Translate

Sunday, May 26, 2019

WHEN YOU FALL and YOU HAVE TO STAND UP AGAIN

WHEN YOU FALL and YOU HAVE TO STAND UP AGAIN

(Pada saat anda jatuh dan anda harus bangun lagi!)

Ternyata dunia ini penuh dengan ilmu, seperi halnya kita tersesat di hutan belantara dan banyak pohon-pohon dengan buah-buahan yang ranum dan lezat tergantung di mana-mana. Masalahnya adalah apakah kita rajin mengamati dan mau "memetik" pelajaran dari apa yang anda amati.

Hari yang cerah di musim semi tahun 2017. Siang itu saya berjalan jalan sore di Venice Beach, California. Dan tanpa sengaja saya bertemu dengan Daniel, seorang CEO sebuah start-up company di Los Angeles. 
Saya mengenalnya karena tanpa sengaja kami berada di Cafe yang sama sambil
menikmati segarnya pantai di Venice Beach. 
Perusahaan Daniel bergerak di bidang advertising dan multi media khusus untuk gastronomy industry (food and beverage). Usahanya sangat sukses, bisnis tumbuh pesat, karyawan nambah, customer happy.
Kelihatannya hidupnya Daniel lancar, mulus dan tanpa rintangan.
Saya pikir begitu...

Daniel tertawa terbahak bahak "Are you freaking kidding me? My life was full of shit before I became the man I am today!"

Wah ternyata hidupnya Daniel bagaikan roller coaster  yang baik turun dengan drastis. Kita dengarkan cerita Daniel.

Waktu baru lulus SMA Daniel sangat tertarik untuk belajar memasak dan ingin menjadi Chef kelas dunia. Berangkatlah Daniel mengembara ke Perancis dan ingin belajar dari Chef terkenal di Paris. Memulai menjadi tukang cuci piring, kemudian menjadi pelayan (waitress) dan akhirnya Daniel menjadi asisten Chef.
Di situlah dia digembleng dengan pengalaman memasak berbagai makanan mewah. Daniel punya cita-cita , ingin menjadi Chef terkenal di New York.  Jadi setelah menimba pengalaman bertahun-tahun di Paris, Daniel pun pulang ke New York dan bersama seorang sahabat ayahnya , mereka membuka restoran sendiri di New York.

Semua orang New York tahu bahwa untuk menjadi restoran terkenal di sana, kita harus mendapatkan review dari koran "New York Times".
Daniel pun bercita-cita 
untuk mendapatkan review terbaik (5 star) dari koran ternama tersebut. 
Daniel berjuang keras membangun restorannya, dan ternyata Daniel mendapatkan banyak pujian hebat dari tamu-tamunya, bahkan dari beberapa celebrities!

Maka Daniel pun memberanikan diri untuk menulis email ke New York Times untuk mengundang mereka.
Untungnya mereka bersedia datang. Mereka bilang mereka akan datang incognito dan anonyme minggu depan, dan review nya akan ditampilkan pada hari Senin berikutnya.
Daniel dan teamnya bekerja keras dan dia pun happy dengan performance team nya.

Senin yang dinanti-nanti datang, dan ternyata Daniel mendapatkan satu star. Kategori yang terburuk yang bisa didapatkan.
Kritikusnya menulis,"Service dan quality makanan di restoran itu begitu buruknya. Dan saya mempunyai misi untuk menyelamatkan warga New York dari restoran seburuk ini!"

Daniel tidak percaya dengan mata dan teliganya. Tetapi akhirnya Daniel memutuskan untuk meninggalkan kariernya di bidang retoran.

Daniel begitu frustasi dan memutuskan untuk hidup menyendiri di rumah liburan milik ayahnya di sebuah pulau terpencil dan tinggal sendiri di sana selama 5 tahun.

Setelah beberapa bulan di sana, Daniel pun mulai belajar berinvestasi pasar saham melalui internet. Bermodalkan seluruh tabungan yang masih tersisa (sekitar 50 ribu dollar), Daniel pun mulai berinvestasi. Tadinya sambil belajar Daniel berhati-hati, dan pelan-pelan uangnya berkembang terus sampai akhirnya setelah 5 tahun uangnya mencapai setengah juta dollar.

