Translate

Saturday, April 16, 2011

KEDAULATAN ALLAH

Fri Apr 15, 2011 7:56 am (PDT)
KEDAULATAN
ALLAH:
Sebuah Ajaran
Alkitabiah
 
oleh:
Denny Teguh Sutandio
 
 
 
Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam:
"Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain
dari pada-Ku.
(Yes. 44:6)
 
 
 
Judul Kedaulatan Allah ini rupanya merupakan judul
yang sudah lazim didengar di telinga banyak orang Kristen. Konsep kedaulatan
Allah sering kali disalahmengerti oleh banyak orang Kristen. Ada yang
mempercayai kedaulatan Allah terlalu ekstrem hingga meniadakan tanggung jawab
manusia (tidak bisa dibedakan dari konsep takdir), di sisi lain ada yang secara
kognitif percaya bahwa Allah itu berdaulat, namun hidupnya masih berpusat pada
diri. Sebaliknya, ada juga orang Kristen yang percaya bahwa Allah itu tidak
berdaulat karena Ia tidak mengerti apa yang terjadi di kemudian hari. Jika
terjadi penyimpangan makna kedaulatan Allah dan penyangkalan bahwa Allah itu
berdaulat, lalu apa sebenarnya arti kedaulatan Allah? Benarkah kedaulatan Allah
meniadakan tanggung jawab manusia? Seberapa signifikannya kita percaya pada
kedaulatan Allah?
 
Konsep kedaulatan Allah sebenarnya bukan hanya
inti dari theologi Reformed yang ditegaskan oleh Dr. John Calvin, namun itu
adalah inti berita Alkitab. Dari Perjanjian Lama sampai dengan Perjanjian Baru,
Alkitab dengan konsisten mengajar kita bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat
dan berkuasa atas segala sesuatu baik di Sorga maupun di bumi. Dari Kejadian 1
saja, kita telah membaca dengan jelas bahwa Allah berdaulat dan berkuasa
menciptakan bumi dan segala isinya dengan firman-Nya, lalu menciptakan manusia
dari debu tanah. Kemudian, setelah mencipta, Ia juga memelihara ciptaan-Nya,
khususnya manusia. Meskipun manusia jatuh ke dalam dosa (Kej. 3), Allah yang
berdaulat tetap memelihara mereka hingga mereka memiliki banyak keturunan. Di
Kejadian 7, kita juga melihat betapa Allah berdaulat menurunkan air bah untuk
membumihanguskan manusia yang luar biasa bejatnya pada waktu itu. Ia juga
berdaulat memilih dan memanggil Abram SAJA keluar dari Urkasdim untuk menuju ke
tanah yang Dia janjikan (Kej. 12). Tindakan Allah ini mengajar kita bahwa Allah
yang berdaulat adalah Allah yang berhak memilih siapa pun yang dikehendaki- Nya
untuk menjadi umat-Nya (bdk. Rm. 9:15). Berarti, tindakan pemilihan Allah (predestinasi)
yang membuktikan kedaulatan Allah adalah sebuah ajaran Alkitabiah! Kovenan
(perjanjian) -Nya dengan Abram (Abraham) terus dinyatakan kepada Yakub dengan
mengingatkannya bahwa Ia adalah Allah Abraham, nenek moyangnya dan Ishak,
ayahnya (Kej. 28:13). Untuk membebaskan umat-Nya dari perbudakan Mesir, Ia
menggunakan cara-cara yang dahsyat untuk mengalahkan Mesir dan menyelamatkan
umat-Nya (Kel. 14:16-30). Meskipun umat-Nya, Israel tegar tengkuk, Allah adalah
Allah yang setia pada janji-Nya, sehingga berulang kali Ia memanggil umat-Nya
kembali kepada-Nya. Dengan kata lain, Allah yang berdaulat adalah Allah yang
setia pada kovenan-Nya! Jika kita mengerti bahwa Allah sejati adalah Allah yang
setia pada janji-Nya, bagaimana dengan kita? Ketika Allah berjanji memelihara
hidup dan keselamatan umat pilihan-Nya, biarlah kita tidak lagi meragukan
janji-Nya dan percaya penuh akan janji-Nya yang adalah ya dan amin itu! Itulah yang
disebut iman (iman berarti percaya penuh pada janji Allah).
 
