Translate

Tuesday, July 29, 2014

Mengenal Siapa Itu Generasi Y?

Mengenal Siapa Itu Generasi Y?


GenY2


Siapa itu Generasi Y

Generasi Y, yang biasanya juga disebut sebagai generasi millenium, merupakan generasi yang muncul setelah Generasi X. Ungkapan Generasi Y itu mulai dipakai pada editorial koran besar di Amerika Serikat bulan Agustus tahun 1993.

Pada saat itu editor koran tersebut sedang membahas para remaja yang pada saat itu baru berumur 12–13 tahun, namun memiliki perilaku yang berbeda dengan Generasi X. Kemudian perusahaan-perusahaan pada saat itu mulai mengelompokan anak-anak yang lahir setelah tahun 1980-an sebagai anak-anak Generasi Y.

Hingga saat ini, apabila kita membaca berbagai literatur yang mendiskusikan tentang Generasi Y, tidak pernah ada suatu kesepakatan kapan generasi ini dimulai. Sebahagian literatur menetapkan bahwa mereka adalah generasi yang lahir di awal tahun 1980-an, namun banyak juga literatur yang menetapkan bahwa generasi ini lahir di awal, di tengah bahkan di akhir 1990-an.

Di berbagai belahan bumi pun, belum ada kesepakatan tentang Generasi Y ini. Di Australia, para ahli belum menyepakati kapan persisnya Generasi Y ini muncul dan kapan pula tepatnya generasi ini berakhir atau “cutoff”. Pemerintah Australia sendiri melalui Australian Bureau of Statistics, menetapkan 1982–2000 sebagai masa Generasi Y.

Lain lagi dengan Canada, hampir semua ahli sepakat kalau Generasi Y lahir tahun 1982, dan periode akhir dari Generasi Y ini pertengahan tahun 1990-an atau 2000. Walau pun demikian di antara semua perbedaan, hampir semua literatur sepakat bahwa sebahagaian besar Generasi Y, lahir diantara tahun 1980-an hingga 1990-an.

Semua literatur juga sepakat bahwa sebahagian besar orang tua Generasi Y adalah generasi baby boomers, yang mempunyai kecenderungan untuk memiliki keluarga kecil, sehingga biasanya mereka hanya mempunyai kakak atau adik, tidak lebih dari 3 orang. Walaupun mereka tidak suka, Generasi Y dianggap sebagai suksesor dari Generasi X.

Mengapa Mereka Berbeda?

Apabila kita memperhatikan perilaku atau karakteristik Generasi Y di setiap daerah Indonesia, maka kita akan melihat karakteristik yang berbeda-beda, tergantung di mana ia dibesarkan, strata ekonomi dan sosial keluarganya. Namun secara keseluruhan, kita dapat melihat bahwa Generasi Y itu sangat terbuka pola komunikasinya dibandingkan generasi-generasi sebelumnya.

Mereka juga pemakai media sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan perkembangan teknologi. Kita juga bisa melihat di setiap provinsi, bahwa mereka lebih terbuka dengan pandangan politik dan ekonominya sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekelilingnya.

Dari pengalaman pribadi sebagai senior consultant di PPM Manajemen, saya melihat bahwa Generasi Y itu terlihat lebih concern terhadap ‘wealth’ daripada generasi-generasi sebelumnya terutama generasi saya, Generasi Baby Boomers.

Banyak di antara mereka yang sudah membuat rencana apa saja yang mereka inginkan pada saat mereka baru berumur 20-an. Namun definisi mereka tentang ‘wealth’ bukan mengacu kepada kekayaan material saja. Buat mereka hubungan keluarga dan pertemanan juga dianggap sebagai bagian dari ‘wealth’ yang diinginkan.

