Translate

Friday, March 20, 2015

Iman tidak rumit (by Pudjianto)

IMAN ITU TIDAK RUMIT, IMAN ITU SEDERHANA

Ibrani 11:6-40

 

Derita yang dialami oleh orang-orang Kristen di kala Kaisar Nero berkuasa memang sudah di luar batas.  Memang tidak semua bisa bertahan dalam iman. Dan dalam situasi yang demikian iman bukan diambil dari rak-rak buku di perpustakaan, namun iman itu harus dibuktikan. Seolah-olah iman seperti iklan Allah melalui orang-orang yang percaya kepada Putra tunggalNya yang sudah menebus dosa manusia. Jadi iman itu tidak rumit, tetapi cukup sederhana  yaitu dalam  tetap bersandar kepada Tuhan ketika situasi kehidupan yang berbau derita itu menyentuh kehidupan. Bertahan. Tidak banyak kata, namun bisa dilihat dari teguh berpegang pada iman tersebut.

 

Berikutnya, adalah hasil kehidupan orang beriman adalah bahwa dengan imannya itu membawa kehidupan menjadi lebih baik. Perubahan hidup dari kehidupan yang lama yang sikapnya selalu berlawanan dengan kehendak Allah menjadi kehidupan yang baru yang meneladani kehidupan Kristus yang penuh dengan kasih, kaya akan pengampunan. Sikap hidup baru itu bisa dirasakan orang-orang disekitarnya sehingga kehadirannya senantiasa memberikan damai sejahtera.

 

Kesaksian: Seorang ibu mendapat tilpun dari suaminya yang beberapa tahun tidak pulang. Ibu itu begitu bingung, bagaimana harus menanggapi kepulangan suaminya. Selama suaminya “minggat” ia bisa menata kehidupan, ke dua anaknya sudah bisa kuliah. Jika suaminya pulang maka yang ada hanyalah pertengkaran, bahkan ia sering disakiti. Begitu traumanya menghadapi suaminya yang mengabarinya akan pulang. Tetapi bagaimanapun ibu itu sadar bahwa ia sudah meneken surat pernyataan susah senang akan hidup bersama suaminya. Entah waktu itu ada persoalan  apa, suaminya begitu kecewanya kepadanya, ia dua kali di tampar sehingga terjatuh, kedua anaknya menjerit dan memeluknya. Suaminya sudah tidak ada, sesobek kertas, ia baca, bahwa ia pergi. Ia tidak tahu suaminya pergi ke mana. Namun, di dalam hatinya membiarkan pergi, mungkin dengan kepergian suaminya hatinya menjadi tidak tercabik-cabik. Ibu itu bertekad untuk membesarkan anaknya sendirian. Itulah latar belakangnya ia begitu takut ketika mendapat tilpun bahwa suaminya akan pulang.

Ibu itu tergetar hatinya ketika berjumpa dengan suaminya. Ia di peluk dan dicium keningnya: “Maafkan  sikapku selama ini bu”, demikian katanya lembut. Ia membimbing  tangannya  masuk ke dalam. Dan wajahnya yang sejuk dan senyum senantiasa menghiasi bibir suaminya, dan di sana sini rambutnya telah ada putih-putihnya. Ibu itu heran… perubahan yang terjadi. Dulu wajahnya keras, senantiasa berkerut, dan orang melihat saja merasa bahwa suaminya itu tidak berperasaan. Namun, itulah pilihannya. Tetapi sekarang suaminya telah berubah. Rasanya  sangat berbeda. Dan ternyata suaminya sudah menemukan iman yang mengubah hidupnya. Yaitu iman di dalam Yesus Kristus. Kebahagiaannya tidak terkira, bahwa doa, harapan untuk Yesus mengubah hati suaminya terkabul. Iman memang tidak rumit, sederhana saja, iman yang benar adalah adanya perubahan hidup.

 

BISA SAJA ORANG MENGAKU SEBAGAI ORANG BERIMAN, BERBICARA TENTANG IMAN, BERTEORI TENTANG IMAN, NAMUN JIKA HIDUPNYA TIDAK PANTAS DIJADIKAN IKLAN ALLAH DAN TIDAK ADA PERUBAHAN KEARAH KEBAIKAN, YA SAMA SAJA OMONG KOSONG.