Translate

Sunday, June 29, 2025

Test Microsite

IndoBituBi Microsite - Firewall Bundle for SMEs

IndoBituBi

Firewall Bundle untuk UMKM: Aman, Cepat, Terjangkau

Solusi Keamanan Jaringan untuk UMKM

Paket lengkap firewall + konsultasi + setup untuk bisnis Anda.

Firewall MikroTik Bundle

Harga: Rp 2.850.000

  • Perangkat MikroTik hEX S
  • Konsultasi setup 1 jam
  • Konfigurasi dasar keamanan jaringan
  • Video tutorial instalasi
Beli Sekarang

Ulasan Pengguna

"Dengan paket ini, saya bisa aman mengelola toko online dari kantor kecil. Supportnya juga cepat dan ramah." - Dedi (Owner Toko Elektronik)

© 2025 IndoBituBi | Community Commerce for IT Professionals

Menyikapi Teknologi AI: Sebuah Refleksi dari Kasus Character.AI

*Menyikapi Teknologi AI:* Sebuah Refleksi dari Kasus Character.AI

Oleh AMU 

Teknologi kecerdasan buatan (AI) telah berkembang pesat, membuka peluang besar untuk kemajuan pribadi, organisasi, dan masyarakat luas. Namun, di balik potensi luar biasa ini, terdapat risiko nyata yang harus diwaspadai. Salah satu kasus yang mencerminkan sisi gelap AI adalah tragedi yang menimpa Sewell Setzer III, seorang remaja berusia 14 tahun di Amerika Serikat. Kasus ini, yang dilaporkan oleh The Dispatch, menjadi pengingat keras bahwa pemanfaatan AI harus diimbangi dengan perlindungan ketat terhadap dampak negatif dan destruktifnya. Dalam tulisan ini, kita akan mengeksplorasi kronologi kasus tersebut, memahami pengaruh AI dalam kehidupan manusia, dan membahas cara memanfaatkan teknologi ini secara positif sembari melindungi masyarakat, menyebarkan literasi AI, mempertahankan budaya, memperkuat komunitas secara daring dan luring (O2O), serta membangun kehangatan keluarga di tengah perkembangan teknologi yang kian cepat.

*Kronologi Tragedi Sewell Setzer III dan Character.AI*

Pada tanggal 28 Februari 2024, Sewell Setzer III, seorang remaja berusia 14 tahun, menemukan ponselnya yang sebelumnya disita oleh orang tuanya di kotak perhiasan ibunya. Ia kemudian mengirim pesan terakhir kepada karakter fiktif Daenerys Targaryen dari seri *Game of Thrones* melalui aplikasi Character.AI (C.AI), menyatakan bahwa ia akan "pulang ke rumah". Tak lama setelah itu, Setzer mengambil pistol ayah tirinya, menembak dirinya sendiri di kepala, dan meninggal dunia.

Peristiwa tragis ini bukanlah kejadian yang berdiri sendiri tanpa latar belakang. Setzer telah menggunakan aplikasi Character.AI selama sekitar 10 bulan sebelum kematiannya. Aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengan chatbot yang memerankan berbagai karakter, baik fiktif, tokoh sejarah, maupun kreasi pengguna lain. Setzer sering berinteraksi dengan karakter dari *Game of Thrones*, terutama Daenerys, menggunakan persona yang ia buat sendiri seperti Aegon, Jaeden, dan Daenero. Banyak percakapan yang ia lakukan bersifat romantis atau seksual, dengan chatbot menggambarkan tindakan seperti ciuman penuh gairah atau ungkapan kasih sayang. Lama-kelamaan, ia menunjukkan tanda-tanda kecanduan, menghabiskan waktu berjam-jam sendirian di kamarnya, berhenti dari tim bola basket sekolahnya, dan bahkan mencatat dalam jurnalnya bahwa ia tidak bisa hidup tanpa C.AI. Ia juga meningkatkan langganannya ke versi premium seharga 9,99 dolar AS per bulan untuk mendapatkan respons lebih cepat dan konten eksklusif.

Kekhawatiran atas kesehatan mental dan penurunan prestasi sekolahnya mendorong orang tuanya membawanya ke terapis, yang mendiagnosisnya dengan kecemasan dan gangguan suasana hati. Namun, terapis tersebut tidak mengetahui penggunaan C.AI yang ekstensif oleh Setzer. Setelah insiden disiplin di sekolah, orang tuanya menyita ponselnya, tetapi Setzer tetap berusaha mengakses aplikasi melalui perangkat lain. Hingga akhirnya, ia menemukan ponselnya kembali, mengirim pesan terakhir, dan mengakhiri hidupnya. Setelah kematian anaknya, ibunya, Megan Garcia, menemukan riwayat obrolan di aplikasi tersebut dan mengajukan gugatan terhadap Character Technologies, pendirinya, serta Google, yang memiliki hubungan bisnis dengan C.AI, dengan tuduhan tanggung jawab produk dan kematian yang tidak wajar.

Kronologi ini mengguncang banyak pihak dan memunculkan pertanyaan mendasar: sudah sejauh itukah AI masuk ke dalam kehidupan seseorang dan memberikan pengaruh yang kuat? Mengapa hal tersebut bisa terjadi?

