Translate

Sunday, April 25, 2010

MEMAKAI OTAK AGAR HIDUP LEBIH BAIK bukan MEMAKAI HIDUP AGAR OTAK LEBIH BAIK.

Memakai Otak Agar Hidup Lebih baik BUKAN Memakai Hidup Agar Otak Lebih Baik
By Yemayo Advance Education Center Today at 12:36am


Penulis: Yacinta Senduk Beberapa bulan belakangan ini saya banyak ditanya
oleh orangtua murid dan kenalan saya perihal otak. Terutama, para orangtua,
mereka adalah orangtua yang baik yang tentunya mau memberikan yang terbaik
bagi putra-putri mereka. Ada pernyataan para peneliti yang cukup
menimbulkan reaksi ramai yaitu bahwa selama ini ternyata manusia rata-rata
hanya memakai 5% kapasitas otaknya saja sedangkan orang-orang jenius
memakai kapasitas otak mereka paling maksimum sebanyak 15% saja. Tentu
saja, banyak orang tercengang dan merasa tertantang untuk menguak kapasitas
yang 85% sampai 95% itu. Siapa sih yang tidak mau menjadi pandai? Akhirnya,
bermunculanlah asupan-asupan anak yang mengandung bermacam-macam gizi,
vitamin, mineral, lalu munculah gerakan-gerakan untuk menyeimbangkan otak
kiri-otak kanan dan terakhir yang banyak digandrungi saat ini adalah
mengaktifkan otak tengah yang juga menimbulkan pro dan kontra.

Saya berkecimpung di dunia anak dan remaja selama 5 tahun belakangan ini,
pada awalnya, saya ikut terpengaruh juga dengan konsep perihal
memaksimalkan kapasitas otak, namun setelah banyak mengamati permasalahan
anak dan orangtua, saya merasa bahwa kita tidak bisa hanya terpaku pada
aktivitas-aktivitas untuk meningkatkan kecerdasan otak saja. Saya melihat
banyak orang terpaku dengan usaha untuk memperbaiki kemampuan otak bukan
untuk memperbaiki atau menjalankan hidup lebih baik ataupun lebih gigih
lagi secara positif. Banyak orang lebih menyukai jalan pintas sehingga
kurang menghargai proses dan waktu. Di dalam seminar saya, saya sering
berkata kepada para orangtua, lihatlah bagaimana Tuhan berkarya, Tuhan
menciptakan anak-anak lahir dari bayi dan perlahan-lahan menjadi dewasa.
Tuhan tidak menciptakan anak-anak manusia langsung dewasa berusia 21 tahun.
Dengan demikian, kita perlu bersabar juga dan menjalani proses-proses
pendewasaan pribadi anak dengan tekun, janganlah percaya jalan pintas.

KETIKA RANKING-NYA SUDAH MENINGKAT?

Sebut saja Nora, gadis kecil, murid saya berusia 9 tahun. Orangtuanya
mengeluh bahwa anaknya malas belajar dan nilai-nilai ulangannya buruk.
Kemudian, kami berikan beberapa latihan termasuk beberapa gerakan yang
dimaksudkan untuk menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan. Selama 4 bulan
mengikuti pelatihan, tentunya tidak melulu diberikan gerakan-gerakan tetapi
ada banyak materi kombinasi lainnya, benarlah Nora yang berada di ranking
26 kini mendapat ranking 8 di kelasnya. Tentu saja orangtuanya gembira
bukan kepalang…

Namun 2 bulan berikutnya, Nora terlihat uring-uringan, ia terlihat bingung
dan suka marah-marah sendiri, walaupun nilai-nilainya belum terlalu anjlok
tapi Nora tampak tidak terlalu menghargai waktu dan usaha belajar seperti
sebelumnya. Usut punya usut, Nora sekarang mempunyai masalah dengan
sosialisasi. Setelah ia menduduki ranking 8, Nora pun mulai dikelilingi
dengan teman-teman yang pandai dan perlahan dijauhi oleh teman-temannya
yang tadinya berada di ranking 20-an. Guru-guru pun mulai menyapanya dengan
ramah. Namun kini Nora pun mulai sering bertengkar dengan sahabatnya yang
berada di urutan 20-an tersebut. "Kamu sekarang belajar melulu ya, kok kamu
jahat sih sama aku, sudah tidak mau berteman lagi dengan aku? Aku memang
nggak pinter kayak kamu sekarang, tapi kamu jangan gitu dong." Kata
sahabatnya. Kata-kata sahabat Nora ini menjadikan Nora bingung. Nora senang
mendapat ranking 8 tapi dia belum siap untuk kehilangan sahabatnya yang
tidak memiliki ritme belajar yang baik tersebut.

