Translate

Wednesday, July 04, 2007

Hari Pertama - The Purpose Driven Life

Hari Pertama
The Purpose Driven Life

Akhirnya, saya beli juga buku itu. Sudah lama sekali ingin memilikinya, tapi baru ada uang yang dapat disisihkan untuk membelinya. Nah, sekarang, bersiaplah saya memasuki 40 hari mempelajari buku ini, mengikuti anjuran sang penulis, saya membacanya selama 40 hari berturut-turut. Semoga Tuhan memberikan kekuatan.

Hari ini membahas "berpikir tentang tujuan saya". Dan memang saya akui, benar adanya, seringkali saya membuat tujuan-tujuan hidup. Saya ketik rapih-rapih, tujuan hidup saya bulan ini, tahun ini, tahun depan, dan dalam 5 tahun. Setelahnya memang saya rasakan puas, karena minimal saya bisa melihat tujuan (baca: target) saya dalam waktu yang ada. Tetapi, hari ini saya belajar, bahwa tujuan hidup saya haruslah berasal dari Tuhan, sang Pencipta diri saya, dan bukan dari diri saya sendiri.

Artinya, saya harus melihat apa yang Tuhan inginkan atas diri saya, dengan apa yang selama ini saya alami, saya selama ini memang meyakini, bahwa Tuhan ingin berbuat sesuatu.

Saya ingat, masa kecil saya yang susah, dimana kami hidup bergantung dari orang lain. Keseharian mama sebagai penjahit bukanlah suatu hal yang mudah saya terima, di tengah begitu banyaknya teman-teman yang memiliki kesempatan lebih baik, mereka dapat membeli dan memiliki apa yang mereka mau, sedangkan saya tidak. Masa-masa sulit itu, bertambah sulit lagi, karena kami tidak memiliki rumah. Kami tinggal di rumah kakek, yang semasa beliau hidup, dia sangat mengasihi kami. Hingga pada saat kematiannya, kami menangis keras karena kami tidak tahu harus tinggal dimana. Kami ingat betul, ada masa kami harus tinggal bersama dengan orang yang tidak kami sukai. Kami harus tinggal di rumah istri papa yang lain dalam waktu cukup lama, dan disana sangat tidak menyenangkan. Satu-satunya yang menyenangkan adalah kami dapat bermain bebas hingga malam, sedangkan apabila kami dirumah, kami begitu tersiksa. Dan saya ingat benar, nenek kami datang menjemput kami, dan membawa kami pulang ke rumahnya - apapun yang akan kami hadapi, makan apapun, pokoknya keluar dari rumah itu. Mulailah kami tinggal di rumah itu hingga kami besar. Saya yakin sekali, ada maksud Tuhan dari semua itu. Bahwa dalam kesusahan kami, kami lebih bersandar kepada Tuhan. Kami berdoa setiap malam, mendoakan apa yang akan kami makan besok, sekolah kami, hingga sang papa kami yang jarang sekali pulang.

Pada saat kami berangkat dewasa, dan semakin kami sadar apa yang terjadi. Kami memiliki tekad bulat untuk keluar dari semua kesulitan hidup ini. Dan satu-satunya cara adalah belajar yang baik, sehingga kami memiliki prestasi dan prestasi. Syukurlah juga, Tuhan mengijinkan hal ini terjadi. Kami mendapatkan beasiswa dari gereja. Paling tidak untuk urusan sekolah, kami sudah cukup tenang.

Tapi, cerita sedih tidak pernah berhenti. Kami ingat benar ada masa-masa kami sangat kesulitan keuangan, kami makan apa saja. Tapi urusan sekolah, ini yang membuat mama kami berbeban berat. Dengan menjadi penjahit harus menghidupi 4 orang anak.Beruntunglah, mama kami sabar luar biasa. Kami dibawanya dengan sabar datang ke sekolah minggu di gereja, dan kami menjalani masa kecil sekolah minggu yang menyenangkan. Kami sangat beruntung memiliki kesempatan mengenal Tuhan dengan baik.