Dan ternyata badai menerpa kehidupan Daniel lagi. Suatu hari, di tengah dahsyatnya krisis financial yang melanda dunia, Daniel kalah besar dan kehilangan seluruh uangnya! Tanpa sepeserpun ada di cash nya.

When you think you cannot go any lower, well, you can still go lower.

Kali ini Daniel sakit dan masuk rumah sakit selama 3 bulan.
Pada saat dia diopname, datanglah teman SMA nya (William). William sekarang tinggal di Los Angeles. William ingin memulai usaha di bidang advertising khusus untuk gastronomy, dan dia memerlukan expert di bidang food industry. William sudah berhasil menemukan angel (investor) yang bersedia menyuntikkan dana.
Itulah kenapa William mencari Daniel dan mengajaknya untuk berpartner. 
Daniel pun langsung termotivasi, sembuh dari sakitnya, mengepak barang-barangnya dan pindah ke Los Angeles.
Lima tahun kemudian usaha itu sukses luar biasa.

You dont know how close you are to your final destination !

Daniel meneruskan,"Pam, saya mengenal orang yang gagal belasan kali dan terus mencoba lagi sampai akhirnya berhasil. Saya merasa beruntung sekali hanya gagal dua kali dan saya  berhasil di usaha saya yang ketiga. Tetapi kita tidak akan pernah tahu seberapa dekat kita kepada tujuan akhir kita!
Jadi jangan pernah menyerah!
Siapa tahu ternyata kesuksesan itu hanya selangkah lagi ? Apakah kita tidak menyesal?

Wow, keren banget pendapatnya Daniel. 
Di situlah pentingnya "resiliance", atau bahasa Indonesianya kegigihan, keuletan, keukeuh, tahan banting!
Selalu mencoba dan mencoba lagi setelah jatuh.
Selalu bangun dan bangun lagi setelah jatuh!
Tidak pernah menyerah, dan tidak pernah berhenti sebelum mencapai kesuksesan!

Saya pun  bertanya pada Daniel, bagaimana meningkatkan resiliance kita.

Inilah lima langkah yang direkomendasikan Daniel ....

a) Face down reality
    (Accept it and have    
      a low expectations)

Apapun yang terjadi terimalah apa yang kita alami. Semakin  keras kita menolak, kita akan semakin menderita. Manage expectations anda. Jangan berharap terlalu tinggi! Nanti kekecewaan anda juga akan semakin dalam.
Sadarilah bahwa hidup itu memang akan penuh dengan kerja keras, penderitaan, cobaan, ujian, hambatan, rintangan, celaan, hinaan, penderitaan sebelum akhirnya anda mencapai keberhasilan. Tidak ada pilihan lain!

b) Search for purpose of your life, dream and set your objective

Bermimpilah, bercita-citalah yang tinggi, pasanglah target dalam kehidupan anda. Terobsesilah dengan target anda. Jangan berhenti sebelum target anda tercapai!

c) Stop, look, listen and learn

Jangan hanya sekedar mencoba lagi. Di setia akhir dari usaha anda (mau berhasil atau gagal), belajarlah dari pengalaman itu. Evaluasi sendiri, atau kalau perlu tanyakan pada orang lain...
- apa yang sudah anda lakukan dengan baik dan teruskan
- apa kekeliruan yang anda lakukan dan sebaiknya anda stop
- adakah cara lain yang belum anda coba

d) Continuously Improvise

Terus meneruslah berksperimen dan mencoba-coba. Setiap awal usaha adalah waktu yang tepat untuk mencoba melakukan sesuatu yang baru. Kalau cara lama belum berhasil ya mungkin sebaiknya ditinggalkan dan mencari (mencoba) cara yang lain.

d) Remember, your life is not a sprint, your life is a marathon

Last but not least. Ingatlah bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan panjang (marathon). Hidup ini bukan lari jarak pendek 100 meter. Gagal sekali dua kali atau bahkan belasan kali juga gak apa apa. Asalkan kita bangkit dan bangkit lagi!

The real failure is when we stop trying.
Kegagalan yang sebenarnya adalah ketika kita  berhenti mencoba!

