

Tapi kami tidak tinggal diam. Kita terus berupaya agar sebagian besar perangkat dipabrikasi di Indonesia dan sekaligus softwarenya juga dibuat di Indonesia, sehingga potensi mereka menanamkan bot yang secara regular mengirimkan data ke luar negeri bisa diatasi.

Sekarang ini belum bisa terlaksana, tapi saya yakin, tidak lama lagi kita akan memiliki konsentrasi ini. Karena software juga sekarang sudah mulai di monitor oleh pemerintah, mulai dari sumber negara hingga TKDN software yang akan diterapkan.

Jadi tidak heran, melihat langkah radikal China yang mengganti semua O/S Windows di lingkungan pemerintah dengan sistem operasi lokalnya. 

Kemungkinan besar akan ada negara lain yang bisa mengikuti langkah ini. Semua karena ini menjaga keamanan bangsa dan negaranya.

Saya jadi kembali ingat gerakan IGOS (Indonesia Goes Open Source) yang mengupayakan kemandirian Operating System dan aplikasi office beberapa tahun lalu. Semoga upaya ini bisa muncul kembali menguatkan TI Indonesia.

 Apakah Indonesia bisa?

Untuk membuat perangkat, tidak hanya perlu teknologi. Tapi juga transfer knowledge yang tepat. Pasar Indonesia yang besar bisa saja menjadi faktor menarik bagi pabrikan global untuk membuk pabriknya di Indonesia. 


Contoh, seperti produk ACER dan AXIOO. ACER adalah global brand, yang memiliki pabrikan lokal guna mencapai nilai TKDN, dan AXIOO adalah brand lokal yang memiliki pabrik. Keduanya mengejar nilai TKDN karena ada potensi market  terutama di pengadaan pemerintah.  Sekarang tidak hanya perangkat laptop, server, tapi semakin banyak produk lokal yang semakin kuat dan diterima dengan baik oleh masyarakat.

Bagaimana dengan software? Operating System seperti Linux dapat dibuat varian lokalnya. Sekarang hampir sebagian besar kita bekerja dengan browser. Sehingga O/S hanya sebagai media masuk dan membuka browser. Maka tidak perlu sistem operasi mahal berbayar, cukup gunakan Linux yang memiliki keamanan tinggi. Disinilah dulu proyek IGOS dimulai, menyediakan operating system yang aman. 

Berikutnya aplikasi perkantoran, atau office. Ini juga banyak versi open sourcenya, yang bisa kita cek dan oprek, seperti Open Office atau Libre Office. Dari aplikasi open source ini bisa dibuat versi berbeda, atau disebut fork. Yang harus dipersiapkan adala modelnya harus bisa dipasang lokal dan cloud. Ini menjadi keharusan sekarang. Coba lihat betapa suksesnya WPS Office dibandingkan Office 365 , sekarang ini semua gunakan versi gratisnya WPS Office karena ada di smartphone dan laptop dengan mudah.

Justru yang menjadi konsentrasi sekarang adalah kemandirian browser. Kita harus punya browser yang aman digunakan dan tidak menyimpan dan mengirimkan data akses kita ke negara lain. Semoga Indonesia bisa memiliki browser aman mandiri.

Semua ini semakin membuat kita tersadarkan, betapa pentingnya kita memiliki kemandirian atas teknologi TI yang kita gunakan. 

Semangat IT Indonesia.