Cermin vs foto, mungkin tidak pernah kita pikirkan lebih dalam, karena mereka mudah sekali kita temukan dalam kegiatan sehari-hari.
Cermin memantulkan apa yang ada di depannya. Seolah semua bagus, apa yang tampak di depan cermin adalah apa juga yang ada di depannya. Anakku Vicky mulai menghabiskan waktu 5-10 menit didepannya.
Pada waktu dia berdiri di depannya, dia merapihkan rambutnya berulangkali. Setelah tampak rapi, dia keluar dari kamar dan sampai di ruang tengah, mamanya berkata agar rambutnya dirapihkan sedikit. Dan kembali dia masuk ke dalam merapihkan rambutnya. Dia ingin tampak sempurna, tapi sesungguhnya bukan melulu dia yang melihatnya, tapi orang lain dan cermin membantunya melihatnya.
Tidak ada yg salah dengan cermin dan bercermin. Tapi yang ditampilkan sang cermin adalah selalu segala sesuatu yg di depannya.
Lalu ada apa dengan foto?
Di mejaku, ada bingkai foto waktu kami sekeluarga mengunjungi taman safari. Bedanya dalam bingkai itu, vicky tampil ada adanya dengan ekspresi bebasnya, dan tidak memperhatikan rambutnya dibandingkan tadi waktu bercermin.
Foto menunjukkan sikapnya, wujud aslinya yang bisa dilihat orang dan dunia, orang mengingatnya dan merekamnya dalam ingatan mereka. Sang cermin hanya memantulkannya, tapi tidak merekamnya, tidak mengingatkan, seolah cepat hilang apabila kita beranjak daripadanya.
Jadi kita ingin seperti apa? Cermin atau foto?
Jadikanlah anak-anak kita 'foto', bukan 'cermin' bagi sesama dan dunia.
Jadilah dampak, bukan sebaliknya :)
build-access-manage on www.dayaciptamandiri.com