Jadi ingat ya, 5 langkah untuk meningkatkan kegigihan dan keuletan kita ....

a) Face down reality
    (Accept it and have a low expectations)
b) Search for purpose of your life
c) Stop, look, listen and learn
d) Continuously Improvise
e) Remember, your life is not a sprint, your life is a marathon

Los Angeles, 11 Maret 2017
Salam Hangat

Pambudi Sunarsihanto

Fanky Christian
IT Infrastructure Specialist
Smartcityindo.com
StartSmeUp.Id

Chairman DPD DKI APTIKNAS
Vice Chairman ASISINDO
Secretary ACCI

Friday, May 24, 2019

Permulaan belajar adalah hasrat ingin tahu

Semalam saya mendengar bahwa seorang coach meghabiskan Dan membaca 2 buku sehari. Dengan membaca , ia mendapatkan banyak hal baru. Ada lagi yang berkata, seorang entrepreneur sukses membaca banyak buku dibandingkan dengan orang biasa pada umumnya.

Kemudian saya membaca bagaimana Tuhan Yesus juga menggunakan waktunya untuk belajar, yaitu membaca Dan mendengar Firman di bait suci. Semua ini menunjukkan sisi manusia Tuhan Yesus, di mass mudanya, sangat besar keingintahuannya.

Ini juga berlaku untuk kita, apakah kita menggunakan waktu kita untuk terus belajar?

Belajar tidak melulu harus membaca, bahkan mendengar pun juga menjadi cara kita belajar. Coba lihat apa yang kita lakukan dari pagi. Apakah kita mendengar music, berita, atau Firman Tuhan? Apakah kita membaca hal yang baik?

Tetaplah jaga keingintahuan kita.

Friday, May 17, 2019

TELL YOUR STORY

TELL YOUR STORY

Senja mulai menyapa Jakarta. Kuning kemilau mulai mewarnai
langitnya. Saya sedang on the way menuju Setia Budi One , menemui seorang pembaca saya.
Namanya Dissa, dia bekerja sebagai Finance Manager di sebuah perusahaan asurandi multinasional .
Dissa sudah lama membaca tulisan saya secara regular dan beberapa kali mengajak saya dinner berdua.
Akhirnya saya berhasil menemukan waktu di sela-sela kesibukan saya.

Saat saya memasuki rumah makan Vietnam di building itu, saya melihat Dissa sudah duduk di pojok dengan celana panjang, kemeja hitam dan rambut yang pendek dan make up yang tipis, menunjukkan style tomboy yang dia sukai.
Kami memesan mie ayam dan beberapa lumpia Vietnam.
Dan mulailah Dissa bercerita.

"Pak Pam kan kerjanya di HR, topicnya kan banyak yang menarik dan fun. Jadi kalau presentasi banyak yang suka mendengarkan. Saya ini kerja di bagian Finance. Sering kali pekerjaan saya boring dan bahkan presentasinya kadang-kadang tentang efficiency atau cost cutting. Mereka dengerinnya aja gak semangat. Saya presentasi jadi males dan bete. Gimana caranya?"

Kata-kata itu meluncur dengan begitu cepat dari bibir mungilnya. Saya baru menyadari betapa beningnya mata Dissa setelah menatapnya sekian lama.

Pertanyaan Dissa sangat relevant. Kita semua seringkali harus presentasi untuk kepentingan bisnis kita. Tetapi bagaimana mau presentasi kalau pendentarnya aja males mendengarkan.
What is the aswer? Dont do presentation , tell your story,
Dont be a presenter, Be A storyteller.

Seorang story teller itu seperti sutradara film. Bisa bikin film action, film comedy, film drama atau film sedih sekalipun. Berart Dissa juga bisa bikin story yang sama.
Seperti film sedih, Dissa bisa tell cerita sedih kalau target penjualan perusahaan tidak tercapai.
Dissa bisa bikin film yang happy kalau pencapaian perusahaan melampaui objective dan waktunya bagi bagi bonus yang besar.
Tapi Dissa juga bisa bikin film horror kalau harus menakut-nakuti semua orang agar memotong pengeluaran, kalau tidak , target keuntungan tidak akan tercapai.
Voila !

