Translate

Saturday, March 24, 2012

Attitude Dahlan Iskan

Oleh: Syafiq Basri Assegaff
Jumat, 23 Maret 2012, 09:27 WIB

Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan menggebrak. Ia menyelesaikan masalah kemacetan yang parah di salah satu pintu tol dalam kota Jakarta secara langsung. Sendirian.

Sebagaimana diberitakan, Selasa, 20 Maret pagi lalu Dahlan 'marah' karena melihat terlalu panjangnya antrean di gerbang tol Slipi, Jakarta, saat ia dalam perjalanan menuju kantor Garuda di Cengkareng.

Mobil Dahlan ikut tersendat di pintu tol itu. Ada 30-an mobil mandeg, menunggu giliran. Padahal ia pernah menginstruksikan agar membenahi pelayanan jalan tol dan menetapkan antrean tidak boleh lebih dari lima mobil.

Dengan sigap Dahlan turun dari mobilnya, menuju pintu tol. Dia memeriksa loket dan menyingkirkan papan penghalang yang ada. Sang mantan Direktur Utama PLN, yang pagi itu mengenakan kemeja putih, kemudian mengatur lalu lintas di situ, dan meloloskan 100-an mobil tanpa membayar tol.

Yang dilakukan Dahlan itu merupakan tindakan yang 'tidak lazim' bagi banyak orang, namun 'biasa saja' bagi sang menteri. Orang komunikasi menyebutnya behavioratau action, dan muncul dari sebuah 'sikap' tertentu.

Lewat behaviorterjun langsung yang ditunjukkannya di pintu tol itu, Dahlan berhasil membangun 'pesan komunikasi' yang efektif bagi pejabat Jasa Marga, yang mengelola jalan tol itu, dan sekaligus bagi masyarakat luas. Yakni bahwa banyak 'action' kecil tapi bermanfaat bisa dilakukan, sepanjang orang mengedepankan sikap 'karena saya mau, pasti saya bisa'.

Seringkali dalam kehidupan sehari-hari, pegawai yang melayani berbagai jasa kurang mengedepankan sikap 'saya mau' dengan baik. Banyak dari mereka beralasan,'tidak bisa' karena, alasan mereka, peraturannya sudah ditentukan begitu. Padahal, sangat boleh jadi banyak hal yang 'tidak bisa' itu sejatinya 'dapat' dilakukan asalkan 'mau'.

Sepintas ini seperti soal kecil. Tapi betapa besar pengaruhnya bagi kepuasan pelanggan. Dan Dahlan Iskan ingin menunjukkan itu. Pria kelahiran Magetan itu ingin memberi pelajaran bahwa perusahaan pemerintah (BUMN) yang menyediakan layanan bagi masyarakat seharusnya mengubah 'sikap' mereka dari 'tidak mau' -- yang sering dibungkus kamuflase 'tidak bisa' -- menjadi 'harus bisa' karena adanya sikap 'mau membantu' secara sebaik mungkin, demi kepuasan pelanggan.

Konon 'sikap' sangat menentukan nasib kita. Orang Inggris mengatakannya, attitude-- sebuah perangai yang diperoleh dari pemikiran sehari-hari, apa yang kita pikirkan atau rasa, apa yang menjadi penilaian kita. Attitude itu hasil evaluasi positif atau negatif kita terhadap orang, benda, kejadian, aktivitas, ide-ide, atau apa pun di lingkungan sekitar kita. Barangkali kita bisa menyamakannya dengan 'sikap mental'.

Di antara elemen penting yang membentuk attitude adalah pengalaman, pendidikan dan lingkungan. Dari tiga aspek itu, sangat boleh jadi, pengalaman Dahlan sebagai pengusaha swasta di kelompok Jawa Pos lah yang paling menentukan pembentukan attitude-nya sedemikian rupa – sehingga membedakannya dengan banyak pejabat lain.

Kemudian juga lingkungan Dahlan dulu: dunia bisnis swasta yang kompetitif, yang mau tidak mau membentuk sikap mental seseorang untuk selalu merebut kepuasan konsumen, sehingga mereka menjadi pelanggan yang loyal.

Ada yang bilang attitude sebagai, "jumlah seluruh kondisi yang mengarahkan orang menuju sebuah aktivitas." Oleh karena itu, attitude adalah elemen dinamis dalam behavior manusia, atau yang menjadi motif bagi sebuah aktivitas.