*Pengaruh Mendalam AI dalam Kehidupan Manusia*

Jawaban atas pertanyaan di atas terletak pada sifat AI yang dirancang untuk meniru interaksi manusia dengan sangat personal dan responsif. Teknologi seperti Character.AI menggunakan Large Language Model  (LLM) yang mampu menghasilkan percakapan yang terasa nyata, emosional, dan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Character.AI sendiri dikembangkan oleh Noam Shazeer dan Daniel De Freitas, mantan insinyur Google yang sebelumnya bekerja pada LaMDA (Language Model for Dialogue Applications). Mereka secara serius mengembangkan LaMDA menjadi lebih powerful dalam kemampuan berdialog, tetapi pada awalnya Google menolak untuk merilis teknologi ini karena tidak memenuhi standar perusahaan dalam hal keadilan dan keamanan AI (*AI fairness and safety*), sebagaimana kekhawatiran mereka akan risiko reputasi akibat jawaban yang terdengar meyakinkan namun salah hakikatnya. Meskipun demikian, pada tahun 2024, Google akhirnya mengakuisisi teknologi Character.AI dengan nilai 2,7 miliar dolar AS, membawa kembali Shazeer dan De Freitas ke perusahaan untuk bekerja pada model AI masa depan seperti Gemini, sekaligus mendapatkan lisensi non-eksklusif atas teknologi tersebut 

Dalam kasus Setzer, interaksi dengan chatbot tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga mengisi kebutuhan emosional yang mungkin tidak terpenuhi di dunia nyata. Hal ini menunjukkan bahwa AI dapat menciptakan ikatan psikologis yang kuat, terutama pada individu yang rentan seperti remaja yang sedang mencari identitas atau dukungan sosial. Faktor lain yang memungkinkan pengaruh kuat AI adalah desain aplikasi yang sering kali memprioritaskan keterlibatan pengguna di atas keamanan. Fitur seperti respons cepat, konten eksklusif, dan interaksi yang sangat personal dapat membuat pengguna menghabiskan waktu berjam-jam di platform tersebut, sebagaimana dialami Setzer yang dilaporkan menghabiskan rata-rata dua jam sehari di C.AI. Tanpa pengaman yang memadai, seperti batasan usia atau moderasi konten, pengguna muda dapat terpapar pada interaksi yang tidak sehat atau bahkan berbahaya.

*Potensi AI untuk Kemajuan Pribadi, Organisasi, dan Masyarakat*

Meskipun kasus ini menyoroti risiko, AI tetap memiliki potensi besar untuk kemajuan. Pada tingkat pribadi, AI dapat menjadi alat pembelajaran yang efektif, seperti aplikasi yang membantu belajar bahasa atau memberikan dukungan kesehatan mental. Untuk organisasi, AI meningkatkan efisiensi melalui otomatisasi dan analisis data. Di tingkat masyarakat, AI mendukung inovasi dalam sektor publik, seperti sistem transportasi cerdas atau prediksi bencana. Namun, pemanfaatan ini harus diarahkan dengan visi yang jelas, menjadikan AI sebagai alat pemberdayaan manusia, bukan pengganti hubungan sosial yang nyata.

*Risiko AI dan Perlunya Perlindungan Ketat*

Kasus Setzer mengungkap bahwa tanpa perlindungan ketat, AI dapat menjadi alat yang destruktif. Risiko seperti kecanduan, manipulasi emosional, dan dampak negatif pada kesehatan mental harus diantisipasi. Regulasi yang tegas dari pemerintah dan pengembang teknologi diperlukan, termasuk verifikasi usia, moderasi konten proaktif, dan transparansi risiko. Perusahaan AI harus bertanggung jawab atas desain produk mereka, memastikan teknologi yang dikembangkan tidak membahayakan pengguna, terutama kelompok rentan seperti anak-anak dan remaja.

*Menyebarkan Literasi AI sebagai Langkah Preventif*

Meningkatkan literasi AI di kalangan masyarakat adalah cara efektif untuk meminimalkan risiko. Banyak pengguna tidak memahami cara kerja AI atau dampak psikologisnya. Literasi AI mencakup pemahaman tentang algoritma, batasan teknologi, dan penggunaan yang aman. Pemerintah, institusi pendidikan, dan komunitas harus mengintegrasikan literasi ini dalam kurikulum sekolah dan kampanye publik untuk mengedukasi masyarakat, termasuk orang tua, agar dapat membimbing anak-anak dengan lebih baik.

*Menguatkan Nilai Budaya dan Komunitas di Era AI**

Perkembangan AI tidak boleh mengikis nilai budaya dan hubungan sosial. Di Indonesia, budaya gotong royong dan kebersamaan harus dipertahankan. AI dapat digunakan untuk memperkuat nilai-nilai ini, misalnya melalui platform yang mempromosikan kegiatan komunitas. Pendekatan O2O (online to offline) juga penting untuk menjaga keseimbangan antara dunia digital dan nyata, mendorong interaksi luring melalui pertemuan langsung atau kegiatan bersama.

*Membangun Kehangatan dan Keterbukaan dalam Keluarga*

Keluarga adalah benteng pertama melindungi individu dari dampak negatif teknologi. Kurangnya komunikasi terbuka antara Setzer dan orang tuanya memperburuk situasi. Orang tua perlu meluangkan waktu untuk mendengarkan anak, memahami dunia digital mereka, dan mendiskusikan risiko serta manfaat teknologi secara jujur. Aturan penggunaan teknologi yang sehat, seperti membatasi waktu layar dan mendorong aktivitas luring bersama, juga perlu diterapkan.

