Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan akan mendorong penggunaan teknologi industri 4.0 pada proses produksi industri kecil dan menengah (IKM). Kementerian menilai hal tersebut agar pelaku IKM di dalam negeri tidak kalah bersaing pada era industri 4.0.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kemenperin Gati Wbawaningsih mengatakan pihaknya telah mengidentifikasi proses produksi pada IKM yang dapat menggunakan teknologi industri 4.0 sejak 2017. Hal tersebut dilakukan dengan mengawinkan pelaku IKM dengan perusahaan rintisan (start-up) melalui sebuah kompetisi.
“[Start-up] yang bisa memecahkan maslah IKM, dia yang menang. Selain dapat hadiah dari kami, dia juga kami kawinkan dengan IKM-nya,” ujarnya kepada Bisnis pekan lalu.
Gati berujar bahwa saat ini pelaku IKM yang mengimplementasikan teknologi industri 4.0 pada proses produksinya baru terbatas pada sektor komponen otomotif. Namun demikian, pihaknya menyatakan akan mendorong agar lebih banyak pelaku IKM yang menggunakan teknologi industri 4.0 dalam proses produksinya melalui peningkatan dan pengadaan fasilitas pembiayaan kepada IKM.
Kemenperin sebelumnya telah menandatangani nota kesepahaman dengan Bank Indonesia (BI). Sekretariat Jenderal Kemenperin menyatakan penekenan nota kesepahaman tersebut diharapkan berbuah pada penurunan suku bunga pinjaman kepada sektor manufaktur.
Gati menyampaikan salah satu tujuan nota kesepahaman antara Kemenperin dengan BI adalah kemudahan akses permodalan bagi pelaku IKM. Menurutnya, BI akan menyiapkan dana sekitar 70%--75% dari yang diutuhkan oleh IKM untuk menggunakan teknologi industri 4.0 dalam proses produksi, sedangkan Kemenperin akan memfasilitasi 30%—35% dari anggaran restrukturisasi mesin khusus IKM.
“Sekarang [anggaran restrukturisasi mesin] sampai Rp15 miliar saja. Kami sudah hitung-hitung Rp25 miliar saja kurang, jadi mungkin [anggarannya menjai] Rp30 miliar. Tentu saja Bank Indonesia memberikan modal bukan untuk for free, tapi [bunga] kreditnya kompetitif,” paparnya.
Gati mengutarakan bunga yang akan diterapkan akan lebih kompetitif dari bunga kredit usaha rakyat (KUR) yakni 7%. Namun demikian, Gati mengatakan pihaknya sedang menyiapkan skema pembiayaan tersebut. “Pakai KUR tidak jalan, KUR tinggi bunganya.”
Selain itu, lanjutnya, pihaknya akan mengundang seluruh sektor manufaktur untuk mendiskusikan IKM pada sektor apa yang tepat untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Gati mengatakan fasilitas tersebut hanya bagi pelaku IKM yang serius untuk meningkatkan produktivitas unit industrinya.
Adapun, Gati mengemukakan akan mendahulukan implementasi pada sektor komponen mesin, elektronika, logam, dan industri padat modal lainnya. Gati berujar akan mulai membina pelaku IKM melakukan efisiensi lini produksi dengan menggunakan konsep enterprise, resource, and planning (ERP).
Salah satu konsep yang akan dites oleh Kemenperin adalah penggunaan kode batang (bar code) pada bahan baku untuk menelusuri efisiensi waktu produksi dan efektivitas penggunaan bahan baku. Konsep tersebut, ujar Gati, direncanakan akan digunakan pada material center di Tegal.
Seperti diketahui, Kemenperin telah mendorong penggunaan teknologi industri 4.0 pada pemasaran produk IKM dalam program “e-Smart IKM”. Gati mengklaim efisiensi proses pemasaran dari program tersebut setidaknya 60% atau 7 kali lipat. Menurutnya, pelaku industri akhirnya menggunakan biaya berlebih tersebut untuk menambah pembelian bahan baku.
Dalam implementasi teknologi industri 4.0 pada proses produksi, Gati berharap efisiensi yang ditimbulkan sejalan dengan yang dipaparkan oleh PT Scheneider Electrics Indonesia (SEI). Adapun, SEI memaparkan penggunaan teknologi industri 4.0 pada proses produksi dapat mengurangi biaya perbaikan mesin hingga 75% dan menghemat biaya energi hingga 85% dengan rata-rata penghematan sekitar 30%.
“Makanya kami bikin [program implementasi teknologi industri 4.0 pada proses produksi] karena ada harapan. Kami doron akan ke sana [tingkat efisiensi yang dihasilkan,” katanya.