Tampaknya, dari preseden Dahlan itu, kita bisa melihat bahwa -- sebagaimana dikemukakan banyak ahli psikologi-komunikasi -- sebagian besar attitude merupakan hasil pengalaman langsung atau pembelajaran berkat pengamatan orang terhadap lingkungannya.

Jika hasil pengalaman seseorang dari sebuah pemilihan umum adalah 'kekecewaan' kepada partai politik yang dipilihnya dulu, umpamanya, maka jelas attitude-nya terhadap partai itu negatif.

Attitudetidak saja terbentuk dari pengaruh di dalam diri (seperti persepsi yang ada di benak kita), melainkan juga dari luar, seperti pengaruh teman, televisi, dan sebagainya. Kata-kata yang sering kita lontarkan, atau kalimat orang lain yang suka kita dengar atau camkan, pun turut membentuk sikap kita.

Kemudian, sikap tadi membentuk kebiasaan, atau behavior; tindakan atau aktivitas sehari-hari. Bila sikaporang terhadap membaca positif, umpamanya, maka dalam kehidupan sehari-hari ia akan banyak membaca, sering membuka buku, koran, dan sebagainya.

Yang menarik rupanya attitude sangat berperan dalam menentukan nasib kita. Sebuah pepatah mengatakan, "Your attitude, and not your aptitude, will determine your altitude."

Maksudnya, sikap Anda, dan bukan 'bakat' (intelegensia, atau skill) semata, yang akan menentukan 'ketinggian' (kesuksesan) Anda.

Attitude atau 'cara pandang' model itulah yang rupanya sejak lama tertanam dalam diri Dahlan, sehingga ia 'bernasib' sukses sebagai pengusaha dan Dirut PLN.

Sedangkan dari sisi aptitude, maka bakat, atau intelegensia orang seperti Dahlan tentu tidak bisa diabaikan. Tetapi bukan aptitudeitu yang penting bagi keberhasilannya, melainkan attitude-nya.

Sebagian orang menerjemahkan attitude sebagai semacam 'akhlak', atau budi pekerti. Sehingga logis jika ada orang pandai atau berbakat (aptitude), misalnya, justru menjadi gagal, karena memiliki akhlak buruk yang mendorongnya melakukan tindakan negatif seperti bermalas-masalan atau korupsi.

Dalam peristiwa di jalan tol itu, Dahlan Iskan sekali lagi menunjukkan sebuah 'cara pandang' yang positif. Ia mengubah kendala (kemacetan) menjadi peluang (untuk membantu memperbaiki sistem di jalan tol) dengan 'akhlak' yang positif.

Secara logis, orang-orang sukses seperti Dahlan lazimnya memperbaiki semua hal yang bisa mereka kontrol, dan salah satu hal terpenting yang bisa dikontrol adalah attitude. Oleh karena itu orang sukses secara terus menerus memperbaiki sikap (attitude) mereka.

Attitude juga sering disamakan dengan kepercayaan diri (self esteem). Maka self esteemyang tinggi dalam diri orang seperti Dahlan akan tampak dalam pembawaannya, dan orang lain secara mudah bisa menengarai hal itu lewat bahasa tubuhnya. Umpamanya ia bisa tampil prima, penuh percaya diri, tidak mudah putus asa, dan banyak senyum.

Itu sebabnya, pada peristiwa di jalan tol itu Dahlan mengatakan, "Saya lihat mereka (pengelola jalan tol) mampu memperbaiki diri," katanya. Frasa 'saya lihat mereka mampu..,' itu sebuah bukti lain self esteematau attitude positif Dahlan.

Jelas, attitude Dahlan itu menentukan sejumlah tindakannya. Pada gilirannya kumpulan tindakan tadi membentuk kebiasaan (habits), yang lama kelamaan (kebiasaan tadi) menghasilkan 'karakter' seorang Dahlan, dan sekaligus kesuksesan dirinya saat ini.

Itu sebabnya, kata ahli, sukses itu 15% karena aptitude dan 85% ditentukan attitude seseorang.

*) Konsultan Komunikasi, dosen di Program Pascasarjana Universitas Paramadina, dan London School of Public Relations, Jakarta. www.syafiqb.com. [mor]
build-access-manage at dayaciptamandiri.com