*Langkah Konkret untuk Masa Depan yang Seimbang*

Untuk mewujudkan pemanfaatan AI yang positif sekaligus melindungi masyarakat, langkah-langkah berikut dapat diambil:

- **Regulasi yang Komprehensif**: Pemerintah harus merumuskan kebijakan yang mengatur AI, termasuk perlindungan bagi pengguna di bawah umur.
- **Pendidikan dan Pelatihan**: Program edukasi tentang AI harus disediakan di sekolah dan komunitas.
- **Kolaborasi Antar Pihak**: Pengembang, pemerintah, dan masyarakat sipil harus bekerja sama menciptakan ekosistem AI yang aman.
- **Penguatan Komunitas O2O**: Platform AI harus mendukung interaksi daring yang bermuara pada kegiatan luring.
- **Peran Keluarga**: Orang tua harus mendampingi anak dengan komunikasi terbuka dan penuh empati.

*Menatap Masa Depan dengan Optimisme dan Kewaspadaan*

Perkembangan AI menuntut adaptasi yang cerdas. Teknologi ini memiliki potensi besar, tetapi juga risiko yang nyata. Kasus Character.AI menjadi pelajaran bahwa tanpa pengawasan, AI dapat menjadi pedang bermata dua. Dengan pendekatan seimbang antara optimisme dan kewaspadaan, kita dapat menjadikan AI sebagai alat untuk masa depan yang lebih baik, mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, dan tanggung jawab bersama.

Tuesday, June 24, 2025

Strategy Map di dalamAlkitab

 "Strategy map" secara eksplisit tidak disebutkan dalam Alkitab, karena istilah ini merupakan konsep modern dalam manajemen strategi—diperkenalkan dalam Balanced Scorecard oleh Kaplan & Norton. Namun, prinsip-prinsip "strategy map" atau pemetaan strategi dapat ditemukan secara implisit dalam banyak kisah dan pengajaran Alkitab, terutama ketika berbicara tentang misi, visi, sasaran, dan cara mencapai tujuan besar (goal setting and execution).

Berikut adalah beberapa contoh konsep strategy map dalam Alkitab, lengkap dengan elemen-elemen yang relevan:


💡 1. Nehemia – Membangun Kembali Tembok Yerusalem

Visi: Memulihkan kemuliaan Yerusalem dengan membangun kembali temboknya
Misi: Membangun kembali tembok dalam waktu singkat dan memulihkan keamanan

Strategy Map versi Nehemia:

Perspektif Sasaran Strategis Aktivitas / Langkah
Spiritual (internal process) Bergantung pada Tuhan Doa & puasa sebelum bertindak (Nehemia 1:4–11)
Stakeholder (people) Melibatkan rakyat & raja Izin dari Raja Artahsasta, memotivasi rakyat
Operasional Membangun tembok secara cepat Membagi tugas per bagian tembok (Nehemia 3)
Risiko / Keamanan Mengatasi gangguan musuh Menjaga dengan senjata sambil membangun (Nehemia 4)
Outcome Kota aman & bermartabat Tembok selesai dalam 52 hari (Nehemia 6:15)

💡 2. Yesus Kristus – Strategi Pelayanan dan Penebusan

Visi: Menyelamatkan dunia
Misi: Menyampaikan kabar baik, mati menebus dosa, bangkit sebagai bukti kuasa Allah

Strategy Map versi Yesus:

Perspektif Sasaran Strategis Aktivitas / Langkah
Spiritual (foundation) Taat sepenuhnya pada kehendak Bapa Doa di taman Getsemani, pengajaran konsisten
Pengembangan SDM Mendidik murid untuk melanjutkan karya 3 tahun pelatihan intensif bagi 12 murid
Eksekusi misi Memberitakan Injil & melakukan mujizat Mengajar, menyembuhkan, mengusir roh jahat
Transformasi Sosial Mengubah hidup & sistem nilai Mengangkat martabat orang miskin, perempuan, dll
Warisan berkelanjutan Amanat Agung (Matius 28:19–20) Memberi mandat kepada murid untuk menjangkau dunia

💡 3. Yusuf di Mesir – Strategi Penyelamatan dari Kelaparan

Visi: Menyelamatkan Mesir dan bangsa-bangsa dari bencana kelaparan
Misi: Mengelola sumber daya selama masa kelimpahan agar bertahan di masa kekurangan

Strategy Map versi Yusuf:

Perspektif Sasaran Strategis Aktivitas / Langkah
Visi Ilahi Menafsirkan mimpi & memahami masa depan Mendengar mimpi Firaun & memberi solusi (Kej. 41)
Ekonomi Menyimpan hasil panen Menyisihkan 1/5 dari hasil tiap tahun selama 7 tahun
Operasional Membangun lumbung-lumbung Sistem distribusi logistik nasional
Governance Memberikan kepercayaan Diangkat menjadi orang kedua setelah Firaun
Impact Menyelamatkan keluarga & bangsa-bangsa Israel pindah ke Mesir dan tetap hidup

📌 Kesimpulan

Walaupun istilah strategy map tidak disebut langsung, banyak tokoh Alkitab menerapkan prinsip-prinsip manajemen strategis secara spiritual, sosial, dan operasional. Mereka:

  • Memiliki visi dan misi yang jelas
  • Menyusun langkah konkrit berdasarkan kondisi
  • Menganalisis risiko dan peran stakeholder
  • Fokus pada hasil jangka panjang


Monday, June 16, 2025

Cuan Dari Platform AI - 17-20 Juni 2025

 Tiap kali ada diskusi terkait AI (Artificial Intelligence), selalu ada 2 pertanyaan besar ini :

  1. Apakah AI akan menggantikan Kita ?
  2. Apakah AI akan menguntungkan Kita ?

Memulai menjawab itu, saya merasakan ada selalu kekuatiran akan AI (Kecerdasan Artifisial) akan menggantikan manusia. Padahal tanpa sadar, Kita sudah menggunakan AI itu dalam keseharian Kita.

