Translate

Wednesday, January 29, 2025

Korupsi pun Menjadi Normal

*Korupsi pun Menjadi Normal*
Albertus M. Patty 

Korupsi di Indonesia telah memasuki tahap yang disebut Erich Fromm dalam bukunya *"The Anatomy of Human Destructiveness"* sebagai destructive normality. Korupsi tidak lagi dilihat sebagai kejahatan besar, melainkan sebagai bagian dari kebiasaan yang wajar dan diterima.

Hampir semua aktifitas yang berkaitan dengan birokrat dan aparat membuka peluang terjadinya korupsi. Membangun kembali nilai-nilai moralitas yang telah runtuh berantakan ini adalah pekerjaan rumah terbesar bangsa ini.

*Korupsi Melonjak Tinggi*
Kasus pagar laut sepanjang 30 km di Pantai Indah Kapuk mencerminkan realitas ini. Pejabat yang seharusnya bertanggung jawab mendiamkan saja. Saat para netizen mengangkat isunya, birokrasi yang berkaitan dengan kasus itu saling melempar tanggungjawab, bahkan saling menyalahkan. Sementara dampaknya telah merusak lingkungan dan merugikan masyarakat, terutama para nelayan.

Data membuktikan indeks korupsi bangsa kita semakin memburuk. Pada 2021, terdapat 533 kasus korupsi, meningkat menjadi 579 pada 2022, dan melonjak hingga 791 pada 2023. Kerugian negara mencapai Rp 56 triliun, di luar kasus-kasus besar yang "dibekukan". Untuk 'prestasi' buruk ini, Transparency International menempatkan Indonesia pada urutan 115 dari 180 negara. Artinya, Indonesia termasuk negara dengan tingkat kejahatan korupsi yang sangat memprihatinkan. Bandingkan dengan Singapore yang menempati urutan ke 5 di dunia. Artinya, Singapore termasuk negara yang bersih dari korupsi. 

*Darimana Akarnya?*
Menurut Fromm, kejahatan korupsi yang dianggap normal ini terjadi bukan karena takdir biologis. Bukan faktor nature atau sudah dari 'sononya'. Korupsi kita terus meningkat karena sistem politik, ekonomi, dan hukum kita bobrok. Seorang yang baik cenderung menjadi koruptor karena dibentuk oleh sistem yang lemah dan korup. Sistem yang buruk inilah yang merusak perilaku birokrasi, aparat hukum, dan bahkan masyarakat sehingga korupsi dianggap sesuatu yang normal. 

Sistem yang buruk ini mengubah kejujuran menjadi anomali. Pejabat yang tidak korup dianggap bodoh, sementara mereka yang jujur menjadi ancaman kolektif. Nilai-nilai luhur bangsa terjungkir balik.

Lebih ironis, 'para koruptor tak lagi takut kepada Tuhan,' kata Prof. Salim Said. Moralitas telah terkikis hingga akarnya. Korupsi tidak hanya menghancurkan ekonomi dan ekosistem bangsa kita, tetapi juga merusak kepercayaan rakyat pada elite politik, birokrat dan aparat.

Solusi untuk mengurangi kejahatan korupsi tidak cukup hanya dengan menghukum berat para pelaku. Perlu transformasi sistem politik, hukum dan ekonomi yang manusiawi, transparan, akuntabel dan berbasis keadilan. Selain itu, pendidikan nilai-nilai etis sejak dini menjadi kunci untuk memutus rantai korupsi.

Selama kejahatan korupsi masih dianggap normal, upaya Presiden Prabowo memajukan bangsa hanya akan menjadi utopia. Jalan keluarnya hanya satu, perkuat komitmen melawan korupsi sebagai ancaman eksistensial bangsa dan mulailah memperbaiki sistem politik, hukum dan ekonomi. 

Jakarta
28 January 2025

Friday, January 24, 2025

Welcoming 2025, EQ penting!

Emotional intelligence adalah bagaimana kita bisa membuat nyaman bahagia diri kita dan orang lain. 99% kehidupan kita didrive oleh emosi, sisanya rasionalitas.

90 persen kehidupan kita ditentukan oleh sikap kita. Sikap lebih penting daripada fakta, masalalu, keberhasilan kegagalan, ketrampilan.

Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tidak bisa mengubah fakta orang lain memperlakukan kita dgn cara tertentu. Yang dibutuhkan adalah sikap dengan kecerdasan emosi 

Friday, January 10, 2025

Brian Acton Story

Dia dipecat dari Facebook pada tahun 2006.

Ditolak oleh Twitter pada tahun 2008.