Intinya adalah bagaimana menyajikan ide yang harus disampaikan dalam bentui cerita (atau movie).
By the way,  film favorite saya adalah James Bond. Karena pintarnya sutradara memainkan alur cerita.
Jadi pada awal kita selalu disuguhi adegan action yang keren (biasanya James Bond sedang menjalankan misi sebelumnya di negara lain).
Jadi penonton sudah bilang, wah keren banget. Kemudian baru disusul adegan James Bond ketemu bossnya, lalu ke negara lain menjalankan misinya, ketemu Bond girl, ....etc ... dan pada akhirnya ditutup dengan adegan action lagi.

What does it tell us? Kita mulai dengan big bang di awal, baru kita teruskan alur cerita dan kemudian kita tutup dengan big bang lagi!
Berarti Dissa (dan kita semua) bisa melakukan hal yang sama pada saat kita presentasi untuk masalah bisnis yang akan kita sampaikan.

Untuk lebih lengkapnya tentang bagaimana mengubah presentasi kita menjadi story telling, kita ikuti beberapa rekomendasi di bawah ini :
FIRST: Decide what kind of story you will tell,
THEN
a) STATE THE SURPRISING FACT
b) BUILD THE INTEREST
c) SELL YOUR IDEA
d) CLOSE WITH A BIG BANG

Kita bahas satu persatu ya....

FIRST: Decide what kind of story you will tell,
Jadi kita harus menentukan story kita seperti apa, berita apa yang kita sampaikan?
Berita gembira karena target terlampaui? Berita sedih karena target gagal tercapai?
Sense of urgency karena harus melakukan pengetatan cost?
Genre dari story ini sangat penting, dan akan menentukan alur berikutnya.

a) STATE THE SURPRISING FACT
Seperti James Bond, bukalah story anda dengan sesuatu yang menarik, mengejutkan, mendebarkan atau menegangkan.
Anda bisa share sebuah number yang menarik, statistik yang mengejutkan atau fakta yang belum diketahui mereka.

b) BUILD THE INTEREST
Setelah itu teruskan dengan kelanjutan cerita sambil membangun interest dan importance.
Mengapa topic yang akan anda share menjadi penting?
Apa resiko dan consequence kalau initiative anda tidak diimplementasikan?
Apa manfaatnya bagi perusahaan secara jangka pendek maupun jangka panjang?

c) SELL YOUR IDEA
Kemudian sampaikanlah ide anda. Hanya anda harus mengganti mindset anda, dari mempresentasikan ,
menjadi menjual ide anda.
Pada saat anda berfikir presentasi, ya mungkin anda akan berbicara dengan slide anda selama 30 menit, setelah itu? nothing?
Sementara kalau anda mempunyai mindset menjual ide anda, maka anda harus mempengaruhi mereka.
Apa yang anda katakan harus mengubah behavior mereka. Dan anda belum selesai selama anda belum meyakinkan mereka!
Jadi ingat ya, do not tell your idea, you sell your idea. 
Beda cuma satu huruf, tapi beda mindset nya besar, usaha anda juga berbeda, dan hasilnya harus juga berbeda.

d) CLOSE WITH A BIG BANG
Terakhir, tutuplah session anda dengan sesuatu yang mengejutkan secara positive. Sampaikan penutup yang akan diingat ingat mereka, angka, statistic, fact , finding, resiko, opportunity atau apapun, yang membuat mereka teringat dan akan melakukan change of behavior yang anda harapkan.


Jadi ingat ya, kalau anda ingin presentasi bisnis anda menjadi lebih effective, ubahlag style anda dari presenter menjadi storyteller.
Lakukan beberapa langkah di bawah ini:
FIRST: Decide what kind of story you will tell,
THEN
a) STATE THE SURPRISING FACT
b) BUILD THE INTEREST
c) SELL YOUR IDEA
d) CLOSE WITH A BIG BANG

Salam Hangat 

Pambudi Sunarsihanto



Fanky Christian
IT Infrastructure Specialist
Smartcityindo.com
StartSmeUp.Id

Chairman DPD DKI APTIKNAS
Vice Chairman ASISINDO
Secretary ACCI

Thursday, May 16, 2019

From Workforce to Worktask Planning - Dave Ulrich

Selengkapnya artikel tsb:

*From Workforce to Worktask Planning*
- Dave Ulrich
Published on March 12, 2019


Everyone realizes that better talent (and culture) will help an organization succeed. Over the years, many have attempted to improve talent—this effort is loosely called workforce planning.