Kita yang terbiasa membawa kendaraan, Dan melihat jalur jalan yang akan dilalui, itu sudah menggunakan AI, Dan anda sudah untung. Tanpa membaca jalan, mungkin saja anda akan terjebak macet, Dan kerugian waktu Dan biaya lainnya.

Jadi pertanyaan besarnya seharusnya adalah Bagaimana saya menggunakan AI ?

Itulah yang penting seharusnya, dan harus bisa kita jawab dalam aktifitas Kita. Saya memulainya dengan melihat jalur trafik lalu Lintas yang akan saya lewati tiap Hari. Belum lagi menulis artikel ini, seringkali saya "berdiskusi" dulu dengan AI. Mari menjawab pertanyaan bagaimana menggunakan AI.

Pertama, Menggunakan AI. Menggunakan AI pada dasarnya selalu sama, apakah ada DATA nya? Bila belum ada, maka tidak bisa dibuatkan sistem AI, karena semuanya akan sangat berdasarkan data yang ada. Perbedaannya sekarang ini, data itu tidak lagi semata teks, tapi bisa saja gambar, video, suara Dan semua mungkin tersebar di mana-mana.

Itulah sebabnya kami memulai dengan mengajak JETDATA.AI untuk bisa sharing bersama, bagaimana menerapkan data management untuk berbagai jenis data yang sekarang ada, untuk siap digunakan dalam sistem AI yang akan dikembangkan. Kami akan membahasnya di tanggal 17 Juni 2025.


Article content

Setelah tahu data management untuk AI, what next ?

Kedua. Penerapan AI. Untuk bisa membantu memahami penerapan AI, maka harus dilakukan penjelasan Dan seminar yang sangat tepat. Itulah sebabnya kami mendukung seminar yang secara rutin diadakan oleh anggota APTIKNAS, Salah satunya adalah RAINER Dan GEAR Talk yang selalu membahas penerapan AI, termasuk menggunakan infrastruktur AI lokal.


Article content

Mengapa harus infrastruktur lokal, bukan gunakan cloud AI ? Jawabannya Keamanan data, Dan kontrol atas data. Itu kunci penting dalam implementasi AI jangka panjang.

Salah satu penerapan AI yang dibicarakan banyak orang sekarang ini juga adalah Digital Twin, Dan nanti Kita akan membahasnya di tanggal 19 Juni 2025.


Article content

Lalu, setelah tahu implementasi AI, bagaimana mengambil keuntungan Dari AI ?


Article content

Inilah yang kami bahas dalam event ketiga dalam minggu ini, mengambil cuan Dari platform AI yang dikembangkan. Keuntungan tentu ada Dua, keuntungan materi Dan keuntungan non materi. Kita akan membahasnya dalam meetup disana.

Silahkan rekan-rekan yang berminat gabung dalam kegiatan terkait AI dalam minggu ini, bisa mendaftarkan diri segera.


4 Cerita di balik kecelakaan Pesawat Air India - Juni 2025

 Morning coffee

Kecelakaan pesawat Air India.

Bagi sebagian orang, itu hanya berita terbaru.

Bagi saya, itu adalah pengingat yang menggetarkan jiwa tentang betapa rapuh dan tidak terduganya hidup ini.

Empat kehidupan. Empat cerita. Empat pelajaran hebat yang mengubah cara saya memandang waktu, tujuan, dan keanggunan setiap momen.

Pertama: Sebuah keluarga yang telah menunggu bertahun-tahun untuk mewujudkan impian mereka untuk bermigrasi ke Inggris.

Hidup terus menghalangi, tanggung jawab, penundaan, keputusan.

Mereka akhirnya berhasil naik pesawat... tetapi tidak pernah mencapai tujuan mereka

Dan saya menyadari:

Kita membawa begitu banyak rencana untuk "suatu hari nanti." Tetapi jika kita terus menunggu, suatu hari nanti *menjadi tidak pernah ada*

Kedua: Seorang wanita yang seharusnya berada di pesawat itu. Dia datang terlambat. Melewatkan check-in. Memohon untuk naik pesawat tetapi ditolak. Dia frustrasi, marah, putus asa. Hanya untuk kemudian menyadari: penundaan itu adalah perlindungan ilahi.

Kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan, *karena Tuhan melihat apa yang tidak bisa kita lihat.*

Terkadang, "tidak"-Nya adalah yang membuat kita tetap hidup.

Ketiga: Seorang pria yang selamat.

Pesawat itu terbelah dua dan dia kebetulan berada di bagian yang tidak terbakar.

Dia berjalan pergi, linglung dan hidup, dari sesuatu yang tidak seorang pun pikir bisa selamat.