Seandainya Nora lebih memilih sahabatnya, sahabatnya itu bukanlah teladan
yang baik, setiap hari menonton film kartun sampai berjam-jam, tidak merasa
bersalah jika belum menyelesaikan PR, orangtuanya sering dipanggil oleh
guru karena kelakuan yang kurang positif… Lihatlah Nora, prestasinya sudah
membaik sekarang namun ia berada di persimpangan jalan untuk memutuskan
sesuatu yang sulit untuk hidupnya. Keputusannya itu tidak berhubungan
dengan kecerdasan otaknya, keputusannya itu akan berhubungan dengan
'kemauan'nya untuk bergerak maju dan meninggalkan zona nyaman, termasuk
kemungkinan akan ditinggalkan sahabat yang dikasihinya.

Apakah kita memperhatikan dengan cermat bahwa kebanyakan orang-orang jenius
dunia menjalani hidup dengan sepi karena seringnya pemikiran-pemikiran
mereka kurang dimengerti oleh orang-orang yang berkemampuan rata-rata
sehingga para jenius itu terlihat aneh atau tidak hidup membumi. Relakah
orangtua mengirimkan anak-anak mereka ke dunia yang sepi seperti itu? Saya
kagum dengan orang-orang jenius tapi saya jauh lebih mengagumi orang-orang
yang bisa menjalani hidupnya dengan bahagia dan berhasil. Orang-orang itu
tidak harus ber-IQ tinggi tapi sangat indah bila ia menjadi orang bahagia,
berhasil dan hidupnya berguna bagi banyak orang.

PERIHAL OTAK KANAN

Banyak ulasan-ulasan tentang cara mengaktifkan otak kanan, saya setuju.
Tetapi promosi yang berlebihan itu membuat banyak orang lupa akan arti
penting otak kiri. Tahukah para orangtua, anak-anak yang terlalu dominan
otak kanannya sering kali sulit diberitahu, berkhayal terlalu berlebihan,
perasaannya sering naik-turun (moody)? Daripada mengagungkan salah satu
bagian otak, saya lebih setuju dengan para pakar yang mengulas hal-hal yang
bersifat 'menyeimbangkan' kerja otak. PERIHAL OTAK TENGAH Jika anda
tertarik untuk mendapat ulasan secara medis, anda bisa membaca buku dr.
Arman Yurisaldi S, M.S., SpS (Dokter Spesialis Saraf/Neurologist). Jujur,
saya tidak kenal dengan beliau (ya, bukan tidak mungkin kami akan
berkenalan di masa yang akan datang), tetapi buku beliau telah memberikan
jawaban dari beberapa pertanyaan yang selama ini saya tanyakan. Ketika
orangtua murid bertanya perihal otak tengah, saya tidak segera menjawab,
saya perlu melihat referensi-referensi yang jelas. Namun dari
referensi-referensi yang didapat, tetap saja tidak ada jawaban yang jelas
tentang bahaya-tidaknya konsep ini.

Beberapa fakta yang bisa kita lihat dan pertimbangkan; beberapa negara yang
sudah mengaplikasikan konsep ini antara lain negara yang menganut budaya
'bunuh diri' jika menganggap hidupnya gagal dan juga tingkat korupsinya
tinggi lalu juga ada negara komunis. Kemudian, tidak ada seminar/pelatihan
untuk orang dewasa, orangtua hanya diberikan arahan-arahan saja, bagaimana
kita bisa mengatakan bahwa konsep itu tidak berbahaya? Jika seorang anak
dapat menggambar ataupun dapat mengendarai sepeda dengan ditutup matanya,
hal pertama yang terlintas dalam benak saya bukan tentang kehebatannya
namun justru tentang betapa kita melecehkan sepasang mata yang diberikan
Tuhan pada kita. Melihat dengan mata menjadi suatu kemampuan yang diremehkan.