Saya sering bertemu dengan Generasi Y, yang pindah perusahaan karena perusahaan menuntut mereka bekerja lebih dari 12 jam, sehingga mereka merasa tidak diberi kesempatan untuk membangun kehidupan keluarga atau sosial lainnya, seperti apa yang mereka inginkan. Bahkan, beberapa di antara mereka memutuskan pindah ke perusahaan dengan imbal jasa yang lebih kecil, karena mereka ingin mempunyai waktu yang lebih banyak buat keluarga.

Namun untuk memliliki pandangan secara akurat tentang Generasi Y ini, ada baiknya kita melihat pendapat para ahli yang kompeten. Secara internasional ada berbagai pendapat yang paling populer mengenal Generasi Y.

Pendapat pertama, mengenai generasi Y yang perlu diperhatikan adalah pendapat penulis William Strauss dan Neil Howe yang mencoba mendefinisikan generasi-generasi yang ada di Amerika dalam buku mereka Generations: The History of America’s Future, 1584 to 2069 (1991).

Teori mereka tentang generasi ini banyak diambil oleh berbagai penulis jurnal dan buku yang membahas masalah-masalah antar generasi. Howe and Strauss selalu memakai terminologi Generasi Millenium bagi Generasi Y, karena mereka yakin bahwa anggota Generasi Y sangat tidak suka apabila mereka diasosiasikan dengan Generasi X.

William Strauss dan Neil Howe juga menganggap Generasi Y merupakan generasi yang istimewa. Dalam buku mereka yang berjudul The Fourth Turning, yang ditulis pada tahun 1997, mereka banyak menuliskan keyakinan mereka ini. Keduanya, berpendapat bahwa sejarah modern itu akan selalu berulang sendiri setiap 4 siklus sosial, yang setiap siklus kurang lebih memakan waktu 80 sampai 100 tahun.

Dalam buku tersebut penulis juga meyakini bahwa 4 siklus sosial itu selalu terjadi dengan urutan yang sama. Siklus pertama (High), terjadi pada saat manusia melakukan ekspansi untuk menggantikan generasi yang sebelumnya.

Siklus kedua, dinamakan sebagai siklus kebangkitan (Awakening). Orang-orang pada masa ini lebih spiritual dari siklus sebelumnya, tapi mereka yang hidup di masa ini mempunyai kecenderungan untuk memberontak kepada segala sesuatu yang yang sudah dibuat mapan oleh generasi pertama.

Pada siklus ketiga yang diberi nama sebagai siklus Unraveling, elemen individu dan pengelompokan mempengaruhi masyarakat sehingga timbul berbagai permasalahan yang kemudian memicu kebangkitan generasi keempat.

Pada era masyarakat mengalami berbagai kesulitan sehingga timbul kebutuhan untuk meredefinisi lagi struktur, tujuan dan sasaran yang sudah ditetapkan dalam masyarakat.

Setiap generasi memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain sehingga mereka diberi penamaan yang berbeda. seperti: Prophet, Nomad, Hero, and Artist. Menurut mereka Generasi Y merupakan generasi yang dikategorikan sebagai Hero, dengan karakteristik sangat percaya kepada institusi dan kewenangan, terlihat agak konvensional akan tetapi sangat berpengaruh. Kebanyakan Generasi Y ini dibesarkan pada siklus Unraveling dengan proteksi yang lebih dari generasi sebelumnya, Generasi X.

Ciri-ciri Generasi Y pada setiap tahap kehidupannya akan sangat berbeda. Pada saat muda, Generasi Y ini sangat tergantung pada kerja sama kelompok. Pada saat mereka mulai dewasa mereka akan berubah menjadi orang-orang yang akan lebih bersemangat apabila bekerja secara berkelompok terutama di saat-saat krisis.

Pada saat paruh baya, mereka akan semakin energetik, berani mengambil keputusan dan kebanyakan mereka mampu menjadi pemimpin yang kuat. Pada saat mereka tua, mereka akan menjadi sebagai sekelompok orang tua yang mampu memberikan kotribusi dan kritikan kepada masyarakat.