Meskipun mengalami pencobaan berat dari iblis
(yang dipakai Tuhan sebagai ujian), Ayub berani berkata, "Aku tahu, bahwa Engkau sanggup
melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." (Ayb. 42:2) Luar biasa,
setelah melalui penderitaan, Ayub mengakui bahwa Allah yang dipercayainya
benar-benar berdaulat. Kedaulatan Allah bagi Ayub tidak hanya dimengerti secara
kognitif, namun dialaminya sendiri bahwa Allah yang berdaulat sanggup melakukan
segala sesuatu dan tidak ada rencana-Nya yang gagal. Di sini, Ayub mengaitkan
kedaulatan Allah dengan tindakan Allah berdasarkan rencana-Nya yang telah ditetapkan-Nya
dan itu pasti berhasil (tidak ada perubahan di dalam rencana Allah)! Karena
Allah yang berdaulat adalah Allah yang telah merencanakan segala sesuatu dan TIDAK
mungkin mengubah rencana-Nya, maka sebagai responsnya, kita sebagai umat-Nya
sudah sepatutnya hidup di dalam rencana-Nya. Hidup di dalam rencana-Nya berarti
hidup beriman pada apa yang telah direncanakan- Nya dan percaya bahwa apa yang
telah direncanakan- Nya itu adalah yang terbaik bagi Allah dan umat-Nya,
meskipun kita tidak mengetahuinya dengan jelas.
 
Melalui nabi Yesaya, Allah kembali mengingatkan
umat-Nya, "Akulah
yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari
pada-Ku."
(Yes. 44:6) Melalui firman-Nya ini, kita diajar bahwa Allah yang berdaulat
adalah Allah yang kekal yang melintasi ruang dan waktu, sehingga adalah
berbahagia jika umat-Nya mempercayakan hidupnya yang terbatas pada Allah yang
tak terbatas. Bahkan yang paling penting, Allah dengan tegas menghina
patung-patung berhala dan para pembuat dan penyembahnya, karena itu adalah
kesia-siaan belaka (Yes. 44:9-17)! Dengan kata lain, Allah yang berdaulat TIDAK
dapat dibandingkan dengan ilah-ilah palsu buatan manusia, karena ilah-ilah
palsu hanyalah buatan manusia yang tidak dapat melihat, mendengar, merasa, dll.
Di sini, kita dengan jeli melihat perbedaan siapa itu Allah sejati vs ilah
palsu. Seorang yang benar-benar menyembah Allah sejati adalah seorang yang
menyadari bahwa hanya Allah saja yang berdaulat, sedangkan si penyembah TIDAK
berkuasa apa pun, sehingga ia tak perlu membela Allah (Allah sejati TIDAK perlu
dibela), karena Kebenaran sejati tetap adalah Kebenaran yang mampu menunjukkan
diri-Nya sendiri (tanpa perlu ada seorang pun yang membela-Nya) ! Sedangkan
seorang yang "katanya" menyembah "Allah" (namun sebenarnya ilah palsu) adalah
seorang yang terus merasa diri berkuasa di mana ia akan terus-menerus membela
sesembahannya (yang disembah itu tak berkuasa, sedangkan yang menyembah itu
lebih berkuasa—ironis yang lucu), sehingga barangsiapa yang menghina
sesembahannya (atau utusan dari sesembahannya) , si penyembah akan marah-marah
dan melakukan tindakan anarkis yang mengancam si penghina itu! Makin si
penyembah ini marah-marah, makin membuktikan sesembahannya itu BUKAN Allah
sejati, meskipun mengaku sedang menyembah "Allah."
 
