Bangun pagi-pagi ini membuat saya berpikir jernih kembali sebelum memulai hari ini. Dan satu hal yang menarik buat saya, saya melihat di salah satu website perusahaan Indonesia yang membuat produk Business Intelligence adalah dicantumkannya tanda APICTA.
Saya kemudian penasaran dan mengakses website APICTA, dan hanya berhasil menemukan 2 tahun penyelenggaraan, tapi ada hal yang menarik untuk dicermati. Kepesertaan Indonesia mungkin ada dalam event yang diselenggarakan ini, tetapi mengapa dari Indonesia, dalam 2 tahun berturut-turut, hanya ada 1 pemenang per tahun nya ? Apakah memang cuma ini kemampuan terbaik bangsa kita ?
Ini mengingatkan saya kembali, dalam 2 bulan terakhir ini, saya kembali terjun ke product-development, dimana di dalamnya, saya mengambil benchmarking salah satu produk accounting yang cukup ternama di Indonesia. Dan salah satunya lagi, saya mempelajari produk rekan saya, untuk membuat produk sejenis dalam versi web. Ya, sudah 2 bulan lebih ini, saya fokus mengembangkan produk-produk berbasis web. Seolah tidak mau ketinggalan, dengan rakusnya saya membeli buku-buku di Gramedia pada minggu lalu, yang memuat program-program berbasis web. Dan, saya menjumpai, bahwa software hingga buku-buku sudah demikian bagus, meskipun dulu itu, saya paling kesal kalo beli buku komputer Indonesia, mungkin karena dulu itu banyak saduran saja isinya.
Jadi, dalam pengamatan mata kecil saya, seharusnya sumber daya manusia Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata. Dengan tingkat persaingan yang tinggi dewasa ini, tentunya kemampuan para sistem analis, programmer ditantang sedemikian untuk menjawab tantangan teknologi serta kebutuhan bisnis. Oleh karena itu, sewajarnya, dan sudah sangat wajar, apabila banyak perusahaan Indonesia yang terjun, ikut berkompetisi dalam kancah Apicta. Seingat saya, beberapa rekan saya juga pernah ikut dalam kancah pertempuran bergengsi itu, tetapi memang tidak semua dalam menang. Tapi, toh, ikut saja juga sudah pasti bangga, dan memang patut bangga.
Dan seiring dengan itu, seingat saya juga ada beberapa kompetisi sejenis yang dilakukan, baik untuk kalangan akademis (saya jadi ingat dulu sering sekali ada kompetisi di lingkungan binus), hingga publik. Pertanyaan berikutnya adalah, kemana setelah berkompetisi ?
Karena sebagian besar mewakili perusahaan, maka tentu saja keberadaan programmer yang membuat produk bermutu dan bergengsi itu tidak diperhitungkan. Jadi masih kurang credit terhadap para programmer. Saya tahu, dan sadar, itu mungkin mereka lakukan karena kemampuan mereka untuk digunakan mencari uang. Tapi apakah hanya uang dasarnya ? Tidakkah terbesit dalam pikiran kita untuk lebih menghormati karya orang lain ?
Nah, lingkaran setan dech. Saya saja, masih melihat dan mengamati aplikasi orang lain untuk membuat aplikasi yang saya perlukan untuk client saya. Dengan business process yang ada memang sudah cukup, tetapi saya ingin lebih. Oleh karena itu, saya lakukan benchmarking, ambil pola-pola bagus, buang yang buruk. Tapi apakah ini bukankah bisa dikatakan pelanggaran hakiki sang programmer ? Mungkin saja ya, tapi begitu saya lihat lagi, ternyata saya pun tidak bisa menemukan SIAPA pembuat program indah itu ? Siapa sang sistem analis nya ? dan siapa saja yang terlibat ? Nah, inilah yang saya bilang, pentingnya dalam setiap aplikasi yang kita buat, kita cantumkan credit, nama lah minimal dari pembuat.
Mampukah kita sebagai pengusaha pengembang software merelakan hal ini terjadi ?