Translate

Friday, August 26, 2011

Elemen Penghancur Perkawinan



13140175312034994613
Ill. Google
By. Julianto Simanjuntak ***
Ada satu hal yang memprihatinkan setiap kali konseling masalah suami-istri. Yakni mengetahui umumnya orang yang akan menikah begitu sibuk menyiapkan pesta perayaan. Tetapi sayang, setelah upacara selesai, cinta dan pernikahan itu tidak dirawat. Akhirnya cinta itu pudar bahkan mati.
Demikian juga skil perkawinan tidak meningkat seiring usia perkawinan. Banyak yang enggan mengunjungi terapis perkawinan meski situasi pernikahan mereka sedang berada diujung tanduk. Akibatnya pernikahan klien kami secara perlahan tapi pasti menuju kerusakan yang parah.
Seorang klien kami yang suaminya sering melakukan KDRT berkata, ”Pak, awalnya saya kagum dan mencintai suami saya. Tetapi setelah menjalani pernikahan 20 tahun, rasanya ingin suami saya itu mati saja. Kalau  saya mendengar suara mobilnya pulang dari kantor… saya sudah stres dan gemetar.”
Mengapa banyak pernikahan yang dimulai dengan cinta tapi ditengah jalan menghadapi situasi-situasi krisis yang menyedihkan? Mengapa mereka yang tadinya begitu mesra dan romantis menjadi hidup saling merasa asing, bahkan saling membenci satu terhadap yang lain.
Ada Beberapa elemen yang dapat merusak dan menghancurkan perkawinan
1. Sifat Keras Kepala
Beberapa pernikahan tampaknya dirusak beberapa   tingkah laku yang menghancurkan. Satu diantaranya adalah Mereka mudah terbakar oleh perbedaan pendapat.
Apa yang terjadi kurang lebih mirip dengan bermain domino, di mana yang satu berusaha (harus) menang dan mengalahkan yang lain. Penyebabnya masing-masing keras kepala. Ini menjadi elemen perusak atau penghancur  dan mengkontaminasi perkawinan. Keras kepala merupakan Racun dalam relasi suami-istri.
Bagaimana mengatasi pola permainan domino ini? Kedua pasangan harus mau duduk bersama dan membicarakan dengan terbuka. membicarakan hal-hal apa yang menjengkelkan diri mereka di depan pasangan mereka. Misal sang istri curhat pada suami: “Saya tidak dapat bercinta dengan kamu ketika kamu minum alkohol terlalu banyak. Hal ini menurunkan minat saya”.  Contoh lain: “Kamu seringkali terlambat untuk makan, dan kamu tidak pernah menelpon saya sebelumnya.”
2.  “You hurt me- so- I hurt you”
Kadang salah satu pasangan mengeluarkan statement atau tindakan-tindakan tertentu yang sifatnya menghina, menyerang pasangannya hanya karena berbeda pendapat.  Pasangannya itu berusaha menjadi lebih superior dan membangun self-esteem-nya dan martabatnya sendiri. Tingkah laku ini sering menjadi pola “you hurt me- so- i hurt you’.
Hal inilah yang memperlemah pernikahan. Seringkali penyebab tingkah laku ini samar-samar. Sementara pasangan yang menderita senang dengan perasaan inferiornya. Dengan berperan sebagai  korban dia mendapat jalan memojokkan pasangannya. Misal, sang istri dominan suka mengambil keputusan tanpa tanya suami. saat keputusan itu ternyata salah, suami kemudian berkata, “Kan, mama yang mutusin sendiri…” Dia menang tapi dengan cara melukai sang istri.
3. Mendominasi dan “Menyuap” Pasangan
Seorang istri yang sukses dalam karir, timbul kecenderungan untuk mengontrol suami dan urusan rumah tangganya. Kadang untuk itu dia berperilaku agresif dan berpura-pura meminta pendapat sang suam.  Namun slalu kurang waktu untuk diskusi, mem uat sang suami menyerah pada kemauan istrinya