Di
dalam Perjanjian Baru, kita juga mendapati bahwa Allah TETAP adalah Allah yang
berdaulat. Hal ini nampak pada firman dan tindakan Kristus sendiri ketika
inkarnasi. Kristus adalah Allah pribadi kedua yang tentu saja memiliki natur
Ilahi sekaligus manusia, sehingga Ia sangat mengerti kapan waktu yang tepat
untuk disalib. Tidak heran, ketika waktu Kristus belum tepat untuk disalib, Ia
menghindar (Mat. 12:14-15a). Dan ketika waktu-Nya telah tiba, maka Kristus
sendiri menyerahkan diri-Nya dengan sengaja pergi ke Yerusalem (Mat. 20:17). Bahkan
Ia sendiri menubuatkan apa yang akan terjadi kelak pada-Nya (yaitu
penderitaan- Nya) sebanyak 3x (Mat. 16:21-28; 17:22; 20:17-19). Setelah mati
disalib, pada hari yang ketiga, Ia bangkit dari antara orang mati.
Kebangkitan- Nya membuktikan bahwa Kristus juga berkuasa dan menang atas
kematian dan memberikan kuasa dan kemenangan itu kepada umat pilihan-Nya.
Setelah menampakkan diri-Nya kepada para murid-Nya dan menjelang kenaikan-Nya
ke Sorga, Ia sekali lagi menegaskan kedaulatan dan kuasa-Nya yang dahsyat, "Kepada-Ku telah diberikan segala
kuasa di sorga dan di bumi." (Mat. 28:18) Berarti, Bapa memberikan segala kuasa di Sorga
dan di bumi kepada Kristus, karena Kristus telah menyelesaikan semua tugas dari
Bapa (hal ini tidak berarti Kristus sebelumnya tidak berkuasa). Namun, apakah
berarti karena Kristus berkuasa di Sorga dan di bumi, maka para murid-Nya hanya
melongo dan mengamininya saja? TIDAK! Kristus langsung melanjutkan firman-Nya,
"Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir zaman."
(Mat. 28:19-20) YA, Kristus memang berkuasa, namun itu TIDAK berarti umat-Nya
tidak perlu berbuat apa-apa. Kedaulatan Allah justru menjadi sumber, dasar, dan
pedoman bagi umat-Nya untuk mengerjakan kehendak-Nya, yaitu: memberitakan
Injil, memuridkan orang tersebut, membaptis, dan mengajar mereka melakukan
kehendak-Nya. Di sini, berarti kedaulatan Allah TIDAK pernah meniadakan
tanggung jawab umat pilihan untuk memberitakan Injil dan memuridkan orang!
 
Di
dalam Perjanjian Baru, ketika hari Pentakosta, di depan ribuan orang yang
berkumpul di Yerusalem, Rasul Petrus memaparkan konsep lain tentang kedaulatan
Allah dengan mengatakan, "Dia
yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan
kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka." (Kis. 2:23) Di ayat ini, Petrus mengajar
kita bahwa Kristus disalib tentu menurut maksud dan rencana dari Sang Bapa,
namun penyaliban Kristus juga merupakan kesalahan dari orang Yahudi! Di sini
berarti, meskipun Allah menghendaki Kristus disalib, Ia tetap meminta
pertanggungjawaban dari orang yang telah menyalibkan Kristus! Dengan kata lain,
kedaulatan Allah TIDAK pernah meniadakan tanggung jawab manusia. Jangan selalu
menyalahkan Allah! Ketika kita terlambat kuliah atau mengajar atau bekerja,
memang keterlambatan kita ada di dalam kedaulatan-Nya, namun hal ini TIDAK
berarti Allah lah yang harus disalahkan, sebaliknya kitalah yang patut
disalahkan! Jangan menjadi orang Kristen fatalis yang selalu mengaitkan apa pun
dengan takdir!
 