● Markov chains helped forecast headcount requirements given the probability of retirements, turnover, promotions, and transfers.

● Competency models moved beyond headcounts to skillsrequired given a particular business strategy.

● Organization capability models aligned individual skills into collective organization capabilities (or culture) that would win in the marketplace.

● Leaders identified strategic positions as those that would create wealth for the firm through increasing revenue or decreasing costs, impact firm's customers, and have variability on performance. They could then make plans to align talent to these key positions.

All of this (and related) efforts focus on the "workforce" and define talent as people (headcount, individual competencies, collective capabilities, and strategic positions). Through workforce plans, talent management systems help businesses define, source, orient, improve, and motivate employees.
Today's work world sees an onslaught of technological innovation. The speed and power of computing increases, producing digital concepts that include cloud/big data, social media, gamification, internet of things, robots/chatbots, virtual or augmented reality, blockchain, artificial intelligence, cognitive automation, machine learning, deep learning, and so forth. Through these digital tools, the use of technology has evolved from focused reasoning to statistics to deep neural learning systems. When technology can mimic the brain function, machines can even create deep learning. The human brain is wired with about 100 billion neurons and 100 trillion synapses. Computers currently have approximately 1 billion synapses—not close to human brain capacity. Thus technology is an assistant (enabler, supporter, partner, helper) and not a replacement for people. Though it will not match neurological brain power, as technology evolves, it will have the capacity to use data to make decisions and to learn (e.g., IBM's "Watson" learned to play chess as well as or better than a human being).
What does technological and digital revolution have to do with workforce planning? In today's companies, work can be accomplished in many ways: by full-time employees, part-time employees, contract employees (outsourced, consultants), and now AI (robots, augmented reality, machine learning). With this variety of ways of doing work (including technology), the focus of talent management is less on planning a workforce than on accomplishing worktasks. The logic of worktask planning has seven steps, as shown in figure 1.


Summary of Steps to Worktask Planning:

*1. Create strategic clarity.*
Strategy is about gaining consensus and clarity around 1) where we are going to compete (e.g., industry, market, customers), and 2) how we will compete (e.g., price, product, customer intimacy).

*2. Define desired organization capabilities.*
What are the capabilities we require to be competitive over time (e.g., information asymmetry, customer service, innovation, agility)?

*3. Specify strategic positions.*
What are the key roles or positions in the company that will deliver value to customers in unique ways?

*4. Describe the key tasks of the strategic position(s).*
What does the role or strategic position do?

*5. Decompose tasks into specific activities.*
What are the key activities of accomplishing the tasks? Delineate these tasks in terms of specific behaviors or actions.

*6. Identify alternative ways of doing these tasks.* 
Recognize and identify the work options for accomplishing the specific tasks (full-time, part-time, consultant, outsource, or technology [AI]).

*7. Match worktasks with work options.*
Fill in the matrix, identifying which tasks could be accomplished by which work options. Create the criteria for designating the way tasks could be accomplished by asking questions about each task. For example, does this task:

■ Link to strategic or essential work?

■ Require proprietary or generic skills?

■ Entail optimal or satisficing results?

■ Emphasize insight/creativity or efficiency?

■ Call for unique solutions or standardized responses?

Using this logic, decomposed tasks (A, B, C, etc. in the figure) that require strategic, proprietary, optimal, insightful, and unique solutions are more likely to be done by full-time employees who become a source of strategic differentiation. Tasks that are characterized as essential, generic, satisficing, efficient, and standardized may be done through automation with technology-enabled solutions. Part-time, consultant, and outsourced employees will preform a mix of the types of worktasks.
Decomposing tasks and adding AI as a possible provider of the work changes workforce planning (people) to worktask planning (task accomplishment).
Worktask planning may affect almost any industry going through transformation. Hospitality industries (Airbnb as well as traditional hotel chains) may use AI for guests to select, register, and check out of lodgings. Hailing and contracting for driving options (e.g., Uber, Lyft) may be scheduled through blockchain information. Big-box retail stores may have automated supply chain, stocking, and check out. Quick service (and other) restaurants may have automated ordering, food preparation, serving, and cleaning. E-commerce with smart retailing already uses big data to tailor to customer needs through order and delivery. Other industries (healthcare, education, manufacturing, financial services, and so forth) could also shift to worktask planning to more efficiently define and deliver tasks.
This new approach to work does not discount people but relies on people for strategic, creative, and unique tasks. Removing the more routine and standard tasks to technology and automation increases employee well being, customer service investor confidence.
HR professionals need to broaden their talent management horizon to recognize that work is not just accomplished by full-time, part-time, or contracted people, but also through automation and technology. Most of us have experienced early versions of the worktask logic when we fill our car with gas. Most have become accustomed to self-service rather than relying on people service in this instance. The worktask logic presented above magnifies this gasoline self-service approach many times over, making the next phase for accomplishing work exciting to anticipate.


