PADA SAAT GENERASI "MILLENNIAL" TERPESONA OLEH GENERASI "KOLONIAL"
Selama seminggu ini saya berkabung, saya berduka. Didi Kempot (also known as The Lord of the Broken Heart) meninggalkan kita semua. Selama seminggu saya sibuk menterjemahkan lirik lagu-lagunya ke Bahasa Perancis sambil meresapi makna lagunya.
Yes, saya memang mengidolakan dia. Meskipun saya juga (sangat) menyukai The Queen of Ambyar (Sintya Marisca dengan dance-nya yang santuy itu),
Didi Kempot (nama Kempot berasal dari kelompok pengamen dia berasal, Kelompok Pengamen Trotoar), memang menjadi phenomena baru di negeri ini. Beliau berhasil memikat semua golongan, semua usia (termasuk Millennial), dan bahkan teman-teman saya yang tidak mengerti Bahasa Jawa pun menyukai lagu-lagunya (I still don't understand why). Tetapi mungkin karena Didi menggunakan satu Bahasa universal, Bahasa yang dimengerti semua orang, Bahasa Cinta. Apalagi mereka yang patah hati, hence his royal title as the Lord of The Broken Heart"
Siapa sih yang tidak pernah patah hati?
Bahasa Inggris "courage" (keberanian) berasal dari bahasa Latin "cuer" atau Bahasa Perancis "Coeur" yang artinya "hati" atau "perasaan". Untuk "jatuh hati" anda harus mempunyai courage (keberanian), karena selalu akan ada resiko "patah hati". Dan mereka inilah yang dengan begitu smart-nya digunakan oleh Didi untuk masuk ke dalam "mass-market" yang diciptakannya. Mas Didi begitu smart, dan berhasil masuk ke kalangan Millennial, menjadi idola mereka.
Ini sebuah tamparan keras bagai para marketing professional yang selalu melakukan dikotomi antara millennial dan colonial. Mereka mengganggap brand yang disukai oleh colonial tidak akan disukai oleh millennial. Saat colonial menggunakan FaceBook, millennial lari ke Instagram. Saat colonial dulu nonton CNN, millennial lari ke MTV. Saat colonial suka sesuatu brand, millennial langsung lari ke brand lain.
Seorang marketer pernah menyampaikan ke saya,"Mereka ini adalah rebeillon, mereka akan membuat identity sendiri, dan menolak menggunakan identity yang digunakan orang tua mereka! Ini sebuah bentuk perlawanan psikologis, sebagai rebeillon"
Dan mas Didi yang berhasil memikat colonial sekaligus millennial pun menampar mereka. Konser-konser mas Didi Kempot di mana-mana dibanjiri oleh anak-anak muda, bahkan diundang khusus dari kampus ke kampus, dengan biaya ratusan juta per malam.
Terima kasih mas Didi, sudah mengajari kami, bahwa sebuah icon, sebuah brand dapat menjadi idola dua golongan manusia, the colonial and the millennial.
Pelajaran ini harus kita terapkan pada brand identity yang kita kembangkan. Lets learn from him, agar kita juga mampu mengembangkan market untuk dua target itu, sekaligus.
What can we do?
Kita perhatikan lima hal ini yang kita bisa pelajari dari The Maestro of Campursari ….
a) FOLLOW YOUR PASSION, FOLLOW YOUR HEART, KNOW YOUR STRENGTH
Jangan ikut-ikutan orang lain . Be Yourself. Mas Didi dibesarkan di keluarga pelawak (ayahnya dan kakaknya adalah pelawak terkenal), tetapi dia memilih untuk follow passion dia, dan di situlah kekuatan dia. Mengarang lagu dan menyanyi.
Sama dengan brand identity kita. Begitu besar godaan untuk meniru dan menyerupai competitor kita, bisa yang lebih besar, bisa yang lebih kecil. DON'T DO IT. Be yourself, and use your strength at your advantage.
b) UNDERSTAND YOUR TARGET MARKET, UNDERSTAND YOUR AUDIENCE
The Lord of Brokenheart, mengerti bagaimana memikat millennial. Dengan mengajarkan, bahwa kalau anda patah hati, bukan berarti anda harus murung dan mengurung diri. Menarilah, menyanyilah dan berjogetlah. " Life isn't about waiting for the storm to pass…It's learning to dance in the rain. "
Dia benar-benar mengerti begitu banyak kaum Millennial yang patah hati, baik yang JONES (jomblo ngenes), maupun yang ditinggalkan pacarnya.
Didi plays very well on that field. Tetapi itu semua karena pemahamannya yang dalam pada kaum Millennial.
That's what we need to do, benar-benar mengerti customer kita. Mengerti apa yang pikirkan, apa yang mereka rasakan, apa yang mereka katakana, dan apa yang mereka lakukan. Hanya dengan itu kita dapat mengirimkan pesan tentang brand identity kita yang dapat mereka terima dengan baik,
c) ADOPT YOUR PRODUCTS TO ATTRACT THEM, BE PERSISTENT
Apakah kita pikir Mas Didi sukses dari awal? Off course not. Dua album pertamanya (We Cen Yu dan Modal dengkul) gagal total. Persistence is the key of the success. Dia terus menerus mencoba, menyesuaikan diri dengan selera penggemarnya. Hanya pada album ketiga (Stasiun Balapan) akhirnya dia sukses.
Innovasi tidak ada yang berhasil pada awalnya. You have to through a series of failures before you taste your own success.
Keep innovating, keep trying, adapt and improve again!
d) START SOMEWHERE, BE READY TO GO EVERYWHERE
Telkomsel harus memulai network pertamanya di Batam , sebelum kemudian mengembangkannya ke Jakarta. Didi Kempot harus migrasi ke Suriname, di mana dia sukses di sana, sebelum akhirnya Kembali ke Indonesia dan semakin sukses!
Innovasi anda tidak harus merajai semua region dan semua kota pada awalnya. Think Big, Start Small, Act Now. Seranglah sebuah kota atau sebuah area atau sebuah segment pasar khusus, berjayalah di sana, pelajari, dan gunakan untuk mendominasi market pada skala yang lebih besar.
Start somewhere, be ready to go everywhere.
e) RESPECT YOUR OWN IDENTITY, IMPLEMENT CONSISTENTLY
The King of Ambyar selalu setia pada identity dia sendiri. Tidak pernah terpikir untuk berganti. Semua orang tahu style lagunya, kata-kata yang digunakan, baju yang dipakai di panggung dengan style yang sama. That's a strong brand identity.
Itulah cara membangun sebuah brand, dengan membuat identity yang kuat, diimplementasikan secara konsisten, terus menerus, setiap hari, setiap lagu, setiap konser.
How strong is your brand? How the people remember your brand? What are your unique combination of characters that would differentiate you from others?
Respect your identity, implement consistently!
Jadi ingat ya, pada saat Brand anda ingin menaklukkan hati "millennial", coba lakukan kelima hal ini:
• FOLLOW YOUR PASSION, FOLLOW YOUR HEART, KNOW YOUR STRENGTH
• UNDERSTAND YOUR TARGET MARKET, UNDERSTAND YOUR AUDIENCE
• ADOPT YOUR PRODUCTS TO ATTRACT THEM, BE PERSISTENT
• START SOMEWHERE, BE READY TO GO EVERYWHERE
• RESPECT YOUR OWN IDENTITY, IMPLEMENT CONSISTENTLY
Salam Hangat
Pambudi Sunarsihanto