Ketika berada dalam keadaan terpuruk, semua orang mengharapkan para sahabat atau orang-orang dekat datang memberi pertolongan, setidaknya menyemangati agar terus berjuang. Namun yang diharapkan tidak selalu menjadi kenyataan. Ada kalanya di saat kita sangat mengharapkan pertolongan atau dukungan dari orang-orang terdekat, kita bukan hanya tidak mendapatkan pertolongan atau dukungan, kita malah dapat ditinggal sendirian. Kita terkadang dibiarkan berkutat seorang diri menghadapi persoalan berat.
Hal ini pernah dialami rasul Paulus. "Pada waktu pembelaanku yang pertama tidak seorang pun yang membantu aku, semuanya meninggalkan aku --kiranya hal itu jangan ditanggungkan atas mereka--" (2 Tim. 4:16)
Menghadapi realitas pahit seperti ini, kita gampang menjadi kecewa, bahkan terkadang marah, karena kita merasa dikhianati. Sebuah reaksi yang tentu saja wajar adanya. Namun wajar tak selalu berarti baik. Dan Karena itu kekecewaan dan reaksi marah karena merasa dikhianati tidak harus menjadi pilihan sikap kita. Dari pada marah, lebih baik belajar mengerti bahwa mereka pasti berada dalam situasi yang sangat sulit bahkan mungkin ketakutan yang besar, sehingga mereka tidak dapat memberi pertolongan. Daripada menyimpan kekecewaan, lebih baik meyakinkan diri bahwa mereka punya alasan yang dapat dipertanggung-jawabkan sehingga mereka tak berani melakukan apa yang sesungguhnya ingin mereka lakukan dalam menolong kita.
Berpikir seperti ini akan memberikan kepada kita kemauan dan kekuatan untuk tetap mempertahankan relasi indah yang selama ini telah terjalin. Sebab relasi indah yang telah dibangun dan dinikmati dalam waktu yang lama memang tidak boleh dan tak pantas dirusak oleh satu peristiwa yang tak menyenangkan.
Selamat pagi,
Arliyanus