The Seven Steps of Political Marketing
Oleh Hermawan Kartajaya, CEO dan Founder MarkPlus, Inc
Saya menulis artikel ini dari Daejeon, yang sering disebut sebagai the Silicon Valley of Korea karena begitu banyaknya Pusat Research and Development yang ada di kota ini.
Di Korea, saya mengajar di Solbridge International School of Business selama tiga minggu untuk salah satuShort Summer Class mereka, yaitu Consumer Behavior. Yang menarik, dari pengamatan saya ada beberapa persamaan perilaku konsumen antara Korea dan Indonesia.
Walaupun ada perbedaan besar antara GDP per Capita, kedua negara ini sudah mengalami demokratisasi cukup lama. Begitu juga dengan desentralisasi dan diversifikasi yang terjadi. Tiap propinsi dan kota di kedua negara ini jadi lebih getol mempromosikan identitas masing-masing.
Karenanya, MarkPlus, Inc terutama MarkPlus Insight sudah menjalin kerja sama dengan Hankook Research yang merupalan local champion di Korea selama setahun terakhir.
Beberapa bulan lalu Chairman Icksang Roh berkunjung ke Jakarta yang disusul dengan kunjungan balasan dari Deputy CEO Michael Hermawan dan COO MarkPlus Insight Farid Subkhan ke Seoul.
Salah satu kerja sama yang disepakati adalah penggunaan metodologi Political Marketing Research dari Korea yang ampuh. Metode ini juga sudah dilakukan berkali-kali termasuk terakhir kali, untuk memenangkan Presiden Park Geun-hye dalam Pilpres Korea 2012.
Di Indonesia sendiri kami sudah memperkenalkan metodologi yang terdiri dari Tujuh Langkah itu pada banyak politisi dan mendapatkan feedback sangat positif.
Karena itu, saya berpikir inilah saat yang tepat untuk memperkenalkannya di Marketeers edisi kali ini. Siapa tahu bisa membantu banyak politisi Indonesia yang tengah berjuang di dalam Pemilu Legislatif ataupun Pemilu Presiden tahun 2014 yang akan datang.
Pendekatan Tujuh Langkah Political Marketing ini juga dikenal dengan pendekatan Micro Targeting. Artinya bagaimana seorang politisi menyusun program kampanye yang hanya fokus kepada pemilih potensial saja, bukan program yang asal tembak kepada semua orang dan tidak tepat sasaran.
Cara ini akan membantu politisi lebih tepat dalam menyusun anggaran pelaksanaan program kampanye yang hemat dan efisien karena tidak perlu membuang energi dan sumber daya yang berlebihan.
Dalam pemilihan Presiden Korea pada 19 Desember 2012, Park Geun-hye melakukan survei dwi mingguan untuk memonitor pergerakan elektabilitas dibandingkan dengan kandidat lainnya. Strategi para kandidat yang tersusun sangat rapi membuat persaingan antar kandidat begitu ketat.
Park yang dari awal selalu unggul dalam berbagai survei, di pertengahan September 2012 lalu, elektabilitasnya sempat disalip oleh Moon Jae-in. Namun pendekatan 7 langkah Political Marketing ini telah mengantarkan Park menjadi presiden ke-11 Korea dan presiden wanita pertama di Negeri Ginseng ini.
Pendekatan ini tidak hanya ampuh untuk pemilihan presiden namun juga sudah terbukti ampuh untuk menyusun strategi pemenangan anggota legislatif (DPR).
Dalam ilmu marketing, tahapan seorang pemilik hak suara dalam menentukan kandidat yang akan dipilih di bilik suara, secara sederhana digambarkan melalui tiga proses.Pertama, information processing, yaitu bagaimana seseorang menyerap informasi mengenai kandidat. Hal ini sering disebut sebagai proses cognitive. Artinya seberapa kuat seorang kandidat berada di benak calon pemilih. Dalam bahasa politik tahapan ini sering disebut dengan popularity.
Proses kedua, preference formation. Dalam politik, tahap ini disebut dengan likeability. Di sini seorang calon pemilih akan melakukan evaluasi serta menentukan preferensi terhadap kandidat berdasarkan penilaian rasional atau proses afektif yang cenderung emosional.
Proses ketiga, commitment retention. Pada tahap ini kemenangan seorang kandidat sangat ditentukan oleh seberapa besar komitmen calon pemilih untuk memilihnya. Dalam bahasa marketing sering disebut denganconative atau dalam politik disebut dengan electability.
Meskipun seorang kandidat disukai oleh banyak orang, namun jika komitmen mereka untuk memilihnya rendah, maka kandidat tersebut memiliki risiko yang tinggi untuk tidak terpilih. Apalagi jika banyak calon pemilih yang tidak memiliki preferensi yang kuat dengan kandidat.
Bagaimana cara yang efektif untuk meningkatkan komitmen calon pemilih agar memilih kandidat di bilik suara pada hari H? Tujuh Langkah Political Marketing menjadi kuncinya.
Langkah pertama adalah exposure. Seberapa besar seorang kandidat mendapatkan publisitas di antara calon pemilih merupakan titik kritis pertama. Semakin tinggi publisitas calon akan semakin baik.
Publisitas memiliki dua bentuk, yaitu yang sifatnya relational atau mediated. Relational artinya seorang kandidat secara tradisional atau secara alamiah memiliki publisitas yang tinggi. Misalnya karena seorang kandidat adalah tokoh masyarakat, aktivis, artis, pejabat dan lain-lain.