Disebut "delusional" oleh pemodal ventura pada tahun 2009.

Saat ini, aplikasinya memiliki lebih dari 2 miliar pengguna.

Berikut adalah kisah indah Brian Acton sang pendiri WhatsApp setelah satu dekade ditolak

—dan pelajaran yang dapat kita semua pelajari darinya.

Pada tahun 2006, Brian memiliki pekerjaan tetap di Yahoo,

memimpin platform iklan mereka.

Namun setelah 11 tahun, dia membuat keputusan berani untuk berhenti.

Tujuannya adalah Facebook, salah satu perusahaan teknologi dengan pertumbuhan tercepat saat itu.

Hasilnya?

Penolakan langsung.

Namun penolakan itu menanam benih.

Pada tahun 2008, Acton masih menganggur dan memutuskan untuk mencoba peruntungannya dengan Twitter.

Dia melamar lagi untuk bekerja di perusahaan teknologi lain;

Sekali lagi, jawabannya adalah tidak. Dia ditolak.

Kecewa tetapi bertekad, Acton menemukan teman yang tak terduga - Jan Koum, keduanya adalah mantan karyawan Yahoo yang ditemuinya di pertandingan frisbee mingguan.

Keduanya ditolak oleh Facebook.

Keduanya frustrasi dengan cara kerja komunikasi di ponsel.

Satu percakapan di antara mereka memicu ide yang akan mengubah dunia.

Pada saat itu, perusahaan telepon menghasilkan miliaran dengan mengenakan biaya per teks.

Kemudian pada tahun 2009, sesuatu yang revolusioner baru saja diluncurkan: iPhone App Store.

Dengan tabungan sebesar $250.000, Acton mengambil risiko.

Dia memberikan Koum tabungannya untuk mengembangkan ide mereka tentang Aplikasi yang dapat mengirim pesan instan gratis secara real time
saat dia mencari pekerjaan.

Mereka menyebutnya WHATS-APP. Alat pengiriman pesan bagi teman untuk memeriksa teman dan keluarga mereka tentang apa yang mereka lakukan secara real time

Kemudian WhatsApp diluncurkan

Versi pertama aplikasi tersebut tidak menjanjikan.
Aplikasi tersebut terus-menerus mogok.

Pengguna: 10.
Pendapatan: $0.

Namun kemudian, Apple memperkenalkan pemberitahuan push.

Ini mengubah segalanya.

Pengguna kini diberi tahu saat mereka menerima pesan baru, membuat aplikasi ini menarik dan membuat ketagihan.

Unduhan mulai berlipat ganda setiap bulan.

Pada tahun 2011, WhatsApp mengumpulkan $8 juta dari Sequoia Capital dengan valuasi $25 juta.

Investor yang sama yang menyebut Acton dan Koum "delusional" dua tahun sebelumnya kini memohon untuk mendanai mereka.

Namun Acton dan Koum tidak sekadar membangun aplikasi lain.

Mereka memiliki manifesto untuk WhatsApp:

Kami tidak akan menghasilkan uang darinya.

Tidak ada iklan. Tidak akan pernah.

Tidak ada game atau gimmick.

Tidak ada pengumpulan data pengguna.

Tidak ada anggaran pemasaran.

Filosofi mereka sederhana:

"Tidak ada yang bangun dengan gembira karena melihat lebih banyak iklan." - Brian Acton

Pendekatan "anti-Facebook" ini diterima oleh pengguna.

Pada tahun 2013, WhatsApp telah melampaui Twitter, mencapai lebih dari 200 juta pengguna.

Semua ini dicapai hanya dengan 50 karyawan.

Dan kemudian, Facebook datang mengetuk pintu.

Perusahaan yang sama yang telah menolak Acton pada tahun 2006 kini ingin membeli perusahaannya.

Berapa harganya?

$19 miliar yang mengejutkan.

Itu adalah akuisisi swasta terbesar dalam sejarah teknologi.

Namun, ceritanya tidak berakhir di sana.

Pada tahun 2018, Facebook mulai mendorong iklan di WhatsApp.

Acton, seorang yang berprinsip, pergi—meninggalkan $850 juta dalam bentuk opsi saham yang belum diberikan.

Tanggapannya?

"Sudah saatnya untuk pergi"

Saat ini, WhatsApp menangani lebih dari 100 miliar pesan setiap hari. Jumlahnya lebih besar dari gabungan Instagram dan Facebook Messenger.

Dan kekayaan Brian lebih dari $16 miliar dolar

Dari dua orang yang bermain frisbee hingga menjadi fenomena global, perjalanan WhatsApp adalah bukti ketahanan dan tetap setia pada nilai-nilai Anda.