Pada tahun 2000, berdasarkan suatu penelitian demografis yang sangat luas William Strauss dan Neil Howe menulis buku yang didekasikan kepada Generasi Y dengan diberi judul Millennials Rising: The Next Great Generation.

Di dalam buku ini mereka memakai 1982 dan 2001 sebagai masa di mana Generasi Y mulai dan berakhir. Mereka sangat percaya bahwa semua orang yang lulus SMA sampai tahun 2000 nanti akan sangat berbeda dengan mereka yang lulus SMA sebelum dan sesudah masa itu, karena orang-orang pada masa itu menerima banyak perhatian dari media dan perkembangan politik yang mereka terima. Bahkan William Strauss dan Neil Howe berpendapat bahwa generasi ini akan menjadi generasi yang peduli akan masalah-masalah kemasyarakatan.

Jean Twenge, pengarang buku Generation Me (2007), mempunyai pendapat yang berbeda tentang Generasi Y. Menurutnya, Generasi Y dan bersama-sama Generasi X termasuk generasi yang diberi nama Generation Me.

Ia berpendapat seperti ini, karena dari riset perilaku yang dilakukannya ia melihat bahwa generasi ini meningkat kecenderungan narcissismnya apabila dibandingkan dengan riset yang dilakukan terhadap generasi Baby Boomers, pada saat mereka remaja hingga mereka berumur duapuluhan.

Dengan dasar penelitian ini, ia mempertanyakan pendapat Strauss & Howe tentang generasi ini. University of Michigan’s secara terus menerus sejak tahun 1975 melakukan penelitian terhadap para remaja. Hasil penelitian mereka memperlihatkan:

• Pelajar yang menyatakan kekayaan itu penting semakin meningkat setiap generasi dari 45% pada Generasi Baby Boomers (disurvey pada tahun 1966 dan 1978), menjadi 70% pada Generasi X dan 75% pada Generasi Y atau Millennials.

• Sebaliknya, pelajar yang menyatakan bahwa selalu tahu tentang keadaan politik semakin menurun setiap generasi dari 50% pada Generasi Baby Boomers (disurvey pada tahun 1966 dan 1978), menjadi 39% pada Generasi X dan 35% pada Generasi Y atau Millennials.

• 73% Baby Boomers ingin mengembangkan filosofi yang bermakna, sementara hanya 45% Generasi Y yang mau melakukan hal tersebut.

• 33% Baby Boomers mau terlibat dengan program membersihkan lingkungan dan hanya 33% Generasi Y yang mau melakukan hal tersebut.

Praktek Pengelolaan SDM Bagi Generasi Y

Apabila kita perhatikan data demografi karyawan di perusahaan, kita dapat melihat kalau Generasi Baby Boomers adalah generasi terbesar yang anggotanya sedang aktif bekerja. Penelitian dan observasi memperlihatkan bahwa Generasi Baby Boomers mengidentifikasi atau menggambarkan kekuatan mereka adalah pemikiran-pemikiran tentang organisasi, rasa optimisme dan kemauan untuk bekerja dengan waktu yang panjang (work long hours).

Generasi ini dibesarkan di dalam suatu organisasi dengan struktur organisasi yang hierarkhis daripada struktur manajemen yang datar di mana kerja sama yang timbul di dalam organisasi didasarkan pada tuntutan pekerjaan (teamwork-based job roles).

Sementara Generasi Y, yang mempunyai karateristik yang berbeda dengan Generasi Baby Boomers, juga mempunyai harapan yang sangat berbeda kepada perusahaan yang memperkerjakan mereka. Secara merata Generasi Y mempunyai pendidikan yang lebih baik dari para orang tua, mereka cukup terbiasa dengan teknologi bahkan sebahagian mereka sangat ahli dengan teknologi. Mereka ini mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, mampu mengerjakan beberapa tugas dan selalu mempunyai energi yang berlebihan.