_Dave Ulrich is the Rensis Likert Professor at the Ross School of Business, University of Michigan and a partner at The RBL Group, a consulting firm focused on helping organizations and leaders deliver value._


Fanky Christian
IT Infrastructure Specialist
Smartcityindo.com
StartSmeUp.Id

Chairman DPD DKI APTIKNAS
Vice Chairman ASISINDO
Secretary ACCI

Friday, May 10, 2019

SOMETIMES

SOMETIMES, IT IS NOT ABOUT HOW SMART YOU ARE
SOMETIMES, IT IS NOT ABOUT HOW GOOD YOU ARE
OFTEN, IT IS ABOUT HOW HARD YOU WORK

Dunia sepakbola baru saja dikejutkan oleh dua keajaiban minggu ini.
Pertama: Liverpool sudah kalah 3-0 dari Barcelona (one of the biggest club in the world) di leg pertama, tetapi kemudian berhasil menang 4-0 di leg kedua.
Kedua: Totenham Spurs sudah kalah 1-0, di leg pertama dan kalah 2-0 di leg kedua, akhirnya berhasil menceyak tiga gol di babak kedua dan lolos ke final champion league.
Dua kesebelasan inggris mengalahkan lawan-lawan yang lebih bagus dari mereka , Barcelona adalah salah kebeselasan terbesar dunia, dan Ajax membuktikan kebehatannya dengan melibas Real Madrid di babak sebelumnya.

Mengapa kesebelasan yang jelas lebih bagus itu kalah? 
Ternyata dalam kehidupan ini, yang berhasil seringkali bukanlah yang paling cerdas atau yang paling bagus. Ternyata daya juang atau kegigihan seringkali lebih menentukan keberhasilan anda. Dan ternyata itu tidak hanya dalam sepak bola. Dalam kehidupan dan karier kita saya suka menganalogikan dengan pembalap mobil.
Pembalap mobil yang bagus harus:
punya mesin ber-CC tinggi (ini adalah kecerdasan kita, IQ)
mampu menyetir mobil ( ini adalah kemampuan  kita berkomunikasi dengan orang lain, Emotional Intelligence)
berani menginjak gas dan melaju dengan kedepatan tinggi (ini adalah Adversity Quotient, daya juang, fighting spirit dan keinginan kita untuk mengubah nasih)
mempunyai radiator yang bagus dan mendinginkan mesin (ini adalah kemampuan kita mengendalikan stress kita)

Faktor ketiga (adversity quotient), daya juang dan kegigihan anda seringkali menentukan apakah anda akan berhasil atau tidak.

Nah, jelas kan sekarang, mengapa orang yang paling pintar belum tentu yang paling berhasil?
Dan orang yang dulu lulus dari Universitas dengan IP 4.0 belum tentu mempunyai karier yang lebih bagus.
SOMETIMES, IT IS NOT ABOUT HOW SMART YOU ARE
SOMETIMES, IT IS NOT ABOUT HOW GOOD YOU ARE
OFTEN, IT IS ABOUT HOW HARD YOU WORK.

This is a good news for all of us.
 Buat yang merasa pintar (dan mungkin dibuktikan dengan hasil test IQ), berarti anda bisa mencapai hasil yang lebih hebat lagi, kalau anda bekerja keras.
Buat yang merasa tidak pintar , dan merasa tidak percaya diri karenanya, anda juga bisa berhasil, asalkan anda bekerja keras dan lebih keras daripada yang lain.
Voila!