Pelajaran utama dari kisah Brian Acton untuk setiap Pengusaha:

1. Penolakan adalah pengalihan.

2. Tetaplah sederhana.

3. Prinsip lebih penting daripada keuntungan.

4. Mulailah dari yang kecil, tetapi berpikirlah besar.

5. Bersikaplah fleksibel terhadap ide-ide baru Pertahankan pendirian Anda untuk melindungi prinsip-prinsip Anda.

Dan yang terpenting:

Terkadang, kemunduran terbesar Anda hanyalah persiapan untuk kebangkitan terbesar Anda.

Brian Acton pernah mencuit setelah ditolak oleh Twitter 😉

"Ditolak oleh kantor pusat Twitter. Tidak apa-apa. Pasti akan menjadi perjalanan yang panjang."

Tanpa disadari Twitter, mereka baru saja meloloskan calon miliarder.

Semoga Anda menjalani hari ini dengan mengubah penolakan Anda menjadi hal yang positif ✅ 

Thursday, January 02, 2025

Saat 'Perut' Mendominasi

*REFLEKSI AWAL TAHUN 2025*
*Saat 'Perut' Mendominasi!*
Albertus M. Patty 

Dalam The Republic, Plato memberikan gambaran yang sangat menarik tentang manusia. Meski Plato menulisnya ribuan tahun yang lalu, filosofinya masih sangat relevan, terutama dalam memahami pangkal persoalan sosial-politik dan ekonomi yang menjerat bangsa kita. 

Plato menggambarkan manusia sebagai makhluk yang terdiri dari tiga unsur: kepala (rasio), dada (nilai-nilai luhur), dan perut (nafsu). Kepala seharusnya memimpin dengan kebijaksanaan, dada mendukung dengan keberanian dan cinta, sementara perut atau nafsu, meski tetap dibutuhkan, tunduk pada keduanya. Persoalan muncul ketika perut atau nafsu itu tidak terkontrol. Bahkan, perut muncul sebagai unsur yang mendominasi kepala dan dada, saat itu kehancuran moral dan sosial tak terhindarkan. Fenomena 'dominasi perut' ini mencerminkan realitas politik yang ada pada sebagian besar oknum birokrat dan elite politik bangsa kita saat ini. 

Kebijakan politik yang seharusnya didasarkan pada akal sehat sering kali didorong oleh nafsu pribadi dan ambisi kekuasaan. Kebijakan publik tidak lagi berorientasi pada kesejahteraan rakyat, melainkan diarahkan untuk memperkaya segelintir elite politik. Program pemerintah yang menjanjikan justru menjadi ladang korupsi. Lihat saja, hampir semua institusi negara yang semestinya melayani publik terperangkap dalam manipulasi dan nepotisme. Ironisnya, para koruptor itu sering diperlakukan special dan mendapat 'karpet merah.' Fenomena korupsi bancakan ini sangat menyakitkan hati dan menghilangkan kepercayaan rakyat terhadap birokrasi dan elite politik bangsa ini. Lalu apa penyebab dari fenomena jahat yang menjerat sebagian besar oknum elite kita ini?

*Pembajakan Akal Sehat!*
Dalam The Righteous Mind, Jonathan Haidt menyoroti bagaimana emosi sering mendominasi rasionalitas. Hal ini mirip dengan perut dalam filsafat Plato, yang menggambarkan nafsu dan hasrat sebagai kekuatan destruktif jika tidak dikendalikan. Sebagian besar elite politik kita digerakkan lebih oleh 'perut' atau nafsu. Boleh saja mereka tampil dengan janji-janji yang manis, tetapi di level kebijakan perut atau nafsu mereka lebih mendominasi. Dan nafsu yang tidak terkontrol itu membajak dan memperbudak akal budi yang tugasnya membenarkan alias melegitimasi tindakan yang sebenarnya tidak bermoral. Akibatnya, nilai-nilai keadilan serta cinta kasih menjadi sekadar retorika.

Tentu saja, efeknya sangat merugikan masyarakat. Korupsi yang meluas merampas hak rakyat atas pendidikan dan kesehatan yang layak. Judi online yang tetap beroperasi menghancurkan ekonomi dana mempermiskin keluarga kecil, sementara pemerintah seolah menutup mata, baik karena hutang budi maupun karena oknum pemerintah sendiri menari-nari dalam keuntungan tak terperi.

Ketika dada alias hati nurani tidak lagi berfungsi sebagai penjaga moralitas, dan kepala telah diperbudak dan dibajak oleh perut, kebijakan yang muncul tidak memihak rakyat, tetapi hanya memperbesar ketimpangan sosial.

