Translate

Monday, April 07, 2025

Menilik Kendala TKDN Produk USA di Indonesia

 Kendala Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produk Amerika Serikat (USA) di bidang Teknologi Informasi (IT) di Indonesia cukup kompleks, terutama karena kebijakan TKDN dirancang untuk mendorong penggunaan komponen lokal dan mengurangi ketergantungan pada impor. Berikut adalah beberapa kendala utama yang dihadapi produk IT dari AS dalam memenuhi persyaratan TKDN:

1. Keterbatasan Komponen Lokal di Indonesia
  • Masalah: Produk IT dari AS, seperti perangkat keras (hardware) dari Apple, Dell, atau Cisco, sering kali mengandalkan rantai pasok global yang sangat terintegrasi, dengan komponen utama diproduksi di negara-negara seperti China, Taiwan, atau Korea Selatan. Indonesia belum memiliki industri komponen IT yang cukup maju untuk memenuhi spesifikasi teknis tinggi yang dibutuhkan oleh produk-produk ini.
  • Dampak: Sulit mencapai persentase TKDN minimum (misalnya 35% untuk smartphone atau perangkat telekomunikasi) karena bahan baku dan komponen canggih tidak diproduksi secara lokal.
2. Biaya Produksi dan Investasi Tinggi
  • Masalah: Untuk memenuhi TKDN, perusahaan AS harus mendirikan fasilitas produksi atau bermitra dengan manufaktur lokal di Indonesia. Ini memerlukan investasi besar dalam bentuk pabrik, pelatihan tenaga kerja, dan pengembangan ekosistem pemasok lokal, yang sering kali tidak sebanding dengan skala pasar Indonesia dibandingkan pasar global lainnya.
  • Dampak: Banyak perusahaan AS, seperti Apple, awalnya menghadapi kendala menjual produk di Indonesia karena enggan berinvestasi besar hanya untuk memenuhi TKDN, meskipun akhirnya mereka memilih skema investasi inovasi (misalnya, R&D) sebagai alternatif.
3. Kebijakan TKDN yang Dinamis dan Ketat
  • Masalah: Aturan TKDN di Indonesia, yang diatur oleh Kementerian Perindustrian (misalnya, Peraturan Menteri Perindustrian No. 16/2011), sering diperbarui dan memiliki ambang batas tertentu (contoh: 40% untuk beberapa produk IT). Perusahaan AS harus terus menyesuaikan strategi mereka, yang kadang-kadang dianggap sebagai hambatan perdagangan oleh pemerintah AS.
  • Dampak: Ketidakpastian regulasi ini dapat menyulitkan perencanaan jangka panjang, dan ada tekanan diplomatik dari AS yang memprotes TKDN sebagai bentuk proteksionisme (seperti terlihat pada sentimen di postingan X pada April 2025).
4. Rantai Pasok Global vs. Lokal
  • Masalah: Perusahaan IT AS biasanya mengoptimalkan rantai pasok global untuk efisiensi dan biaya rendah. Mengalihkan produksi atau sumber komponen ke Indonesia bisa mengganggu model bisnis mereka yang sudah mapan.
  • Dampak: Produk jadi dari AS sering kali memiliki kandungan impor yang tinggi, sehingga sulit memenuhi TKDN tanpa perubahan besar dalam proses produksi.
5. Kualitas dan Kapasitas Tenaga Kerja Lokal
  • Masalah: Meskipun Indonesia memiliki tenaga kerja yang besar, keahlian di bidang manufaktur IT kelas atas (seperti pembuatan chip atau perangkat lunak kompleks) masih terbatas dibandingkan dengan standar yang dibutuhkan perusahaan AS.
  • Dampak: Perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pelatihan atau mengimpor tenaga ahli, yang justru menurunkan nilai TKDN karena tenaga kerja asing tidak dihitung sebagai komponen lokal.
6. Skema Alternatif TKDN yang Rumit
  • Masalah: Pemerintah Indonesia menawarkan skema alternatif untuk memenuhi TKDN, seperti investasi di bidang penelitian dan pengembangan (R&D) atau pendidikan teknologi (contoh: Apple membangun fasilitas R&D di Indonesia). Namun, proses ini sering kali rumit, memakan waktu, dan memerlukan negosiasi intensif dengan pemerintah.
  • Dampak: Perusahaan AS mungkin merasa ini tidak praktis dibandingkan langsung mengekspor produk jadi tanpa hambatan TKDN.
Contoh Kasus Nyata
  • Apple: Pada 2025, Apple berhasil mendapatkan sertifikat TKDN untuk 20 produk, termasuk iPhone 16, dengan memilih skema investasi inovasi senilai USD 150 juta (termasuk membawa ICT Luxshare ke Batam untuk memproduksi aksesori AirTag). Namun, proses ini memakan waktu bertahun-tahun dan sempat menghambat penjualan produk mereka di Indonesia sebelumnya.
  • Protes AS: Pengusaha elektronik di Indonesia melaporkan adanya tekanan dari AS agar kebijakan TKDN dilonggarkan, menunjukkan bahwa TKDN dianggap sebagai kendala perdagangan bilateral.
Kesimpulan
Kendala TKDN untuk produk IT AS di Indonesia terutama berkisar pada keterbatasan infrastruktur lokal, biaya investasi tinggi, ketidaksesuaian dengan rantai pasok global, dan regulasi yang ketat. Untuk mengatasinya, perusahaan AS sering kali harus memilih antara mendirikan fasilitas produksi lokal (dengan risiko biaya tinggi) atau memanfaatkan skema alternatif seperti investasi R&D, yang tetap menuntut komitmen besar. Hal ini mencerminkan dilema antara kepentingan proteksionisme Indonesia dan kebutuhan efisiensi global perusahaan AS.