Masalahnya perjalanan untuk mencapai keberhasilan memang tidak mudah.
Apakah anda sanggup berjuang seperti Liverpool? Yang sudah kalah 3-0 dari raksasa Barcelona? Dan tetap berjuang keras dengan gigihnya dan mencetak tiga gol?
Apakah anda sanggup  berjuang seperti Totenham Spurs? Yang sudah ketinggalan 3 goal dari Ajax, dan tetap berjuang keras dan mencetak 3 goal dalam 30 menit hingga akhirnya mencapai babak final Champions League?
Sanggupkah anda?

Banyak yang bercita-cita tinggi, sedikit yang mampu berjuang keras terus menerus untuk mencapai mimpinya.
Terus bagaimana dong kita bisa membentuk daya juag dan kegigihan kita?
Coba kita ikuti beberapa rekomendasi di bawah ini:

a) Learn the life of successful people, and expect a hard way, not an easy one

Baca buku (atau lihat filmnya),"The pursuit of happiness".
Dan anda akan mengerti betapa berat perjuangan yang harus anda lakukan untuk mencapai keberhasilan itu. Semua yang berhasil melalui jalan yang sama terjalnya!
Bersiap-siaplah, jalan menuju keberhasilan anda juga akan keras, panjang , penuh tantangan dan hambatan.

b) Don't underestimate the amount of time required

Hampir semua orang menyukai yang instant(kopi instant, mie instant ...dll). Dan mereka berharap ada kesuksesan yang juga bisa diraih dengan instant! No way! Keep Dreaming. Teruslah bermimpi (dan anda akan kecewa saat bangun).

Anda akan perlu waktu yang panjang untuk mencapai keberhasilan itu.
Bersiap siaplah, jaga stamina.
Karena keberhasilan adalah maratjon , bukan lari sprint!


c) Have a big why

Anda memerlukan cita-cita yang tinggi, dan alasan (purpose) yang jelas mengapa anda ingin mencapainya.
Untuk mengembangkan kegigihan (persistence), anda memerlukan motivasi yang jelas dan cita-cita yang tinggi. You should know why you want your goal in the first place. And your why must be bigger than the obstacles. The bigger your why the better.

d) Know how to handle failure

Tidak mungkin perjalanan marathon anda akan hanya diisi dengan cerita indah penuh kesuksesan. Akan banyak kegagalan yang akan anda alami sebelum anda mencapai cita-cita anda. Akan banyak celaan, hinaan, damprat, sindiran yang akan anda dapatkan.
Failure is a certainty on the path to success. 
Kalau anda tidak mampu menangani kegalalan anda, energi dan motivasi anda akan turun, dan akan susah untuk bangkit lagi.
Orang berhasil itu bukannya tidak pernah gagal, mereka sering kali gagal, tetapi mereka mampu  bangkit dan bangkit lagi.

e) Manage your stress

Seperti halnya mobil yang melaju kencang di jalan tol, anda perlu radiator yang bagus untuk mendinginkan mesin anda.
Kalau anda tidak mampu mengatasi stress anda lama lama otak anda akan "turun mesin.
Kelilingilah hidup anda dengan keluarga yang menyayangi anda atau teman teman yang fun atau hobby yang menyenangkan hati anda.
Hal hal itu akan mendinginkan stress level anda .

Dengan cara itu, anda akan mampu bertahan dan terus menerus termotivasi untuk menjalani marathon kehidupan demi mencapai keberhasilan anda.

Jadi ingat kelima hal ini,
untuk membangun daya juang dan kegigihan anda:
a) Learn the life of successful people, and expect a hard way, not an easy one
b) Don't underestimate the amount of time required
c) Have a big why
d) Know how to handle failure
e) Manage your stress