Sedangkan publisitas yang sifatnya mediated didapatkan dari berbagai upaya yang dilakukan secara terencana oleh kandidat. Misalnya adalah pemasangan spanduk atau billboard, iklan di TV, radio, media cetak, kampanye program, aktivitas di social media yang terorganisir dan lain-lain.
Melalui pendekatan apapun, exposure sangat diperlukan bagi kandidat agar dikenal dengan baik oleh para calon pemilih. Tahap pengenalan tersebut merupakan tahapan kedua dalam political marketing atau sering disebut dengan awareness.
Awareness atau pengenalan kandidat yang baik adalah jika publik atau calon pemilih dapat mengenal kandidat dengan sangat baik atau thick awareness. Artinya kandidat tidak hanya dikenal nama atau wajahnya, namun juga visi-misi, rekam jejak, integritas, hingga personality-nya.
Bentuk lain awareness adalah jika kandidat hanya dikenal nama atau wajahnya saja atau disebut dengan thin awareness. Disini kandidat sama sekali tidak melekat di hati calon pemilih dan hanya dapat berharap dari karisma saja. Namun bentuk ini memiliki risiko kegagalan yang sangat tinggi.
Tahapan ketiga, expectancy, yaitu bagaimana calon pemilih memiliki harapan tertentu kepada kandidat. Harapan tersebut dapat terbentuk dari image perception atau message salience.
Image perception artinya harapan yang muncul di benak calon pemilih karena pencitraan yang timbul dari rekam jejak kandidat yang sudah terbangun sejak lama. Sedangkan message salience adalah harapan yang ditimbulkan akibat program komunikasi atau kegiatan kampanye yang dilakukan oleh kandidat menjelang pemilihan.
Tahap keempat, engagement. Setelah muncul harapan, maka calon pemilih akan memiliki kecenderungan mengikatkan diri kepada kandidat yang membuatnya nyaman. Baik keterikatan secara emosional atauaffective engagement atau keterikatan yang bersifat rasional karena pesan kampanye yang disampaikan atau disebut dengan evaluative engagement.
Tahapan kelima, preference. Kepada siapakah seorang calon memberikan preferensinya untuk memilih kandidat? Preferensi diberikan calon pemilih kepada kandidat karena faktor kandidatnya sendiri atau karena faktor partai politik.
Di sini seorang kandidat harus dapat secara pasti mengidentifikasi seberapa besar peluangnya untuk memenangkan persaingan baik karena faktor figur individu atau karena faktor mesin politik.
Jika faktor mesin politik lebih dominan, maka menjadi PR yang besar bagi kandidat untuk mengarahkan dukungan dan preferensi calon pemilih kepadanya. Hal ini karena kandidat juga harus bersaing dengan kandidat lain dari partai yang sama.
Tahap kelima ini sangat penting ketika seorang kandidat melakukan analisis untuk menentukan strategi pemenangan dalam Pemilu ataupun Pilkada. Peta dukungan berdasarkan preferensi terhadap kandidat dan partai politik serta dengan pesaing harus benar- benar dilakukan secara akurat agar langkah penyusunan strategi dapat disusun secara tepat dan efektif.
Dukungan yang ditunjukkan dari preferensi yang tinggi terhadap kandidat dan partai politik saja tidak akan membuat kandidat aman dalam perolehan kursi. Hal ini dikarenakan masih ada jeda antara data berdasarkan preferensi pada waktu pelaksanaan survei dengan hari H pemilihan di bilik suara. Karenanya, pendekatan Tujuh Langkah Political Marketing ini menempatkan tahap keenam yaitu commitment menjadi tahapan yang paling penting.
Meskipun seorang kandidat sudah menyatakan dukungan kepada salah satu kandidat, namun yang dihitung sebagai calon suara potensial adalah calon pemilih yang sudah menyatakan komitmennya untuk memberikan suara kepada kandidat tertentu. Dengan demikian, perlu dilakukan analisis secara cermat terhadap mereka yang memiliki komitmen positif maupun yang negatif.
Pemetaan kekuatan dan kelemahan kandidat dan partai politik berdasarkan tahapan kelima dan keenam tersebut sangatlah krusial dalam political marketing.
Survei yang baik akan dapat menganalisis berapa besar calon pemilih potensial untuk seorang kandidat dari partai tertentu dan bagaimanakah profil dari setiap calon pemilih. Hal inilah yang disebut dengan micro targeting strategy.
Dalam micro targeting diperlukan micro messaging untuk setiap kelompok calon pemilih potensial. Seorang kandidat harus mampu mendesain program kampanye berdasarkan isu-isu yang menyentuh kepentingan setiap kelompok calon pemilih potensial.
Survei sendiri harus dilakukan dengan pendekatan sampling atau kuantitatif maupun dengan kualitatif yang merepresentasikan pemetakan kelompok calon pemilih potensial secara akurat.
Tahap terakhir atau ketujuh adalah action. Setelah seorang kandidat memiliki basis calon pemilih potensial yang banyak, maka perlu dilakukan langkah-langkah untuk memastikan bahwa calon pemilih tersebut memberikan suaranya pada hari H pemilihan. Edukasi dan komunikasi yang intensif perlu dibangun oleh kandidat secara terus menerus hingga hari H pemilihan.
Pada praktiknya banyak calon pemilih yang tidak menggunakan haknya alias golput. Padahal mereka berpotensi memberikan dukungan kepada kandidat tertentu. Untuk memastikan berapa banyak pemilih yang menggunakan haknya untuk kandidat, perlu dilakukan monitoring yang ketat oleh para relawan serta melakukan survei perhitungan cepat melalui quick count.