Coba bayangkan, jika dengan mata tertutup sang anak tahu keberadaan di mana
ayahnya yang sedang berada di tengah keramaian, keberadaan sang ayah
diketahui dengan cara mencium bau-bauan ataupun menangkap
gelombang-gelombang, terpikirkah kita bahwa sebenarnya kita sedang
membangkitkan suatu 'kemampuan' lain? Pendapat saya, kita tidak sedang
membuat anak-anak kita bertambah pandai namun kita berusaha membangkitkan
suatu indra ke-enam. Tahukah orangtua, orang-orang yang mempunyai indra
ke-enam hidupnya sungguh menderita dan banyak dari mereka yang ingin agar
kemampuan tersebut diambil daripadanya? Ada baiknya mata kita bisa tertutup
dan beristirahat atau kita sebut, kita pergi tidur, itu berarti kita
menenangkan otak kita atau seperti baterai kita men-charge tenaga kita.

Namun seandainya kita mampu juga melakukan macam-macam aktivitas saat mata
tertutup, berarti sadar ataupun tidur tidak ada bedanya. Bagaimana kita
bisa beristirahat dengan baik? Memang latihan aktivasinya tidak harus
ditutup mata, ada juga latihan yang tidak ditutup matanya. Tapi, pikirkan
hasilnya? Seorang anak menjadi mampu mendengar dan mencium hal-hal yang
seharusnya dibatasi saja dengan kemampuan mata dan telinga. Jika anak bisa
melihat uang di dalam dompet tertutup, melihat sesuatu di balik dinding
solid… Benarkah itu kemampuan otak? Ingat juga bahwa mahkluk-mahkluk halus
pun mempunyai gelombang-gelombang, bukan tidak mungkin anak-anak kita pun
dapat menangkap gelombang-gelombang supranatural yang mengacaukan kehidupan
anak. Pendapat saya bisa salah, bisa benar, karena ini adalah asumsi.
Asumsi yang kurang positif ini berangkat dari belum adanya kenyataan atau
bukti yang nyata tentang pengaruh jangka panjang terhadap hidup seorang
anak yang rajin berlatih mengaktifkan otak tengahnya.

Yang sangat saya kawatirkan adalah, mengapa sesuatu yang belum terbukti
secara jangka panjang diijinkan langsung diaplikasikan kepada anak-anak
kita? Anak-anak? Kenapa tidak orang dewasa saja? Alasannya hanya untuk
melindungi suatu hak. Namun, jika ternyata mencelakakan anak-anak,
bagaimana? Bukankah orangtua seharusnya melindungi anak-anak mereka?

BERFOKUS PADA BAGAIMANA MENJALANI HIDUP

Marilah kita melatih anak-anak kita untuk menjalani hidup dengan baik,
berani menghadapi dan menyelesaikan masalah, gigih, mau berjuang dan tidak
manja. Orangtua juga perlu menerapkan disiplin dan kasih disertai tawa
canda di rumah dan komunikasi secara terbuka. Perbanyak kalimat-kalimat
tanya yang membuat anak berpikir sehingga mereka akan menggunakan otaknya,
hindari terlalu sering memberikan perintah sehingga anak tidak kreatif
mencari solusi bagi dirinya sendiri jika menghadapi permasalahan... Nah!
Jika anak-anak sudah besar, bahagia dan berhasil, scan-lah otak mereka,
saya yakin kita akan menemukan bahwa otak mereka terpakai jelas secara
seimbang otak kanan-tengah-kirinya... Ketika Einstein menjalankan hidupnya,
saya yakin Einstein tidak meributkan tentang struktur otaknya, tapi
keingin-tahuannya, keinginan hati yang kuat (passion), disertai lingkungan
yang mendorongnya untuk terus membuktikan penemuan-penemuannya, itulah yang
membuat struktur otaknya berkembang secara berbeda.