Saya mendapat email dari temen saya, Lesminingtyas dia bercerita tentang anaknya yang bernama Dika, duduk di kelas 4 di SD itu (2 thn yg lalu) Dika yang duduk di kelas unggulan, tempat penggemblengan anak-anak berprestasi itu, waktu itu justru tercatat sebagai anak yang bermasalah. Prestasinya kian lama kian merosot. Dengan lemah lembut saya tanyakan kepada Dika "Apa yang kamu inginkan ?" Dika hanya menggeleng. Namun sudah sekian lama tak ada kemajuan. Akhirnya kami pun sepakat untuk meminta bantuan seorang psikolog lagi.
Ternyata dita tidak mengalami masalah dengan IQ-nya, namun setelah psikolog memberikan hasil tes tertulis kepribadian menangislah ia.
Ketika Psikolog itu menuliskan pertanyaan "Aku ingin ibuku :...."
Dikapun menjawab : "Membiarkan aku bermain sesuka hatiku, sebentar saja" karena kenyataannya memang waktu Dita habis di sekolah dan kursus di luar sekolah, padahal sang ibu sudah pusing mengaturkan jadwal untuknya namun ternyata permintaannya sangat sederhana “diberi kesempatan untuk bermain sebentar saja”.
Ketika Psikolog mengajukan pertanyaan "Aku ingin ibuku tidak ..."
Maka Dika menjawab "Menganggapku seperti dirinya"
banyak orang tua lainnya seringkali ingin menjadikan anak sebagai foto copy diri kita atau bahkan
beranggapan bahwa anak adalah orang dewasa dalam bentuk sachet kecil.
Ketika Psikolog itu menuliskan "Aku ingin ibuku berbicara tentang ....."
Dikapun menjawab "Berbicara tentang hal-hal yang penting saja".
Menanyakan pelajaran dan PR yang diberikan gurunya merupakan hal penting untuk orang tua ketahui, namun hal tersebut bukanlah sesuatu yang penting untuk anak.
Ketika Psikolog menyodorkan tulisan "Aku ingin ibuku setiap hari........"
Dika berpikir sejenak, kemudian mencoretkan penanya dengan lancar " Aku ingin ibuku mencium dan memelukku erat-erat seperti ia mencium dan memeluk adikku".
Adakalanya orang tua berpikir sang anak yang hampir setinggi anak remaja tidak pantas lagi dipeluk-peluk, apalagi dicium-cium. Ternyata salah, pelukan hangat dan ciuman sayang seorang ibu tetap dibutuhkan supaya hari-harinya terasa lebih indah.
Ternyata dalam diamnya anak, dalam senyum anak yang polos dan dalam tingkah polah anak yang membuat orang tua kadang-kadang bangga dan juga kadang-kadang jengkel, ternyata ada banyak Pesan Yang Tak Terucapkan.
Anak-anak memang harus diajarkan untuk menghormati orang tuanya, tetapi para orang tua juga tidak boleh membangkitkan amarah di dalam hati anak-anaknya.
Untuk menyambut Peringatan Hari Anak Nasional Tanggal 23 Juli 2004, yuk kita mengingat-ingat lagi apa yang sudah kita lakukan pada anak-anak kita dan berpikir kembali apa yang harus kita lakukan untuk memperbaikinya. Tidak ada manusia yang sempurna, demikian juga kita orang tua tidak selalu “BENAR”. Setiap orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya, namun tidak semua yang kita lakukan membuat anak bahagia.
Menyambut Peringatan Hari Anak Nasional 23 Juli 2004