Namun di sisi lain Generasi Y ini sangat membutuhkan interaksi sosial, hasil pekerjaan yang dapat dilihat seketika dan keinginan untuk mendapatkan pengembangan yang cepat. Kebutuhan-kebutuhan ini yang sering dianggap sebagai kelemahan dari Generasi Y oleh kolega mereka yang lebih tua terutama mereka yang berasal dari Generasi Baby Boomers.

Berdasarkan pengalaman PPM Manajemen di dalam merekrut Generasi Y, terlihat bahwa Generasi Y itu lebih banyak harapannya kepada perusahaan, sehingga mereka akan pindah pekerjaan lebih banyak daripada generasi-generasi sebelumnya. Untuk menghadapi tantangan ini beberapa perusahaan multinasional sudah melakukan riset sosial dan perilaku yang lebih mendalam untuk Generasi Y.

Institute of Leadership & Management, misalnya, berkolaborasi dengan Ashridge Business School melakukan riset tentang kesenjangan antara Generasi Y yang direkrut dengan para manajernya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Generasi Y sangat menginginkan perusahaan mempunyai sistem yang dapat mengembangkan diri mereka, imbal jasa yang baik dan proses coaching yang jelas. Apabila perusahaan ingin menggunakan Generasy Y sebagai sumber kompetitif mereka maka perusahaan harus menyempurnakan sistem sistem dan proses Human Capital-nya.

Usaha-usaha yang perlu dilakukan oleh perusahaan di dalam proses akuisisi dan mengembangkan Generasi Y, di antaranya adalah:

1. Meredefinisi karakteristik atau ciri ciri karyawan yang diinginkan karena Generasi Y memiliki karakteristik dan ciri yang berbeda. Misalnya, beberapa perusahaan mempunyai kebijakan untuk tidak menerima karyawan yang memiliki tatto, karena tatto dianggap suatu ciri pemberontakan pada suatu institusi.

Sementara populasi Generasi Y yang memiliki tatto ini cukup besar bahkan beberapa diantara mereka memiliki tatto yang lebih dari 1. Bagi Generasi Y sendiri, tatto hanya merupakan suatu bentuk komunikasi tentang indentitas diri mereka, sehingga banyak di antara mereka walaupun memiliki tatto akan tetapi berkomitmen pada profesi yang dipilih. Atau pandangan bahwa tinggal bersama orang tua merupakan pertanda ketidakdewasaan.

Sementara bagi Generasy Y, tinggal bersama orang tua merupakan bentuk relasi sosial yang ingin dipertahankan karena mereka ingin memberi kasih sayang lebih banyak kepada oarang tuanya. Sehingga banyak di antara mereka yang tinggal bersama orang tuanya, namun secara ekonomi mereka yang menanggung kehidupan orang tuanya.

2. Memberikan informasi yang jelas tentang organisasi sejak awal proses rekrutmen sehingga Generasi Y mendapatkan kejelasan kualifikasi apa yang dituntut organisasi dari mereka. Serta hal-hal yang dapat diberikan perusahaan kepada mereka terutama sistem pengembangan karir dan kompetensi, diri mereka, imbal jasa yang baik dan proses coaching yang jelas serta iklim kerja di organisasi.

3. Mempersiapkan lingkungan unit kerja yang akan menerima penempatan Generasi Y untuk pertama kali. Sehingga para atasan Generasi Y di tempat baru memahami perbedaan karakter Generasi Y. Untuk memastikan Generasi Y yang baru masuk dapat beradaptasi dengang baik, Goldman Sachs membuat workshop bagi para atasan Generasi Y, dengan tujuan mereka bisa memahami dan memenuhi kebutuhan Generasi Y akan tanggung jawab yang jelas, umpan balik terhadap kinerja mereka dan memberi kesempatan untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan.

4. Generasi Y juga akan membawa perubahan dalam cara penyelesaian pekerjaan karena mereka adalah orang-orang yang sangat suka bekerja dalam kelompok dan memakai teknologi lebih banyak dari generasi sebelumnya.

