Translate

Thursday, March 11, 2010

KURBAN SEJATI ATAU MANIPULASI

Penjangkauan sesama membuat hidup kita menjadi berarti. Kenyataan
membuktikan bahwa semakin kita banyak memberi dan berbagi, semakin
kita banyak menerima dan mendapat balasannya. Ketika kita mengasihi
dan melayani dengan berbuat baik kepada sesama, segala kebajikan dan
hal-hal yang baik akan mendatangi kita. Tetapi, kita mungkin akan
berpikir sejenak, bagaimana dalam kondisi sulit seperti sekarang
kita masih bisa bermurah hati dan rela berkurban?

Rasanya sikap rela berkurban sudah semakin langka saat ini. Nilai
pengurbanan juga terasa semakin luntur ketika hidup makin diwarnai
prinsip "berikan dan terimalah", "tidak ada makan siang yang
gratis", atau prinsip "elu elu -- gua gua". Jika ada [yang mencoba
tanpa pamrih], itu pun dilakukan dengan berbagai pertimbangan
"apakah imbalan yang akan kuterima?" atau "apa manfaatnya bagiku?"
Tampaknya, kita perlu merenungkan kembali, masih adakah kurban yang
sejati [tanpa pamrih]? Pengurbanan sebagai suatu tindakan nyata
tanpa pamrih, tidak dimotivasi keinginan mendapat balasan atau
menghitung-hitung manfaat yang kita akan terima secara langsung.
Manfaat semacam itu baru akan dipetik dalam jangka waktu panjang,
dalam bentuk kita memperoleh kasih, penghormatan, dan kemurahan dari
orang lain. Kita mungkin menerima pertolongan orang lain pada saat
yang tidak terduga, tepat ketika kita membutuhkannya.

Mengapa Berkurban Itu Penting?
1. Karena kehidupan memiliki siklus tabur dan tuai.
Secara kodrati, Tuhan telah menetapkan prinsip umum hukum alam
bahwa segala sesuatu yang ditanam pasti akan bertumbuh dan
menghasilkan buah. Demikian pula dengan setiap tindakan yang kita
lakukan pasti akan menghasilkan balasan entah kapan waktunya.

2. Jika tidak ada kerelaan berkurban, bumi penuh dengan kefasikan.
Bayangkan jika semua orang ingin menang dan berhasil, termasuk
dengan menghalalkan segala cara! Setiap kejatuhan dan kesusahan
dianggap sebagai peluang untuk memenangkan persaingan, kegagalan
orang lain disambut sebagai seleksi alami [siapa] yang kuat -- si
pandai pemenangnya -- dan sukses. Tanpa hati nurani, dunia serasa
hanya dipenuhi dengan semak berduri.

3. Pengurbanan membuat hidup itu bernilai.
Mandat untuk hidup diwujudkan dengan berkarya dan mengusahakan
bumi ini secara penuh tanggung jawab. Bukti dari keberhasilan
setiap jerih lelah dan prestasi ditandai dengan berbagai bentuk
pengurbanan dan kerelaan melakukan sesuatu yang terbaik.

4. Penghargaan muncul dari setiap pengurbanan.
Kita tidak dapat membeli penghargaan dan tidak bisa memaksa orang
lain untuk menaruh hormat kepada kita, sebab penghargaan itu
hanya berasal dari sikap dan tindakan rela berkurban. Ini
pasti menginspirasi pemikiran dan memotivasi banyak orang untuk
melakukan perbuatan positif yang sama.

Manipulatif -- Berkurban dengan Suatu Pamrih

Ketika perhatian kita hanya terpusat pada diri sendiri, kita sulit
memerhatikan keadaan dan kebutuhan orang lain. Setiap pertimbangan
hanya diukur semata-mata dari keuntungan dan kesenangan pribadi.
Motivasi di balik setiap tindakan perlu diterawang lebih jauh agar
kita tidak keliru dan menyimpang dari setiap pemikiran dan perbuatan
yang dianggap sebagai sikap berkurban dan bajik. Pengurbanan yang
berpamrih sebenarnya adalah sikap manipulatif terhadap orang lain
bahkan terhadap diri sendiri, dan justru kenyataannya sering sangat
tersamar, lazim, dan tidak disadari dalam kehidupan sehari-hari.
Perhatian dan kurban yang sejati itu tidak bersyarat. Tidak menuntut
balasan. Tidak menghitung untung rugi. Dilakukan dengan tulus, tanpa
keluh kesah, spontan, yakin, dan tidak mengkhawatirkan penolakan
karena berfokus pada kepentingan dan kebaikan orang lain.

