Translate

Wednesday, April 19, 2017

Siapapun Gubernur-nya, Jakarta harus lebih maju

Saya mengetikkan ini di teras rumah, sambil menikmati derasnya hujan. Libur pilkada hari ini dan semangat rekan2 yang berusaha sebaik mungkin mendukung petahana gubernur Jakarta untuk kembali menjadi gubernur seolah pupus sudah. Alam bahkan ikut menangis, atau mungkin menghibur hati kami yang sedang sedih dan galau.

Terlepas dari semua itu, ada banyak pelajaran yang kami ambil dari pilkada DKI kali ini.

Pemimpin tetap harus gunakan komunikasi yang baik.

Terlepas dari pemimpin apapun itu, pemimpin harus memimpin orang lain. Dalam memimpin orang lain, faktor komunikasi, dan gaya komunikasi sangat penting. Memang saya bisa lihat , betapa berat menciptakan transparansi di lingkungan DKI, dan mungkin hanya jaman Pak Jokowi - Ahok ini semua benar-benar dimulai. Semua rapat bahkan didokumentasikan dan dibagikan ke publik. Entah apakah ini akan diteruskan kembali atau tidak, tapi dengan transparansi semua menjadi semakin baik.

Kinerja pemimpin yang baik juga tampak dari gaya komunikasi para anak buahnya dan pendukungnya. Oleh karena itu, pemimpin yang menjadi contoh, teladan, memang harus bisa membawa dirinya sangat baik, meskipun di luar sana, di lingkungannya, tidak mudah. Menjadi sendiri, dan mungkin benar-benar sendiri, tanpa kawan, mungkin akan dihadapinya. Tapi lambat laun, dengan komunikasi yang baik dan tepat, seorang pemimpin bisa mendapatkan kembali kepercayaannya.

Pemimpin juga perlu pengikut atau pendukung yang hebat.

Pemimpin adalah ilmu yang tidak pernah berhenti. Dia akan selalu dinamis, berubah mengikuti kebutuhan dan bisa juga kebutuhan para pengikut dan pendukungnya. Oleh karena itu, pemimpin harus bisa meyakinkan dan membuat para pendukung dan pengikutnya mengerti, memahami dan kemudian mendukung semua keputusan dan langkah yang diambilnya.

Deraan kasus penistaan agama yang mungkin juga merupakan puncak dari ketidakmampuan seorang Ahok untuk menjaga omongannya dengan tepat, dan kemudian disalahgunakan oleh para pihak lawan. Maka derasnya celaan dan cercaan menjadi makanan sehari-hari bagi Ahok dan para pendukung serta pengikutnya. Tapi seorang pemimpin tidak boleh menyerah. Dia harus bisa membuktikan kembali, dan ini yang sedang Ahok jalani. Membuktikan kembali kepercayaan yang diberikan para pendukung dan pengikutnya.

Maka pemimpin yang hebat harus bisa memastikan juga untuk bisa membuat pengikut yang hebat. Dan selama ini, semua sudah berusaha hebat, tapi tetap kuasa Tuhan berkata lain.

Pemimpin harus melayani.

Pemimpin harus (tetap) melayani. Di tengah berbagai hal yang berat bagi seorang Ahok, dia harus tetap bisa menunjukkan kualitas dirinya, yaitu tetap melayani. Pola kepemimpinan yang dimulai dari era pak Jokowi, dimana sangat konsen dengan rakyat, dan diterjemahkan dengan baik menjadi kepemimpinan yang melayani rakyat sungguh kami rasakan sebagai warga Jakarta. Para staf pemerintahan sangat membantu, tidak ada biaya dan korupsi kecil yang kami temui, meskipun seringkali terpaksa mereka harus lakukan 'cuci gudang' mengganti semua orang staf lama dan lamban itu dengan anak muda yang baru dan bersemangat tapi memiliki jiwa pelayanan yang tinggi.

Siapapun kita, sebagai pemimpin harus melayani.

Semoga semua yang telah dibuat baik, dapat diteruskan di era gubernur baru, dan semua yang terbaik dari Tuhan , untuk Jakarta boleh terjadi. Agar Jakarta terus menjadi kota yang modern, maju dan bermartabat.