Translate

Saturday, January 27, 2024

Namanya Tijn

*Namanya Tijn.*

(Copas)
Perkenalkan, nama nya *Tijn Kolsteren*, seorang anak umur 5 tahun asal Belanda.

Pada tahun 2016 lalu, dia dibawa ke Rumah Sakit karena merasa tidak enak badan dan mual. Suhu badannya naik mencapai 41 derajat.
Setelah dirujuk Rumah Sakit, Tijn divonis menderita kanker ganas di otaknya. Dokter mengatakan bahwa kemo bisa dilakukan untuk memperpanjang usianya 1 atau 2 tahun.

Orang tua Tijn tentu saja merasa sedih. Namun, Tjin sendiri tetap saja cerah ceria.

Pada saat kemo yang pertama di RS, Tijn bertanya kepada dokter, "_Apakah banyak anak yang menderita seperti saya dok?_"
"Iya... " kata dokter. Di seluruh dunia ada saja anak-anak kecil yg menderita seperti dia, tetapi tidak semua anak bisa ke dokter.

Tijn kecil pun kebingungan, tanda tanya muncul di benaknya kenapa bisa begitu.

Dokter menjelaskan, bahwa tidak setiap anak mempunyai orang tua yang mampu. Di negara-negara miskin banyak dari mereka yamg menderita menunggu kematiannya.

Setiba di rumah, Tijn bilang kepada orangtunya: "Papa, saya harus bekerja mencari uang untuk membantu anak-anak yang sakit kanker otak."

Papa Tijn tertawa terharu dan tidak menggubris ucapannya.

Besoknya, Tijn ke sekolah ijin kepada ibunya ke sekolah dengan membawa kuteks (cat kuku).
Di kelas dia berusaha mencari dana dengan cara mengecat ke-10 jari teman-temannya dengan upah €1 atau sekitar Rp15.000

Hasilnya dimasukan ke kotak roti yang besar. Semua dananya akan disumbangkan untuk anak-anak yang tidak mampu yang menderita kanker otak.

Ternyata teman-temannya menyukai aksi ini. Besoknya, murid-murid kelas lain pun minta dicat kuku-kuku jari tangan mereka.

Singkat cerita, usahanya mengumpulkan dana makin populer. Orang tua Tijn menjadi terharu.

Suatu hari, orang tua Tijn membuatkan rumah kaca di depan rumahnya (karena semakin banyak yang datang ke rumah kecil mereka). 
Di rumah kaca ini, sepulang sekolah Tijn melakukan pengecatan kuku dengan kuteks. 
Tetapi jangan lupa.. Tijn baru berusia 5 tahun dan dalam kondisi sakit. 
Para donatur tahu diri.

Beberapa TV terkenal di Belanda mendengar aksi ini dan mendokumentasikannya.

Sejak saat itu, datanglah orang-orang dari 
berbagai kota juga para politisi dan selebritis datang untuk menyumbang uang donasi. 
Misalnya Perdana Menteri Mark Rutted dan DJ Armin van Buuren. 
Banyak yang datang dan bilang: "Cat 1 jari saja ya, Nak. Ini uang € 100." 
Bahkan para selebriti dan pejabat yang datang memberi €1.000 untuk kutek 1 kuku jari mereka.

Paus Francis juga mengirimkan berkat melalui surat yang dikirimkan dari Vatican City setelah ia mendengar kabar tentang prakarsa pengecatan kuku tersebut.

Bulan berganti bulan...

Mulai tahun 2016 sampai bulan Mei 2017, donasi Tijn yang diperkirakan mendapatkan 1 juta Euro ternyata uang yang terkumpul diluar pencapaian, yakni sekitar 9 juta Euro atau sekitar 14 miliar rupiah.

Saat ini, semua uang sudah diserahkan ke Palang Merah Belanda (Het Nederlandse Rode Kruis). 
Hal ini sesuai dengan keinginan Tijn, uang ini semuanya harus diberikan ke anak-anak di seluruh dunia yang menderita kanker otak". 

Pers Belanda memuji keberanian Tjin dan menyebutnya sebagai superhero. Ia pun kemudian dikenal dengan julukan "*Super Tijn.*"

Pada tanggal 8 Juli 2017 di pagi hari, Tijn menghembuskan nafas terakhirnya di rumahnya. 
Tijn hanya mencapai usia 6 tahun tetapi namanya dikenang orang sepanjang masa.

Ucapan-ucapan belasungkawa dan tagar #tijn sempat menjadi puncak trending topic Twitter di Belanda.

Dengan usianya yang singkat Tijn mampu membuat hidupnya berarti.

_Hidup ini bukan seberapa banyak kita dikenal orang, tetapi seberapa banyak orang yang bisa kita bahagiakan._

Para supporter NAC Breda memberikan penghargaan terakhir: *Tijn, you never walk alone.*