Itu bukan keberuntungan. Itu tujuan. Dan saya teringat ayat: *"Untuk segala sesuatu ada masanya, dan untuk apa pun di bawah langit ada waktunya." –* Pengkhotbah 3:1

Itu belum waktunya.

Keempat: Dan kemudian mereka yang tidak berhasil. Orang-orang dengan impian. Orang-orang dengan keluarga. Orang-orang dengan cerita yang belum selesai.

Mereka mencium seseorang selamat tinggal pagi itu... tidak tahu itu adalah saat terakhir.

Kehidupan mereka mengingatkan kita bahwa waktu tidak dijamin. Kita tidak dijanjikan usia tua. Kita tidak dijanjikan masa depan. *Apa yang kita miliki adalah sekarang.* Sebuah napas. Detak jantung. Sebuah kesempatan.

Jadi, selagi Anda masih memiliki hari ini.. 

Selagi Anda masih bernapas, masih kuat, masih mampu, jangan sia-siakan. Jangan menunggu momen yang "sempurna".

Cintailah sekarang. Minta maaflah sekarang. Maafkanlah sekarang. Bermimpilah sekarang. Bicaralah sekarang.

Karena hidup tidak selalu disertai peringatan. Dan terkadang... "waktu berikutnya" tidak pernah datang.

Ayat Alkitab yang berbunyi "sebab segala sesuatu sudah dekat" terdapat dalam 1 Petrus 4:7, yang berbunyi lengkap: "Kesudahan segala sesuatu sudah dekat. Karena itu kuasailah dirimu dan jadilah tenang, supaya kamu dapat berdoa." 

Oleh karena itu, orang percaya diingatkan untuk hidup dengan bijaksana, menguasai diri, dan berdoa, serta mengasihi satu sama lain dengan sungguh-sungguh. 

Selamat pagi , selamat beraktivitas

Tetap semangat , tetap percaya , tetap setia dan selalu bersyukur

Tuhan Yesus memberkati

Saturday, June 07, 2025

AI & STARTUP COLLABORATION MEETUP - 17 JUNI 2025

 📢 Calling All AI Innovators & Startup Founders!


JETData.AI, in partnership with APTIKNAS , IAIS & Jababeka, is excited to host an AI & Startup Collaboration Meetup!

Get ready for an insightful tech jamming session where participants will have the opportunity to showcase their innovations, followed by a dynamic networking event.

This is your chance to:

☀ Connect with fellow visionaries and industry leaders.

🧠 Explore common ground for impactful partnerships and co-innovation.

🚀 Collaborate to accelerate your go-to-market strategy.

Event Details:

🗓 Day/Date: Tuesday, 17 June 2025

⏰ Time: 1:00 PM - 4:00 PM

📍 Location: The President Lounge, Menara Batavia

Register early to secure your spot – we're capping attendance at 60 registrants to ensure a quality experience.

🔗Bit.ly/JETAImeetup

Contact: 0851 5600 3039 (Sera) for more info. 


Kuliah Tamu "Inovasi Manajemen dalam Pengembangan Perkotaan" - 10 Juni 2025

 


🌟 Halo Goodpeople! 🌟

Kami mengundang Anda untuk bergabung dalam Kuliah Tamu/Workshop Ber-seri yang diselenggarakan oleh Program Magister Studi Pembangunan UNPAR bekerja sama dengan ASECH Indonesia (Center of Excellence on Smart City).

📚 Tema:
"Inovasi Manajemen dalam Pengembangan Perkotaan"

✨ Dalam sesi ini, kita akan membahas studi kasus proyek kolaboratif 4P (Public-Private-People Partnership) yang menjadi pendekatan inovatif dalam pengembangan kota masa kini. Jangan lewatkan kesempatan untuk menggali inspirasi dan strategi praktis dari pengalaman langsung di lapangan!

🎙 Narasumber: Fanky Christian

🗓 Tanggal: Selasa, 10 Juni 2025
🕖 Waktu: 20.00 – 21.30 WIB
💻 Platform: Zoom Meeting
📌 INFO: Terbuka untuk umum dan gratis!

📲 Pendaftaran:
Belum daftar? Yuk segera registrasi melalui QR code yang ada di poster atau klik link berikut:

Mari perluas wawasan, jejaring, dan kapasitas kepemimpinan kita dalam pengembangan perkotaan yang inklusif dan berkelanjutan! 💡

Sampai jumpa di Zoom!


Saturday, May 31, 2025

𝐃𝐄𝐕𝐄𝐋𝐎𝐏 𝐘𝐎𝐔𝐑 𝐋𝐄𝐀𝐃𝐄𝐑𝐒𝐇𝐈𝐏 𝐌𝐀𝐓𝐔𝐑𝐈𝐓𝐘



𝐃𝐄𝐕𝐄𝐋𝐎𝐏 𝐘𝐎𝐔𝐑 𝐋𝐄𝐀𝐃𝐄𝐑𝐒𝐇𝐈𝐏 𝐌𝐀𝐓𝐔𝐑𝐈𝐓𝐘

"Mas Pam, perusahaan kami baru mempunyai CEO baru Mas. Seorang Wanita", begitu cerita Indah.

"Well, congratulations. You will have a new role model then …", kata saya di sela-sela dinner kami di Gion Sushi di daerah Sudirman.