Ada juga sikap menyuap pasangan.  Pola ini sering dipakai di mana komunikasi berjalan secara tidak jelas. Terjadi sistem “suap” supaya pasangan ‘diam’ dan menerima keadaan. Contoh : Seorang istri yang ingin curhat kepada suaminya tentang sesuatu hal yang berhubungan dengan suaminya tetapi tidak kesampaian karena suami terlebih dahulu memberikan sesuatu padanya perhiasan (hadiah). Sehingga si istri mengurungkan niatnya untuk curhat. Jadi ucapan terima kasih dari istri pada suaminya tidak berarti karena kebutuhan tidak terjawab.
4. Membaca pikiran (mind-reading)
Istri/suami mempunyai asumsi pikiran terhadap pasangannya. Akibatnya, seringkali terjadi salah paham dan memancing pertengkaran.  Contoh : seorang suami yang terlambat pulang dengan alasan bertemu klien sementara istri di rumah sudah berasumsi suaminya pergi dengan perempuan lain.
Contoh: Kata Anda dalam hati, “Jangan-jangan dia itu ….”
Mind reading ini menjauhkan anda secara emosi, dan  Kecurigaan membangun jarak Anda dengan pasangan. Waspadai juga pikiran berikut ini:
“Istri saya sengaja berbuat begini supaya saya marah…”
“Suami saya sengaja mau mempermalukan saya…”
5. Sok sibuk.
Perilaku menjengkelkan lainnya adalah sok sibuk. Penghindaran diri untuk berkomunikasi dengan pasangannya dengan alasan masing-masing sibuk dengan urusannya.   Contoh : Suami membawa pulang pekerjaan. Istri juga terus sibvuk kerja mengurus anak dan membersihkan rumah. Karena kesibukan masing-masing maka akhirnya mereka tidak saling berkomunikasi.
6. Berubah Jauh Setelah Menikah
Selama masa pacaran pria biasanya lebih berinisiatif dari wanita. Ia mudah merayu pasangannya itu. Wanita biasanya bertingkah seperti seorang yang sungguh feminin- agar kelihatan menarik bagi pasangannya.
Tapi setelah menikah rata-rata para suami lebih berkonsentrasi pada tugas-tugasnya. Cinta romantisnya yang tadinya begitu agresif menjadi berkurang. Selama masa atau suasana romantik waktu pacaran, para wanita biasanya mengasumsikan atau berharap rayuan pasangannya itu akan terus bertahan. Namun kenyataannya tidak demikian. Sehingga si wanita terpaksa meminta kesediaan suaminya membuat suasana itu lagi secara sukarela. Muncullah perasaan semacam dibohongi, padahal ini hanya Akibat dari kurang saling mengenal dengan baik, terutama saat pacaran.
7.  Berbuat Baik Demi Menguasai Pasangan
Perbuatan baik yang dilakukan oleh suami/istri dengan tujuan menyenangkan diri sendiri.  Contoh: seorang istri yang melayani kebutuhan seksual suami dengan tujuan keinginannya dipenuhi, misal: ingin dibelikan cincin berlian. Pola saling balas antara suami istri yang dilakukan secara sadar. Pasangan hanya berbuat baik  jika pasangan lebih dulu berbuat baik dan sebaliknya . Pola ini merusak pernikahan maka perlu dihindarkan. Masing-masing perlu memiliki cinta yang tulus dan sabar menanggung ‘kejahatan’ pasangan.
8. Perceraian
Pernikahan memang sulit, namun perceraian juga adalah sesuatu yang sulit. Orang orang yang telah menikah selalu merasa terperangkap ketika ingin bercerai. Mau cerai takut sakit dan mahal, rasa malu kepada masyarakat. Kelahiran, pernikahan, kematian, ada acara formal ritualnya, tapi tidak demikian dengan perceraian.Lebih lanjut bukti-bukti menunjukkan perceraian bukanlah solusi terbaik dari masalah pernikahan.
Kebanyakan dari mereka justru akhirnya tidak tahan menghadapi rasa kesepian yang mencekam, dan akhirnya mencoba pergi ke pelacuran dan minuman keras; ada juga yang coba menikah lagi, namun angka perceraian tetap saja tinggi. Ketika mereka mencoba pernikahan yang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya, tantangan yang mereka hadapai bukan semakin kecil.
Julianto Simanjuntak
Sumber:
William Lederer, Don Jackson. The Mirages of Marriage. (New York: WW Norton & Co, 1968)