Translate

Friday, June 17, 2011

Gagal Jadi Ibu, Ingin Sukses Jadi Nenek


REP | 17 June 2011 | 08:11 51 8 5 dari 5 Kompasianer menilai bermanfaat

130827452854964838
ill. Google
*** Julianto Simanjuntak ***
Sebelum Anda menjadi mertua dan nenek (Kakek) mungkin baik membaca kasus ini. Beberapa kasus klien kami yang gagal menjadi ibu ingin sukses jadi nenek. Akibatnya Ibu ini suka intervensi ke anak soal cucunya. Inilah salah satu sumber konflik antara Ibu dan Anak yang menyakitkan setelah anak dewasa. Jangan sampai terjadi dalam keluarga kita.
KASUS
Pak Stalone dan istrinya Sari (samaran) sering cekcok. Isu utamanya adalah perbedaan dalam mengasuh anak. Konflik karena perbedaan nilai dan cara. Stalone diasuh dalam keluarga yang disiplin tapi cenderung keras. Ayahnya keras dan cenderung kasar jika berbicara dengan anak. Ibunya dominan terhadap anak-anak. Suka mengatur dan mengambil keputusan untuk anak-anak, meski Stalone sudah remaja.
Beda dengan Stalone, Sari diasuh dalam keluarga disiplin tapi demokratis. Ayah Ibunya kerap menghagai pendapat pribadi anak-anaknya. Jangan heran, cara mendidik Sari cenderung demokratis.
Maka tidak heran Stalone dewasa ini cenderung keras dan kaku. Cepat tersinggung jika anak membantah. Kalau sudah marah cenderung memukul. Sebab itulah yang dia terima saat masih kecil. Sari sama sekali tidak setuju, karena baginya itu bisa menimbulkan luka pada anak. Anak mereka masih berusia 4 dan 2 tahun. Karena itu ia menegur suaminya jika memukul anak mereka yang masih balita.
Rupanya Sang nenek dari pihak Stalon mendengar dan melihat konflik ini. Si Nenek berpendirian sama dengan mantunya. Setelah tua dia sadar bahwa cara dia mendidik Stalone dulu salah. Diapun menegur Stalone. Kerap dia mengunjungi rumah anak dan mantunya ini dan intervensi soal cucunya. Tapi Stalone tentu tidak mau terima begitu saja, dia marah kepada ibunya. Ia tidak mau disalahkan apalagi disalahkan di depan istri dan anaknya.
Tapi dasar Mama Stalone orangnya keras, dia marah kepada Stalone. Sang Nenek lalu minta supaya dialah yang mengasuh cucunya yang Bungsu. Karena Stalone kesal pada Ibunya yang sering intevensi, dia kemudian menuruti kemauan Ibunya. Beda dengan Sari. Tapi Sari tidak berdaya, sebab mertuanya keras dan satu sisi iba juga pada si bungsu yang kerap dipukul sang Ayah. Akhirnya si bungsu dipisahkan dari orangtuanya dan tinggal dengan si Nenek.
GAGAL JADI IBU INGIN SUKSES JADI NENEK
Dari kasus di atas setiap orangtua perlu menyadari bahwa jika pernah salah mendidik anak, perlu meminta maaf pada anak. Bukan malah melakukan intervensi pada cucu. Jangan melakukan kesalahan dua kali. Jika Anda gagal jadi ortu, janganlah ingin sukses jadi nenek.
Bagi yang belum mantu dan atau punya cucu, bersiaplah. Sebelum anak kita menikah, pakailah kesempatan menjadi teladan yang baik bagi mereka. Sebab teladan baik itulah yang akan banyak ditiru (bukan hanya ajaran).
Jika anak sudah menikah maka tugas keorangtuaan kita relatif selesai. Khususnya dalam hal cucu, kita sebaiknya tidak ikut campur KECUALI jika diminta atau dikehendaki anak. Setelah anak menikah, dialah yang punya wewenang mengurus anaknya sendiri.
PLUS MINUS ANAK DIASUH NENEK (KAKEK)
Banyak ortu terpaksa menitipkan anak mereka diasuh nenek dan atau kakek mereka. Tuntutan ekonomi membuat banyak ibu bekerja di luar rumah. Akibatnya tak ada pilihan menitipkan ke nenek seperti halnya sebagian  keluarga  lain menitipkan anak kepada pekerja rumah tangga. Hal itu sah saja, dan beberapa kasus memang baik adanya.
Plus (+)