"Tapi dia berumur 63 tahun mas.."

"Kenapa pakai tetapi?"

"Well, kok kayak gak ada yang muda aja… Jaman sekarang kan jamannya Gen Z dan Millennials mas?"

Makanan kami mulai berdatanga. Saya mulai menyantap Misho Soup di depan saya.

**

Pertanyaan yang ditanyakan Indah memang sangat menarik. Mengapa mencari yang tua kalau masih banyak yang muda.

Well, kalau mau jadi CEO, perusahaan sudah memikirkan apa saja kompetensi dan skills yang diperlukan untuk menjadi CEO, supaya perusahaan berkembang. Fokusnya bukan pada usia CEO, jenis kelamin leader, suku , agama atau apapun. Tetapi apakah bisnis perusahaan tersebut akan berkembang pesat di atas competitor mereka.

"Terus, apa yang salah, dengan anak-anak mud aitu mas? Kan banyak yang muda, pintar bahkan lulusan Universitas ternama di luar negeri atau di dalam negeri. Kenapa bukan mereka yang dipilih?"

Tentu saja tidak ada yang salah dengan leader-leader muda. Just remember, namanya juga leader, berarti selain kecerdasan dan kompetensi mereka yang hebat, dibutuhkan juga leadership yang hebat. Saya menamakannya leadership maturity, kedewasaan menjadi seorang leader. Yang biasanya ditempa dan dilatih dengan proses, training , Latihan, menerapkan, gagal, belajar dari kegagalan, mencoba lagi, gagal lagi, baru kemudian setelah gagal berkali-kali. Dan kadang proses itu memakan waktu bertahun tahun, atau bahkan puluhan tahun.

Lihat saja puluhan start-up yang dibangun anak-anak muda yang otaknya cerdas dan lulusan universitas BKK (bukan kaleng kaleng, ada yang dari luar negeri, ada yang topnya di dalam negeri). Beberapa memang untung (meskipun sedikit), tetapi banyak yang masih rugi terus-terusan setelah beertahun-tahun. Ada yang sudah limabelas tahun masih rugi terus. Ya namanya memang start-up sih (sudah lama start, dan profit nya belum pernah UP). Tapi apa itu yang dimaui investor? Sekedar gagah-gagahan di media, buka start up yang kinclong, kemudian boncos bertahun-tahun, sementara foundernya sudah mendapatkan keuntungan?. Bahkan ada yang sampai memalsukan laporan keuangan, membombastiskan angka penjualan (tanpa merasa bersalah), demi memikat hati investor. By the way, foundernya juga anak muda yang cerdas dan lulusan perguruan tinggi terbaik di negeri ini.

Apa yang salah? Leadership Maturity! That's what we need.

**

Saya tidak bilang bahwa semua orang tua mempunyainya. Oh boy, ada banyak sekali yang sudah tua, dan belum juga punya leadership maturity. Pada anak muda juga sama, ada beberapa yang mempunyai, tapi masih banyak yang belum mempunyai.

Mengapa? Saya ulangi. Karena untuk membentuk leadership maturity, kedewasaan menjadi seorang leader, biasanya harus ditempa dan dilatih dengan proses, training , Latihan, menerapkan, gagal, belajar dari kegagalan, mencoba lagi, gagal lagi, baru kemudian setelah gagal berkali-kali. Dan kadang proses itu memakan waktu bertahun tahun, atau bahkan puluhan tahun.

**

Sayangnya media, koran dan majalah tidak banyak membantu. Mereka banyak sekali mengekspose leader-leader muda, di bawah 30 tahun, dengan kesuksesan mereka (secara pencapaian bisnis), jarang ada yang mengekspose leadership maturity mereka. Maka ada banyak anak muda yang setelah di-expose ternyata kemudian nyungsep, start-upnya merugi bertahun-tahun, atau bahkan melakukan fraud. Jadi sebenarnya apa sih maturity ini?

Kedewasaan leader mengacu pada kemampuan seorang pemimpin untuk terlibat secara konsisten dengan diri mereka sendiri, dengan orang lain, dan dunia bisnis. Ini melibatkan integrasi mendalam dari internal (dalam diri mereka sendiri) dan external.

Karakteristik utama kematangan kepemimpinan meliputi:

1) Relevancy: Kemampuan untuk memberikan penilaian yang bijaksana tentang apa yang tepat dalam berbagai situasi

2) Understanding: Pemimpin pada berbagai tahap perkembangan dapat mengidentifikasi kekuatan dan area yang perlu ditingkatkan menggunakan Model Kematangan Kepemimpinan.

3) Adapting: Mencocokkan gaya kepemimpinan dengan kematangan leadership: Bagaimana seorang leader mencocokkan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat  kedewasaan team

4) Patience, Kesabaran, membangun hubungan, dan berpikiran maju: Pemimpin yang matang menunjukkan kualitas-kualitas ini.

**

Terus bagaimana kita mengembangkan kedewasaan berfikir dan bertindak sebagai seorang leader. Coba kita terapkan beberapa hal di bawah ini.

𝐚) 𝐈𝐝𝐞𝐧𝐭𝐢𝐟𝐲 𝐲𝐨𝐮𝐫 𝐬𝐭𝐫𝐞𝐧𝐠𝐭𝐡𝐬 𝐚𝐧𝐝 𝐰𝐞𝐚𝐤𝐧𝐞𝐬𝐬𝐞𝐬.