Krisis ini menunjukkan perlunya pemimpin dengan kepala yang bijak, dada yang penuh integritas, dan pengendalian perut. Hanya dengan harmoni ini, seperti yang diimpikan Plato, Indonesia dapat menemukan jalan keluar dari krisis moral dan politik yang mengancam masa depannya. Sebuah revolusi nilai dimana kepentingan perut harus lebih dikontrol oleh hati nurani (dada) dan akal sehat perlu dimulai dari elite itu sendiri, agar politik kembali melayani kepentingan rakyat banyak, bukan nafsu pribadi. 

Bila di tahun 2025 ini kita gagal menciptakan sistem yang mengontrol 'perut' sebagian besar birokrat dan elite politik kita, Indonesia sedang berjalan menuju jurang kehancuran.   

Bandung
1 January 2025

Memulai Hari Baru - 2 Jan 2025



Dalam dua hari ini, sudah beberapa khotbah saya dengar membahas tentang berkat dan hikmat. 

Mulai dari berkat, inilah yang diminta orang dalam tiap kali memulai hari dan tahun baru. Selalu meminta berkat. 

Bilangan 6:24-26 (TB)  TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; 

TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; 

TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera. 

https://alkitab.app/v/3386c724ef7a

Melihat ayat-ayat diatas, saya selalu mengingat ayat ini yang dibacakan dan diucapkan tiap kali pendeta / pengkhotbah memberikan berkat. Dan ini ternyata adalah berkat iman yang diberikan kepada Musa dan Harun, untuk dibagikan kepada bangsa Israel, dan ini yang diberikan sebagai berkat yang terus dibagikan, hingga sekarang, juga kepada kita.

Ini juga yang memberikan kita kekuatan baru, dan selalu mendapatkan kekuatan baru, saat kembali mengingat berkat iman ini.

1. Tuhan melindungi kita. Apapun yang kita kerjakan, kita libatkan Tuhan, maka Tuhan akan melindungi kita.

2. Melibatkan Tuhan berarti menyerahkan segalanya dalam kendali Tuhan, ini memperjelas pengharapan kepada Tuhan yang kita bahas kemarin. Dan kita mendapatkan perhatian khusus, dengan Allah yang menyinari kita dan memberikan kasih karunia. Untuk bisa menyinari, maka Allah harus ada di atas, di depan, membuka jalan bagi kita. 

3. Menghadapkan wajahNya ini juga sangat memberikan perhatian dan makna khusus kepada kita. Tidak ada yang lebih membahagiakan, bila Allah memberikan perhatian kepada kita.

Saya jadi ingat, ada banyak rencana, plan , baik pribadi atau perusahaan yang kita rencanakan. Dan ini semua mengantar ingatan apakah kita melibatkan Tuhan dalam perkara-perkara kita. Semua plan kita ini apakah sudah melibatkan Tuhan. 

Sekarang, apa itu hikmat ? Hikmat dalam Alkitab, bersumber dari takut akan Tuhan. Jadi ingat cerita raja Salomo, yang memulai pemerintahannya dengan meminta hikmat dari Tuhan. Salomo tahu apa yang paling dia butuhkan. 

Kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi di tahun 2025 ini, tapi hikmat menolong kita untuk mengerti segala perkara, melangkah mantap di hari yang baru. Dan ini meminta kita untuk taat penuh kepada Allah. 

Seperti Salomo, yang punya hikmat, tapi dia tidak taat kepada Allah. Hingga akhirnya kerajaannya dibelah dua. Hatinya mendua kepada allah lain, terikat popularitas yang dibangunnya proyek2 mercusuar, dan mendengar para penasihatkan dibandingkan mendengar kehendak Allah.

Memulai hari baru kerja di tahun 2025 ini mengingatkan kita kembali dua hal penting, berkat dan hikmat. 

Selamat bekerja, ingatlah selalu karya Tuhan dalam hidup pekerjaan kita.



Wednesday, January 01, 2025

Jadilah seperti Yosua dan Kaleb - 1 Jan 2025



 Sewaktu memasuki tahun yang baru, ada beragam perasaan berkecamuk, mulai dari apa yang akan terjadi di tahun depan, hingga ketidakpastian yang melanda. 

Semua ini mengantar saya kembali mengingat apa yang dikatakan dalam Bilangan 13, dimana ada 12 pengintai diutus untuk melihat negeri baru yang akan mereka masuki. 

Dari 12 orang pengintai ini, sama seperti kita, ada 12 bulan yang akan kita lalui di tahun yang baru, sama seperti ada 12 bulan yang telah kita lewati di tahun yang lalu. 