Banyak manfaat positif bila melibatkan nenek dan kakek dlm mengasuh anak anak:
Pertama:  mereka punya banyak pengalaman dalam mendidik anak. Misal, anak anak suka mendengarkan cerita, mereka bisa dapat banyak kisah dari nenek dan kakek mereka. Si nenek bisa ajarkan ketrampilan, mengajak bermain dsb
Kedua, si nenek punya komunitas tempat bertukar informasi tentang mengasuh anak. Yakni kalangan orangtua yang ngurus cucu. Mereka suka belajar dari majalah, dengarin radio dsb tentang bagaimana mengasuh anak. Sementara ortu sendiri kadang tidak sempat.
Ketiga, Dari segi waktu umumhya mereka punya waktu luang yang banyak, apalagi bila sudah pensiun.
Keempat, Dari segi motivasi mereka sangat sayang dsn peduli terhadap cucu, bahkan sebagian harga diri dan kebanggan mereka diletakkan pada cucu mereka.
Minus (-)
Namun ada beberapa hal yang perlu kita waspadai jika menitipkan anak ke nenek dan kakek mereka. Jika tidak diawasi dengan baik,  dapat membahayakan pertumbuhan anak.
Pertama, zaman mereka dibesarkan dengan anak kita sangat beda jauh. Ada jembatan pemisah yang perlu dijembatani. Baik dari cara berpikir, pendidikan, selera gaul, teknologi, dsb.  Jika mereka kurang memahami psikologi anak anak, justru mudah menimbulkan konflik nenek- cucu.
Kedua, nenek atau kakek yang dulu gagal mengasuh dan mendidik anak, misal terlalu keras pada anak, cenderung tergoda lembek pada cucu mereka. Mereka trauma dan takut salah asuh lagi, dan cwnderung permisif atau memanjakan anak
Ketiga, bila anak menikmati pola asuh nenek yang memanjakan anak dan berbeda dengan apa yang diterapkan ortu mereka, membuat anak bisa memberontak terhadap disiplin ortu.  Mereka berharap si Mama akan  seperti Sang Nenek yang serba membolehkan.
Keempat, bila nenek terlalu dominan, dan tidak senang dengan cara mantunya mengasuh si cucu, si nenek  tergoda menegur mantu di depan anak. Ini sangat melukai hati dan menjatuhkan mental si ibu di depan anak. Menimbulkan konflik martua- mantu yang disebabkan pola asuh yang beda.
MENGELOLA PERBEDAAN
1. Menetapkan wewenang ortu dan si nenek, mana otoritas ortu dan mana yang si nenek bisa intervensi
2. Melakukan dialog rutin antara si ortu dengan si nenek, menjembatani perbedaan pendapat yang timbul.
3. Si nenek atau kakek selalu mengingatkan diri bahwa wewenang dan otoritas utama pengasuhan anak tersebut adalah pada si orangtua dan bukan pada dirinya. Sehingga jika si nenek mau terlibat meminta ijin pada anak atau mantunya.
4. Memulihkan lebih dulu, jika ada, konflik mertua dan mantu. Sebab luaka hati, bisa menimbulkan apriori yang tidak perlu.
5. Jika ada konflik yang tajam dan tidak bisa diselesaikan sendiri mintalah bantuan Konselor profesional atau kerabat yang dianggap dewasa untuk membantu.
REPARENTING
Pola asuh Stalone sebenarnya hanya mengulang apa yang dia terima dari Ibu dan ayahnya. Demikian juga kita, sistem pola asuh pada anak-anak banyak meniru apa yang dulu kita dapatkan.
Untuk memperbaiki pola asuh yang salah, dan tidak mengulanginya (memutus rantai) ada beberapa hal yang kita lakukan:
1. Sadari bahwa cara ortu kita salah. Kita juga terluka dan marah pada ayah dan ibu.
2. Memutuskan dengan sadar memaafkan mereka. Sebab mereka juga dulu meniru kakek-nenek kita
3. Melakukan pembelajaran ulang menjadi ortu dengan cara membaca buku parenting, menghadiri seminar yang baik
4. Bergaul dan sambil “berguru” pada figur orang dewasa yang adalah ayah/ibu yang baik. Kami menyebut terapi ini dengan “reparenting”.
Semoga bermanfaat, dan tengkiu buat Vote
Julianto simanjuntak
Peduli Konseling Nusantara