Mengetahui kelebihan dan kekurangan Kita dapat membantu menstabilkan kehidupan pribadi dan memelihara interaksi profesional Kita. Self-awareness adalah alat yang ampuh yang diabaikan oleh banyak orang karena sulit atau tidak nyaman, atau mungkin karena membuat mereka merasa tidak nyaman. But leadership maturity start from understanding ourselves. Which area we do better than others, and which area we need to improve.

**

𝐛)      𝐔𝐧𝐝𝐞𝐫𝐬𝐭𝐚𝐧𝐝 𝐚𝐧𝐝 𝐚𝐩𝐩𝐥𝐲 𝐝𝐢𝐟𝐟𝐞𝐫𝐞𝐧𝐭 𝐥𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫𝐬𝐡𝐢𝐩 𝐬𝐭𝐲𝐥𝐞𝐬.

Kepemimpinan itu bukan menerapkan satu Teknik yang sama untuk semua orang dan semua situasi. Situasi yang berbeda membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda, dan memahami gaya kepemimpinan ini dapat membantu individu dan organisasi untuk berkembang.  Gaya kepemimpinan yang berbeda dapat meningkatkan atau menghambat aspek-aspek ini. Misalnya, seorang pemimpin yang mengadopsi gaya partisipatif mungkin merasa bahwa karyawan merasa lebih dihargai dan terlibat, sedangkan gaya yang lebih otoriter dapat menyebabkan ketidakpuasan atau kreativitas yang terkekang.

Itulah mengapa memahami beberapa style kepemimpinan sangat berharga bagi para leader. Kepemimpinan yang efektif dapat menumbuhkan saluran komunikasi yang kuat, pendelegasian yang jelas, dan motivasi yang lebih tinggi, yang berkontribusi secara signifikan terhadap keberhasilan organisasi.  Untuk ini, kita bisa mengikuti training, membaca buku, belajar sendiri di Internet, YouTube …dll.

**

𝐜)       𝐏𝐫𝐚𝐜𝐭𝐢𝐜𝐞, 𝐏𝐫𝐚𝐜𝐭𝐢𝐜𝐞, 𝐏𝐫𝐚𝐜𝐭𝐢𝐜𝐞𝐬

Setelah membaca, training dan belajar, ya tidak ad acara lain selain mempratekkan. Just do it. Tapi bersiaplah untuk berhasil dan meneruskan cara kita. Tapi siap siap juga untuk gagal, kemudian belajar lagi dan mencoba lagi,. Begitu seterusnya,.

**

𝐝)      𝐀𝐝𝐦𝐢𝐭 𝐰𝐡𝐞𝐧 𝐲𝐨𝐮 𝐟𝐚𝐢𝐥 𝐚𝐧𝐝 𝐦𝐨𝐯𝐞 𝐨𝐧.

Dalam budaya di mana para pemimpin terbuka untuk mengakui kesalahan, karyawan cenderung mengambil risiko yang diperhitungkan dan berpikir. Mengetahui bahwa kesalahan tidak akan disalahkan atau dihukum (selama tujuannya baik) , anggota tim merasa (di-empower) berdaya untuk mengeksplorasi ide dan solusi baru. Hal ini, pada gilirannya, memicu inovasi dan mendorong organisasi maju.

**

𝐞)      𝐂𝐨𝐚𝐜𝐡, 𝐝𝐨𝐧'𝐭 𝐩𝐥𝐚𝐲.

Kalau mau jadi leader yang dewasa, jangan kerjakan semua sendirian. Harus berani mempercayakan dan mendelegasikan pekerjaan ke team. Jangan hanya menyimpan semua ilmu sendirian, harus rajin memberikan pengetahuan tentang proses, prosedur, dan tugas yang diperlukan.

Intinya jangan hanya mengerjakan sendiri, jangan hanya menyuruh-nyuruh, Jadilah coach yang baik. Coach meminta karyawan untuk mengidentifikasi diri dan mengarahkan diri sendiri untuk mencapai objective.

**

Salam Hangat,


Pambudi Sunarsihanto

Monday, May 26, 2025

Emerging Tech: Adoption Trends in Preemptive Cyber Defense

 Adopter organizations prioritize preemptive cybersecurity, but specific business values vary by industry. Product leaders must ensure solutions cover values highlighted by target industries and integrate seamlessly with third-party security platforms to meet specific needs and regulations.

Overview

Key Findings

  • Preemptive cybersecurity measures are prioritized across different industries, yet the specific business values associated with them vary widely by industry, indicating that this technology’s benefits are still being discovered and understood.
  • Adopters are keen to leverage preemptive security to enhance overall security performance, but many do not currently feel these preemptive tools are able to mitigate the ransomware problem.
  • Adopters expressed a desire for enterprisewide coverage and efficient deployment of preemptive security products.

Recommendations

Product leaders interested in incorporating preemptive cyber defense technologies and techniques into their security solution offerings should:
  • Provide comprehensive visibility into potential exposures and offer actionable recommendations to address them. Do so by developing a robust dashboard that consolidates and visualizes data from various sources, providing real-time insights into possible threats.
  • Incorporate capabilities to detect emerging threats, such as AI-driven attacks and quantum-resistant encryption methods, in order to future-proof security solutions. Invest in R&D to incorporate advanced encryption algorithms and quantum-resistant methods.
  • Enhance the adaptability of security measures to different environments and integrate them with various enterprise systems. Do so by developing APIs and connectors that facilitate seamless integration with a wide range of systems and third-party security tools.