Kedaulatan
Allah juga diajarkan dengan tegas oleh Rasul Paulus melalui surat-suratnya.
Surat Paulus yang paling jelas mengajarkan kedaulatan Allah adalah suratnya
kepada jemaat di Roma. Di surat Roma, Paulus dengan gamblang menguraikan konsep
pemilihan Allah (predestinasi) dari pasal 8 ayat 29 sampai dengan pasal 11
(khususnya Rm. 9:15). Konsep kedaulatan Allah juga ditegaskan Paulus ketika
mengajar jemaat Roma, "Kita
tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang
terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Rm. 8:28) Selain itu, di suratnya kepada jemaat
Efesus, Paulus pun dengan jelas mengajarkan konsep pemilihan Allah dengan
mengatakan, "Sebab
di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita
kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya." (Ef. 1:4) Dari dalam penjara, Paulus kembali
mengingatkan jemaat Kolose yang sedang diracuni oleh ajaran sesat (Yudaisme dan
Gnostisisme) bahwa Kristuslah yang terutama (Kol. 1:15). Kedaulatan Allah juga
diajarkan Paulus melalui pengalamannya sendiri ketika Allah berdaulat TIDAK
mengabulkan permintaannya, namun memberi kekuatan kepadanya untuk menanggung
kelemahan itu (2Kor. 12:7-9). Di sini, kita belajar bahwa Allah yang berdaulat
adalah Allah yang bebas bertindak apa pun sesuai kehendak-Nya di mana Ia bebas
mengabulkan permintaan umat-Nya dan bebas TIDAK mengabulkan permintaan
umat-Nya, namun di balik semuanya, Allah memiliki kehendak yang terbaik bagi
Dia dan umat-Nya. Jaminan inilah yang menguatkan kita tatkala permintaan kita
dikabulkan atau tidak dikabulkan oleh-Nya, karena Ia sangat mengerti apa yang
kita perlukan. Mengapa Ia mengerti keperluan kita? Karena kita adalah
anak-anak-Nya yang telah diciptakan dan ditebus oleh Putra Tunggal-Nya,
Kristus.
 
Kepada
Rasul Yohanes, Allah mewahyukan diri-Nya yang berdaulat (melalui kedahsyatan
kuasa Kristus) melalui simbol 6 meterai yang dibuka di mana ketika Anak Domba (Kristus)
membuka meterai keenam dan terjadi gempa bumi, dll, maka Alkitab mencatat bahwa
semua orang dari tingkat tertinggi sampai terendah, dari terkaya sampai
termiskin berseru kepada gunung-gunung dan batu karang, "Runtuhlah menimpa kami dan
sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka
Anak Domba itu."
(Why. 6:16) Dari ayat ini, kita belajar bahwa Allah yang berdaulat adalah Allah
yang berkuasa memelihara umat-Nya dan mengalahkan semua musuh umat-Nya kelak di
akhir zaman, sehingga jaminan ini menguatkan kita tatkala kita harus menderita
aniaya, fitnah, dll. Di dalam penderitaan, jangan membalas musuh yang
menganiaya dan memfitnah kita, tetapi kasihi mereka dan serahkanlah semuanya
pada Allah, karena pembalasan adalah hak Allah (Rm. 12:19; Ibr. 10:30).
 
Setelah
mempelajari kedaulatan Allah secara ringkas dari Alkitab, bagaimana respons
kita? Biarlah kita makin dibakar hati kita untuk semakin mengenal Allah sejati
yang berdaulat, taat pada firman-Nya, dan menjalankan firman-Nya dengan
kegentaran sekaligus sukacita yang meluap berdasarkan pimpinan Roh Kudus. Amin.
Soli Deo Gloria.
"Tuhan sering kali menggunakan dosa-dosa orang lain untuk menyingkapkan kelemahan kita sendiri."
(Rev. Bob Kauflin, Worship Matters, hlm. 382

build, access and manage your IT infrastructure and web applications