Apabila di generasi-generasi sebelumnya pembagian pekerjaan itu sifatnya individu, maka pada generasi ini sebaiknya pembagian pekerjaan diberikan per kelompok sehingga mereka mempunyai kebebasan untuk menetapkan tugas masing-masing anggotanya berdasarkan kekuatan mereka.

Perusahaan juga harus bisa memberikan kebebasan kepada mereka untuk menggunakan teknologi dalam bekerja. Apabila mereka menganggap tatap muka bukan merupakan suatu hal yang penting, maka berikan mereka kesempatan untuk berkomunikasi melalui teknologi.

5. Generasi Y selalu ingin mengetahui pandangan manajemen atau umpan-balik dari atasan terhadap pekerjaan yang mereka lakukan. Sayangnya, manajemen kinerja yang berlaku di perusahaan saat ini, biasanya hanya memberi kesempatan 2 kali dalam 1 tahun untuk melakukannya.

Kesempatan ini jelas terlalu sedikit dan terlalu lama untuk Generasi Y. Mereka selalu ingin tahu apabila pekerjaan mereka berhasil dengan baik dan mereka menginginkan adanya umpan-balik saat itu juga. Dari suatu penelitian yang dilakukan terhadap pembaca Majalah Manajemen, diketahui bahwa para karyawan Generasi Y mengharapkan para atasan mereka mampu memberikan tuntutan kerja yang jelas, menumbuhkan budaya kerja yang berorientasi pada kerja sama kelompok, memberikan umpan balik secepat mungkin, memberikan kesempatan penghargaan apabila mereka mampu melakukan suatu tindakan yang beresiko tinggi atau berhasil melakukan suatu inovasi.

Apa yang Harus Dilakukan Perusahaan untuk Mempertahankan Generasi Y

Membuat suatu strategi untuk mempertahankan karyawan yang berkinerja tinggi dan bertalenta merupakan suatu sasaran penting bagi manajemen puncak di dalam suatu organisasi. Beberapa organisasi telah berhasil membuat suatu strategi untuk mempertahankan karyawan terbaik mereka yang berasal dari Generasi Baby Boomers. Namun untuk mempertahankan karyawan yang datang dari Generasi Y, organisasi tersebut memerlukan suatu pendekatan dan strategi yang sangat berbeda.

Dari paparan di atas, kita dapat melihat perbedaan karakteristik di antara Generasi Baby Boomers dan Generasi Y. Namun isu yang perlu didiskusikan berikutnya adalah seberapa jauh perbedaan antara Generasi Baby Boomers dan Generasi Y. Keterikatan seorang karyawan kepada organisasi sangat dipengaruhi oleh dimensi-dimensi kehidupan yang mempengaruhi kepuasan bekerja karyawan tersebut yang bisa membawa pikiran dan fisik mereka ke tempat kerja.

Guna mengetahui dimensi apa yang mendorong para karyawannya untuk terikat kepada organisasi, suatu organisasi dituntut untuk mencari tahu dimensi-dimensi yang membuat seorang karyawan terikat atau ingin melepaskan diri dari organisasinya (engagement drivers and threats). Untuk menyamakan pemahaman kita semua mengenai engagement drivers and threats, sebaiknya diperjelas dulu pengertiannya.

Engagement drivers adalah dimensi-dimensi yang meningkatkan persepsi seseorang untuk terikat terhadap organisasinya, sementara engagement threats adalah dimensi-dimensi yang menurunkan rasa keterikatan seseorang terhadap organisasinya.

Beberapa engagement drivers and threats yang sering dijadikan dimensi pengukuran dalam penelitian tentang engangement, seperti kesempatan mengembangkan karir, corporate social responsibility, kesejahteraan dan kesehatan karyawan, reputasi organisasi, kesempatan untuk belajar dan dikembangkan, manajemen kinerja, gaya kepemimpinan manajemen madya dan work-life balance.