Apa yang kita rasakan? 12 pengintai ini sama juga melakukan apa yang manusia saat ini lakukan, mereka mengintai, melihat dulu apa yang mungkin akan mereka dapatkan, atau tidak dapatkan. 

Dari 12 pengintai yang diutus, mereka sepakat bahwa negeri yang akan mereka masuki adalah negeri yang bagus. Mirip dengan Indonesia, negara yang bagus, potensinya luar biasa, penduduk yang besar selalu identik dengan potensi yang luar biasa. 

Tetapi, dari 12 pengintai, hanya Yosua dan Kaleb yang berkeyakinan bahwa negeri yang mereka akan masuki itu adalah baik dan bagus. Baik karena Tuhan sudah siapkan, Bagus karena memiliki potensi yang luar biasa.

Sejujurnya, mereka pun tidak pernah tahu apa yang akan terjadi nanti. Sama seperti berbagai kecelakaan pesawat yang terjadi seminggu ini, hingga ada lima kecelakaan dengan jumlah korban jiwa beragam. Dan yang paling menyedihkan, melihat keluarga yang semula akan menjemput kerabat mereka di bandara , tetapi pesawat Jeju Air itu hancur terbakar dan hanya 2 orang yang selamat. Mengapa ini terjadi ?

Dari sini kita belajar.

Pertama, Tuhan yang mengatur semua. Yosua dan Kaleb menunjukkan negeri itu bagus, 10 orang lainnya lebih kuatir dengan kondisi orang yang mendiami negeri itu. Dua orang ini menandaskan dalam Bilangan 13:30 : Kemudian Kaleb y  mencoba menenteramkan hati bangsa itu di hadapan Musa, katanya: "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!"

Tuhan yang mengatur semua, bukan kita. Kita tidak bisa mengatur masa depan tahun 2025 seperti apa, karena Tuhan yang mengatur jalan hidup kita.

Kedua, berpikiran positif. Ini yang tidak mudah bukan? Selalu berpikir positif. Kita selalu lebih mudah berpikiran negatif. 10 orang pengintai itu membuktikannya. Mereka berpikir negatif, ketakutan lebih besar menghantui mereka. Apakah kita seperti mereka saat ini, worry dengan tahun 2025? Takut dengan kehidupan yang akan kita masuki ? Ayo kita buang itu. Ganti dengan pikiran positif. 

Ketiga, bersikap optimis. Dibandingkan dengan 10 orang pengintai lainnya, mengapa hanya Yosua dan Kaleb yang bersikap optimis ? Berpikir optimis juga berarti kita bisa melihat sisi optimal lainnya, dibandingkan sisi yang kurang optimal. Mereka tahu negeri itu bagus sekali, buminya sangat kaya. Tapi mereka juga tahu, penduduknya menakutkan. Tapi itu tidak menjadi sisi yang mereka ambil. Mereka mengambil sisi yang lain, yang menurut mereka lebih optimal, maka hasilnya adalah menjadi bersikap optimis. 

Bagaimana memulai bersikap optimis dalam hidup kita?

  • Berpikir positif.
  • Mengambil hal baik dari setiap kejadian.
  • Berhenti menyalahkan diri sendiri.
  • Berfokus pada masa sekarang dan masa depan.
  • Bergaul dengan orang-orang berpikiran positif.

Inilah yang kita lihat dari Yosua dan Kaleb.

Terakhir, selalu berpengharapan. Yosua dan Kaleb tahu dengan pasti, mereka juga tidak bisa apa-apa, karena kalau memang Tuhan ijinkan, sekali lagi, Tuhan ijinkan, mereka bisa menguasai dan memiliki negeri itu. 

Sama dengan kita, setelah berpikir positif, bersikap optimis, maka kita harus meletakkan pengharapan kita kepada Tuhan, bukan kepada manusia, bukan kepada pemerintah, bukan kepada harta dan kuasa.

Semua ini menenangkan hati saya, dan semoga hati anda juga. Di tengah ketidakpastian, kita bisa memiliki pengharapan. 

Mungkin kita sudah tahu, potensi masalah yang akan kita hadapi. Tapi kita juga tahu, kita punya pengharapan bahwa masalah itu bisa selesai, atau setidaknya teratasi di tahun mendatang. 

Maka jadilah kita seperti Yosua dan Kaleb memasuki tahun 2025, Tuhan memimpin langkah kita.

Sumber: https://jesusmyceo.blogspot.com/2025/01/jadilah-seperti-yosua-dan-kaleb-1-jan.html