Di masa usai sekolah STM, saya bertekad segera bekerja. Kesempatan mulai berdatangan. Saya mengajukan lamaran ke berbagai tempat. Akhirnya ada beberapa interview yang saya jalani. Tapi Tuhan berkehendak lain. Lewat mami (nenek saya dari papa), dia memenangkan judi, sehingga membagikan sejumlah uang kepada cucu-cucunya, termasuk saya, yang notabene, cucu yang jarang atau kurang dekat dengannya. Dibalik sikapnya yang kurang baik, saya tahu dia sangat menyayangi saya dan papa, tapi keadaan membuatnya berbeda. Uang yang saya terima, kami gunakan untuk membiayai kuliah saya. Dan akhirnya terbukalah mata saya tentang pentingnya pendidikan tinggi hingga universitas.

Masa-masa awal berat, karena tidak melulu kami memiliki sejumlah uang untuk berkuliah, disamping kebutuhan adik-adik bersekolah. Saya mulai berjualan fotocopy di kampus. Setiap ada transparansi dari dosen, saya ambil dan saya copy, dan saya jual keesokan harinya. Bisnis kecil-kecilan lah. Kebetulan di depan rumah ada tukang fotocopy yang bisa memberikan harga cukup murah. Tapi toch tetap, bukan hal mudah. Papa memang pulang dan membawa kami keluar dari rumah nenek yang kami tinggali selama tahunan, tapi tetap saja jarang pulang. Tetap saja, kami terus berdoa agar dia pulang bersama kami.

Setengah tahun pertama dilalui dengan baik bersama Tuhan, dan berikutnya kami kesulitan untuk terus mendukung kuliah saya. Akhirnya saya bertekad untuk bekerja. Dan pekerjaan pertama yang saya dapat adalah sebagai sales tinta printer. Maka akrablah saya dengan jalan-jalan Jakarta, berkeliling ke sana ke sini menjual. Tidak lama ini berlangsung, karena Tuhan memanggil saya untuk bergabung dengan Bank Bali (Bank Permata sekarang), dan bergabunglah saya sebagai Operator System. Pekerjaan yang enak, dibelakang meja, ruang dingin. Tuhan membuat semuanya lancar, sehingga uang dapat saya sisihkan untuk membantu mama dan adik-adik sekolah.

Tuhan tidak tinggal diam. Setahun berlalu di tempat itu, saya dipindahkan Tuhan ke Bank Modern (sekarang sudah dilikuidasi). Dengan beda gaji Rp.50.000, saya nekat keluar dari lingkungan yang nyaman. Masuk ke dalam lingkungan yang lebih dinamis. Kepindahan ini membuahkan hasil. Karena overtime di tempat ini hingga beberapa kali lipat dari gaji pokok saya, maklumlah bank baru pada waktu itu.

Hampir 2 tahun, Bank itu bermasalah, dan sebulan sebelum bank itu ditutup, saya ditarik keluar oleh Tuhan, masuk ke lingkungan Bank Internasional Indonesia (BII). Kesempatan yang lebih luas telah disiapkan Tuhan. Kehidupan keras semasa di tempat sebelumnya, membuat saya bermasalah juga dengan diri saya sendiri dan Tuhan. Banyak dosa yang saya lakukan di hadapan Tuhan.

Semasa di BII, Tuhan terus mempersiapkan saya, dan banyak hal saya alami. Semakin dewasa, semakin mengenal Tuhan, dan juga mengenal 'dunia' yang Tuhan ciptakan. Tahun 2000, saya dipanggil Tuhan masuk sebagai Guru Sekolah Minggu, setelah pergumulan yang panjang.

Tahun 2001, saya keluar dari BII, dipindahkan ke perusahaan IT Integrator, PT. Altelindo. Ini mungkin tidak mudah. Tapi dengan penuh keyakinan, saya serahkan kepada Tuhan. Saya ingat benar, selama di BII, beberapa kali saya telah mengajukan surat resign kepada atasan saya. Baik pada saat diterima di Bank Pos, diterima di Bank Mandiri. Tapi memang, Tuhan membuat semua indah pada waktunya.

Selama 2001-2002, saya bekerja all-out. Belajar banyak hal, seolah saya menemukan dunia saya. Saya bebas berkreasi, membuat dokumen, membuat proposal, mencurahkan seluruh isi otak saya di laptop yang saya jinjing kemana2. Dan ini membuahkan hasil positif untuk perusahaan. Saya bersyukur untuk semua itu.