Pemahaman Mengenai Sikap dan Tindakan Manipulatif:

1. Penipuan yang disamarkan sebagai kebenaran.
2. Penyalahgunaan kesempatan, jabatan, hak, kewajiban, dan
otoritas.
3. Aktivitas yang tampaknya baik tetapi diselubungi motif egoisme.
4. Sikap mental yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur dan
tulus.
5. Pemanfaatan seseorang, sesuatu, keadaan, atau kondisi dengan
maksud untuk mencari keuntungan diri sendiri.
6. Membohongi dan tidak sesuai dengan hal-hal yang sifatnya sejati.
7. Sikap berpura-pura, tidak ikhlas, dan bertujuan untuk
memanfaatkan orang.
8. Pengendalian kehendak orang-orang melalui pengaruh, cara-cara,
tekanan, atau perlakuan tertentu.
9. Menutup-nutupi keadaan, ketidakjujuran, dan tidak memperlihatkan
jati diri yang sebenarnya untuk kepentingan pribadi.

Akibat Sikap Manipulatif

Mungkin tidak disadari, namun segala sesuatu yang tidak sejati pasti
tidak akan bertahan lama. Sikap yang tidak tulus, cepat atau lambat
akan tersingkap dan memengaruhi hubungan kita dengan keluarga,
rekan, kolega, atau mitra kerja. Konsekuensinya, kita akan
kehilangan kepercayaan orang lain dan kita akan sulit memiliki
rekan, mitra, atau kolega yang sejati; terperangkap dalam sikap
munafik, kehilangan kebenaran dan jati diri; dikejar perasaan
bersalah dan kehilangan damai sejahtera; terlibat dalam berbagai
bentuk persaingan tidak sehat dan memiliki tujuan yang menghalalkan
segala cara.

Kurban Sejati adalah Pernyataan Kasih yang Tertinggi

Ibu Teresa mengisi hidupnya dengan mengasihi dan melayani
orang-orang yang kekurangan di negara-negara miskin. Beliau
menyelamatkan hidup banyak balita dengan sentuhan dan belaian
tangannya ke tubuh-tubuh kurus kecil karena kekurangan gizi.
Sesungguhnya, sentuhan manusia memiliki kekuatan merespons
unsur-unsur kimiawi di dalam tubuh, yang sangat membantu pertumbuhan
dan daya hidup. "Saya telah menemukan paradoks bahwa jikalau saya
mengasihi sampai terasa sakit, rasa sakit itu akan hilang, dan yang
tertinggal hanyalah lebih banyak kasih". (Ibu Teresa)

Sikap berkurban timbul dari kesadaran akan adanya kebutuhan
orang-orang di sekitar kita. Jika kita mulai menjadi pemerhati, akan
tampak begitu banyak kesempatan untuk berbuat baik dan menjadi
jawaban bagi orang lain. Sikap berlapang hati untuk tidak sekadar
mengkritisi orang lain atau keadaan, menguasai diri berhadapan
dengan rasa memiliki, bebas dari rasa khawatir dengan membangun rasa
aman, semua ini akan mendorong kita untuk mengembangkan sikap
berkurban yang sejati.

Dalam penerapannya, pengurbanan senantiasa berbentuk pernyataan
kasih yang tertinggi, yaitu ditunjukkan dengan kepedulian sejati
kepada orang lain melalui tindakan nyata. Ia tidak mementingkan diri
sendiri dan rela mendahulukan kepentingan orang lain, memberi dan
berbagi tanpa mengharapkan imbalan atau pamrih, bahkan ikhlas
memberikan kesempatan atau peluang kepada orang lain yang
membutuhkannya. Pengurbanan adalah kesediaan untuk mendengar,
melayani, dan membantu orang lain. Suatu bentuk kebaikan hati yang
tidak menuntut pembayaran. Bahkan mungkin sebaliknya, berani
membayar harga dan menghadapi risiko.

Pengurbanan sebagai teladan terbesar telah ditunjukkan oleh Kristus,
ketika Ia menanggung apa yang seharusnya tidak diterima-Nya.
Kematian-Nya menggantikan kita, yang seharusnya menanggung upah dosa
itu, dan Ia memberikan kehidupan kekal yang sebenarnya tidak layak
kita terima. Itulah pengurbanan karena bersedia membayar harga demi
keselamatan orang banyak. Kurban yang sejati bukan sekadar menabur
benih kebajikan untuk menolong orang lain, tetapi kita juga akan
menuai hasilnya pada saat yang kita tidak ketahui. Pengurbanan pada
hari ini tidak akan pernah sia-sia pada hari esok.

Diambil dari:
Judul majalah: Bahana, Edisi Mei 2005, Volume 169
Judul artikel: Pengorbanan Sejati atau Manipulasi
Penulis: Jakoep Ezra
Penerbit: Yayasan ANDI, Yogyakarta
Halaman: 60 -- 61