Dari beberapa riset yang dilakukan oleh berbagai pihak, saya berpendapat bahwa Manajemen Kinerja (managing performance) dan Kesempatan untuk mengembangkan karir (career opportunities) merupakan engagement drivers yang paling penting sementara engagement threats yang sangat besar pengaruhnya adalah nama baik perusahaan (Employer Reputation) dan manajemen kinerja (managing performance).

Engagement di dalam suatu perusahaan biasanya diukur berdasarkan opini seluruh karyawannya dari seluruh unit yang ada di dalam organisasi tanpa memperhitungkan perbedaan generasi. Hal seperti itu, bukanlah praktek yang baik karena organisasi menjadi tidak sensitif terhadap engagement drivers and threats bagi setiap generasi dan bahkan kelompok kerja.

Sebaiknya suatu organisasi juga tidak mengukur engagement berdasarkan dimensi-dimensi yang berhasil membuat organisasi lain mengikat karyawannya. Manajer human capital dan para specialist di dalam suatu organisasi mempunyai kewajiban untuk mencari dimensi engagement di dalam organisasi, sebab dimensi engagement suatu organisasi tidak akan sama dengan organisasi yang menjadi pesaingnya maupun organisasi yang menjadi pemimpin di dalam industri tersebut.

Misalnya, apa yang menjadi engangement drivers dan threats bagi taksi Blue Bird sebagai perusahaan yang memimpin industri taxi tidak akan sama dengan drivers dan threats bagi perusahaan-perusahaan taksi yang menjadi pesaingnya.

Apabila suatu organisasi sudah berhasil mengidentifikasi engagement drivers dan threats yang menjadi ciri khas bagi organisasinya, maka manajemen madya di organisasi tersebut harus segera memutuskan bagaimana menyempurnakan sistem dan proses human capital yang sudah ada.

Misalnya, suatu perusahaan berhasil mengidentifikasi bahwa salah satu engagement drivers-nya adalah perlakukan atasan terhadap bawahannya, maka perusahaan tidak mungkin membuat peraturan yang dapat memuaskan setiap orang dari berbagai generasi.

Hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah meredisain tugas setiap atasan dan kemudian memberdayakan mereka agar mampu lebih mengenali sumber motivasi bawahannya dan meningkatkan engagement drivers mereka.

Apa yang Perlu Diperhatikan tentang Generasi Y

Di akhir diskusi ini, saya ingin menyampaikan bahwa perbedaan karakteristik di antara Generasi Y dengan generasi-generasi sebelumnya cukup besar. Generasi Y menuntut beberapa hal dari organisasi yang akan mereka masuki atau organisasi tempat mereka bekerja.

Generasi Y sangat menginginkan perusahaan mempunyai sistem yang dapat mengembangkan diri mereka, imbal jasa yang baik dan proses coaching yang jelas. Namun untuk kesuksesan dalam mengelola Generasi Y, sebaiknya perusahaan mengenali karakteristik Generasi Y yang mereka miliki sehingga manajemen bisa membuat kebijakan human capital yang lebih sesuai dengan mereka.

Walaupun beberapa organisasi telah berhasil membuat suatu strategi untuk mempertahankan karyawan mereka yang berkinerja tingga dan bertalenta. Namun untuk mempertahankan karyawan yang datang dari generasi Y, organisasi tersebut memerlukan suatu pendekatan dan strategi yang sangat berbeda. Organisasi perlu mengetahui engagement driver mana yang lebih mengena bagi organisasi Y sehingga mudah bagi organisasi untuk melakukan penyempurnaan terhadap sistem dan prosedur human capital-nya.

#Tulisan ini dimuat di HC Magazine #1 November – Desember 2012.

Octa Melia JalalOcta Melia Jalal. Head of PPM Center for Human Capital Development.
mia@ppm-manajemen.ac.id