2003, saya keluar dari perusahaan itu, setelah bergumul berat karena banyak hal di dalam perusahaan yang kurang berkenan, terutama perlakukan pemilik perusahaan. Oleh karena itu, bergabunglah saya dengan perusahaan yang dibuat bersama atasan saya pada waktu di perusahaan itu. Kami bergabung beberapa orang, dan sayalah orang pertama yang keluar untuk mengerjakan proyek yang didapat oleh perusahaan baru ini. PT. Padutama ini adalah tempat saya bereksplorasi penuh. Sebagai pimpinan perusahaan, saya merasakan enaknya posisi ini. Tapi ini tidak berlangsung lama. Ketidak mampuan kami untuk menangani perusahaan membuat kami kewalahan, mulai dari masalah modal, kesalahan investasi, hingga komitmen. Dan akhirnya dengan berat hati, saya keluar dari perusahaan pada 2005.

Keluar dengan posisi yang tidak mengenakkan. Tidak memiliki uang, hutang dimana-mana. Kembali, karena Tuhan saja, saya bisa melalui semua itu. Kehadiran sang istri yang terus mendukung apa yang saya rasakan dan ingini, membuat saya bertekad hati untuk memulai usaha sendiri.

Juni 2005, saya keluar, dan saya datang ke notaris untuk membuat perusahaan ini. Perusahaan yang saya berikan nama Daya Cipta Mandiri. Istilah ini mungkin bukan hal baru. Daya Cipta Mandiri ini seolah sudah menjadi jati diri saya sejak 1996. Email sudah saya miliki dengan id ini.Dan terus menerus, saya gumuli, untuk menjadi filosofi hidup saya. Daya artinya kemampuan, Cipta artinya kita harus kreatif, Mandiri artinya harus bisa berdiri sendiri. Dan ini yang terus saya olah dalam diri saya, bersama Tuhan tentunya.

Dan tanpa terasa, sungguh, sudah 2 tahun kami berjalan, dan tidak pernah sekalipun Tuhan tinggalkan. Pengalaman rohani yang Tuhan bentuk, yang Tuhan ijinkan terjadi, dan terus saya rasakan, membentuk saya seperti sekarang ini. Panggilan Tuhan pada tahun 2004 untuk menjadi penatua pun, sedikit banyak saya syukuri. Saya tahu, saya tidak sendirian, oleh karena dalam apa pun yang saya hadapi, yang paling sulit sekalipun, ada Tuhan di dalamnya, bekerja dengan caraNya sendiri.

Kolose 1:16b "Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia". Mungkin bukan sembarang ayat yang cocok untuk saya. Karena saya benar-benar dan sungguh melihat. Ada Tuhan dalam setiap kehidupan saya. Dengan apa yang saya jalani sekarang pun, saya tahu, mengapa saya terus dipakai Tuhan dalam banyak hal, di banyak tempat, bertemu dengan bermacam orang, dari segala kalangan, karena ada Tuhan di dalamnya. Tuhan menginginkan sesuatu atas saya. Tuhan menginginkan hidup saya dilihat oleh banyak orang. Tuhan menginginkan saya menguatkan banyak orang. Tuhan menginginkan saya menolong banyak orang. Tuhan menginginkan sesuatu atas hidup saya. Dan itu, tanpa saya sadari saya jalani terus setiap harinya.

Bagaimana Tuhan membuat saya berdoa beberapa hari ini tentang pekerjaan penarikan kabel Fiber Optic terus menerus, karena Tuhan menginginkan saya demikian. Inilah apa yang terus saya harus gali.
Yaitu, bagaimana hidup untuk Allah? Hidup untuk Allah, bukan untuk diri saya sendiri.

Jadi, kalau toch, kita harus membuat tahapan atau rencana kerja dalam kehidupan kita, kita harus memiliki rencana strategis untuk terus menerus menggali, apa yang Allah inginkan dalam hidup kita.

Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini membantu kita, memahami perspektif Allah dalam hidup kita:
- Untuk apa saya, Tuhan tempatkan saya untuk lahir di keluarga ini ?
- Untuk apa saya, Tuhan tempatkan untuk bersekolah di sekolah ini ?
- Untuk apa saya, Tuhan tempatkan di pekerjaan ini ?
- Untuk apa saya, Tuhan ijinkan saya bergabung di gereja ini?

Marilah kita menggalinya, apakah yang Tuhan inginkan? Barulah kita set tujuan hidup kita itu.
Tuhan memberkati. Amin.