Salam hangat,

Pambudi Sunarsihanto

Thursday, May 09, 2019

16 Step Belajar Data Analysis dengan Phyton tanpa dasar programming



Restart from basics, here's the learning path ✅ Step 1 Know Data Science https://lnkd.in/fMHtxYP ✅ Step 2 Understand How to answer Why https://lnkd.in/f396Dqg ✅ Step 3 Machine Learning Key Terminology https://lnkd.in/fCihY9W ✅ Step 4 Understand basics of data and algorithms https://lnkd.in/gYKnJWN ✅ Step 5 Start learning data science with zero-programming experience https://lnkd.in/fUZKqjg ✅ Step 6 Selecting course on data science https://lnkd.in/fXBw833 ✅ Step 7 From Excel to Pandas https://lnkd.in/fnU5apw ✅ Step 8 Communication & Data Storytelling https://lnkd.in/eqf5gUV ✅ Step 9 Data Manipulation with Python https://lnkd.in/g4DFNpJ ✅ Step 10 Data Visualization with Python (Matplotlib/Seaborn): https://lnkd.in/g_3fx_6 ✅ Step 11 Advanced Pandas https://lnkd.in/fZWGp9B ✅ Step 12 Tricks on Pandas by Real Python https://lnkd.in/fXc9XSp ✅ Step 13 Becoming Efficient with Pandas https://lnkd.in/f64hU-Y ✅ Step 14 Pandas Advances Tips https://lnkd.in/fGyBc4c ✅ Step 15 Jupyter Notebook (Beginner) https://lnkd.in/fTFinFi ✅ Step 16 Jupyter Notebook (Advanced) https://lnkd.in/fFufePv Youtube : https://lnkd.in/ftVzrtk

Thursday, May 02, 2019

Apa yang diperlukan dunia pendidikan kita sekarang ?

Menyambut Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2019, sebuah tantangan besar kembali ada di depan kita bersama. Apalagi ini terkait dengan Industri 4.0 yang selama ini digaungkan dimana-mana. Pemerintah kita menyadari, pentingnya untuk merubah, atau menyesuaikan pola pendidikan yang ada sekarang.

Pertama, kita harus merubah pola pikir anak-anak kita, yang tadinya hanya berpikiran untuk bekerja, tapi menjadi wiraswasta, menjadi entrepreneur. Dengan perubahan pola target, yang semula hanya ingin bekerja, tapi menjadi pengusaha, diharapkan Indonesia akan memiliki anak muda yang berpikiran positif dan optimis. Ini peran yang tidak hanya dimainkan oleh para pendidik, tapi juga para orangtua.

Kedua, kemampuan entrepreneurship tidak bisa hanya mengandalkan dibentuk oleh kampus. Tapi jauh awal sebelumnya. Mulai dari SD, SMP, mereka harus dibiasakan untuk aktif, kreatif, dan melakukan inovasi. Ini penting, karena dasar inilah yang menjadikan mereka akan menjadi entrepreneur tangguh.

Ketiga. Perubahan pola belajar kita sudah harus bisa lakukan. Anak-anak akan belajar secara otodidak, diberikan target, serta proyek. Mereka sudah harus terbiasa menggunakan pola e-learning. Membiasakan mereka dengan pola pembelajaran digital akan menjadi tantangan besar. Tidak semua guru, para pendidik, dan sekolah siap menerapkan ini. Oleh karena itu sangat penting untuk meningkatkan kemampuan guru dan sekolah menyambut pembelajaran digital.

Keempat Fokus ke STEAM (Science, Technology, Engineering, the Arts and Mathematics). Dengan STEAM, anak-anak kita akan diminta untuk aktif bertanya, berdialog dan memiliki pola pikir kritis.
Dengan STEAM, ini akan memacu generasi muda untuk mampu bersaing dalam bidang terkait teknologi informasi. Dengan STEAM, anak-anak kita akan diminta aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Kita masih menantikan pemerintah kita berfokus menyiapkan STEAM ini.

Kelima. Libatkan industri. Meskipun sudah ada DUDI yang terlibat, tapi kurikulum akan selalu tertinggal dibandingkan kebutuhan dunia usaha dan industri. Oleh karena itu proses akselerasi oleh DUDI sangat penting terus dilakukan, terutama dalam bentuk keterlibatan pelatihan, workshop, hingga pemagangan untuk siswa atau mahasiswa. Diharapkan dengan keterlibatan aktif ini, maka semakin menajamkan skill generasi muda kita.

Dan terakhir, tetaplah semangat dan berusaha. Karena kita yakin, untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita, banyak hal terkait. Mulai dari keluarga, kehidupan iman dan beragama, pemahaman dan kecintaan terhadap bangsa dan negara, budaya, semua itu saling terikat membentuk dunia pendidikan kita. Selamat Hari Pendidikan Nasional Indonesiaku.

Penulis: Fanky Christian, founder Daya Cipta Mandiri Solusi, SmartCityIndo, aktif di APTIKNAS.

What is the firasat thing You do