Anjing berkata, "Kau mengelusku, kau memberiku makan, kau memberiku tempat tinggal, kau mengasihiku, engkau pasti Allah."
Kucing berkata, "Kau mengelusku, kau memberiku makan, kau memberiku tempat, kau mengasihiku, aku pasti Allah."
Berawal dari penggalan dua kalimat diatas di halaman belakang buku "Teologi Kucing dan Anjing" ini membuatku bertanya-tanya, apa ya maksudnya dengan kalimat-kalimat ini?
Mungkin dari para pembaca ada yang sudah bisa menebak apa maksud dari kalimat diatas? Kalau aku sih sama sekali tidak ada gambaran sama sekali waktu itu, hahaha…. ( ngaku nih )
Daripada terlalu lama kita bingung, lebih baik aku bagikan disini apa yang berhasil aku tangkap dari Teologi ini.
Teologi Kucing dan Anjing, menginstropeksi hubungan kita dengan Allah
Teologi Kucing dan Anjing ini adalah Teologi yang didasarkan atas perbedaan sifat kucing dan anjing dianalogikan dengan bagaimana hubungan kita dengan Allah.
Bagi pembaca yang memelihara anjing atau kucing di rumah, yuk kita perhatikan perbedaan sikap mereka terhadap majikannya.
Kalau anjing memiliki sifat "setia dan suka melayani", masih ingat kan dengan cerita "Hachinko" yang mengharukan dimana dia setia menunggu majikannya pulang dengan duduk di bundaran stasiun selama 9 tahun meskipun majikannya sudah meninggal karena serangan jantung. Hal ini tidak lain karena sifat anjing adalah "setia mengabdi".
Lain lagi dengan kucing yang memiliki sifat "angkuh dan mandiri", bagi seekor kucing hal yang harus menjadi pusat perhatian adalah dia, oleh karena itulah kucing lebih memilih dilayani dan dimanjakan oleh majikannya.
Anjing punya majikan, kucing punya pelayan. Itulah yang tepat untuk menggambarkan perbedaan diantara keduanya.
Jika kita tarik kembali kearah memaknai hubungan kita dengan Allah, tanpa sadar kita terjebak menjadi "kucing" dan bukan "anjing" dalam berhubungan dengan Allah.
Lebih jelasnya, mari kita sama-sama mencoba untuk jujur dengan diri kita sendiri.
Benarkah selama ini kita hidup untuk memuliakan nama Allah?
Ataukah kita justru mendikte Allah untuk memanjakan diri kita, menuruti kemauan kita?
Allah, tolong berikanlah aku seseorang yang seperti Leonardo di Carpio ya, tapi jangan memiliki sifat bad boy seperti itu, tapi biarlah dia memiliki sifat seperti Hachinko yang setia sampai mati.
Nah lho, memangnya Allah bisa diperintah untuk memberikan sesuatu sesuai dengan kemauan kita? Terkadang apa yang kita inginkan itu belum tentu yang terbaik untuk kita kok, siapa tahu pada waktu sudah mendapatkan yang setia malah jadi bosan karena nggak ada tantangannya? hahahaha….
Kalau melihat contoh permohonan doa diatas berarti seolah-olah Allah itu hidup untuk menuruti kita dan bukan kita untuk Allah. Terbalik kan?!
"Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di surga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singasana, maupun kerajaan, baik pemerintah maupun penguasa ; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia." ( Kol 1 : 16 )
Seandainya segala sesuatu diciptakan untuk kita, mengapa Allah menciptakan 3/4 bumi ditutupi air? Coba renungkan. Kita sebagai manusia tidak bisa hidup diatas 3/4 dari permukaan bumi.
Why?
Karena segala sesuatu di dunia diciptakan untuk Dia, bukan untuk kita.
Penciptaan dilakukan untuk Dia dan untuk menyenangkan hati Nya!
Itulah sebabnya kita sebagai salah satu ciptaan Allah, haruslah mengingat hal ini.
Kita hidup untuk Allah, bukan Allah hidup untuk kita!
Semoga perenungan sedikit ini memberikan sedikit sentilan ke kita ( termasuk penulis sendiri ), agar mulai sekarang tidak akan menjadi "kucing" yang hanya berfokus pada diri sendiri tapi menjadi "anjing" yang setia mengabdi untuk kesenangan majikannya.
Kehidupan bukan tentang kita, melainkan tentang Allah !
~Happy Sunday All~
*sumber buku : Teologi Kucing dan Anjing, Bob Sjogren dan Gerald Robison*
Sumber: http://m.kompasiana.com/post/filsafat/2011/03/06/teologi-kucing-dan-anjing/
build-access-manage at dayaciptamandiri.com