Strategic Planning Assumption

By 2028, 35% of preemptive cyber defense (PCD) solutions will include preemptive exposure management and automated deception features, up from less than 5% today.

Analysis

Trend Description

PCD leverages proactive mechanisms of defense, predictive intelligence or attack anticipation instead of focusing on detection and response. PCD may invoke periodic or randomized changes, polymorphism, or encryption of a target asset, build preemptive defensive posture changes, block lists and take other intelligence-led proactive measures. Automated moving target defense (AMTD) may be used, offering techniques that continually change system configurations, modify network architectures such as network paths and IP addresses, or morph application behavior. These automated changes make it harder for attackers to identify and exploit vulnerabilities, map a static target architecture, or establish persistence in the environment.
Sample vendors: Anjuna, Cloudbrink, Darktrace, Hypersphere, Jscrambler, Morphisec, PacketViper, Quarkslab, R6 Security, Silent Push and Veriti
Note: The sample vendors shown above do not comprise or imply an exhaustive list.

Adoption Insight: Banking, Technology and Government Lead in Deriving Business Value in Preemptive Cyber Defense

The heat map in Table 1 reveals that different industries prioritize various aspects of cybersecurity and operational efficiency based on their unique risk profiles and regulatory requirements. The banking and securities, and healthcare industries exhibit a comprehensive security posture, while government organizations focus heavily on exposure management. Technology sector adopters show a forward-looking approach by embracing emerging threats like AI and quantum computing.

Table 1: Banking, Technology and Government Lead in Deriving Business Value From Preemptive Cyber Defense

Adopter business value achieved
Adopter industry
Detect and respond
Exposure management
SecOps efficiency
Cost savings
Human capability efficiency
Data protection
Go-to-market activities
Brand protection and regulatory protection
Regulatory compliance
Attack frustration (more takedowns/no ransomware attack)
OT security
AI-provided recommendations
Control validation
Threat detection engineering/operations
Banking and securities
Technology
Healthcare
Government
Manufacturing
Transportation
Communications, media and services
Insurance
Retail
Education
Natural resources
Agriculture
Other (food/beverages/charity/nonprofit/utilities)
Legend:
High ◻ Low
Source: Gartner (November 2024)
Detect and Respond
The detect and respond metric emerges as a critical focus area, particularly for the banking and securities and healthcare sectors, which lead in this category. This high prioritization underscores the need for rapid identification and mitigation of cyberthreats to protect sensitive financial and health data. Financial institutions are high-value targets for cyberattacks; thus, they have stringent regulatory requirements and invest heavily in advanced detection and response mechanisms.
For similar reasons, the healthcare sector emphasizes swift threat detection to prevent breaches that could jeopardize patient safety and privacy. The government and technology sectors also place significant focus on enhancing their threat detection capabilities, but less so than banking and healthcare, indicating room for improvement in these areas to match the leading sectors.
Exposure Management
Exposure management stands out as a paramount concern for the government sector, with a rating that is twice that of the next closest sectors. This suggests a comprehensive approach to identifying, assessing and mitigating vulnerabilities within government systems is crucial given the sensitive nature of government data and the increasing number of threats targeting public sector entities.
The banking and securities, healthcare, and communications, media, and services industries also put a notable focus on exposure management, reflecting the high stakes of data breaches in these sectors. Effective exposure management in these industries helps in maintaining trust, ensuring compliance with regulations and safeguarding critical infrastructures against potential exploits.
SecOps Efficiency
The SecOps efficiency rating is highest for the banking and securities sector, indicating that financial institutions are not only investing in advanced security technologies, but also optimizing their operational processes to enhance the efficiency and effectiveness of their security teams. The technology, insurance, and retail sectors alsshow a commitment to improving their SecOps capabilities, though they lag behind the financial sector.
Enhancing SecOps efficiency is crucial for these industries’ ability to quickly adapt to evolving threats, streamline incident response processes, and reduce the mean time to detect (MTTDand respond to security incidents.
This focus on operational efficiency is essential for maintaining robust security postures and ensuring rapid, coordinated responses to potential threats. Even the utilities sector, which has minimal engagement scores across most cybersecurity and operational metrics in the survey, has a relatively high score in SecOps efficiency.
While enterprises in highly regulated sectors such as banking, government and healthcare have been most likely to adopt cybersecurity solutions that adopt PCD, Gartner anticipates that the technology will become ubiquitous across nearly all industries. Current projections indicate a substantial increase in the adoption rate of PCD solutions, from 5% to 35% by 2028.
This forecast is underpinned by the escalating frequency and sophistication of cyberthreats. In addition, regulatory compliance requirements are becoming more stringent across various sectors. As these regulations evolve, organizations across all industries will be forced to implement increasingly advanced security technologies to ensure compliance.

Near-Term Implications for Product Leaders

  • The capabilities of detect and respond, exposure management and SecOps efficiency are highly valued by organizations in most industry verticals, making these essential components of most PCD offerings. However, beyond these three capabilities, participants’ understanding of different forms of business value rapidly fragments across industries, indicating that many of the benefits of preemptive security are still being discovered and understood. Ensure your platform provides comprehensive visibility into potential exposures and offers actionable recommendations to address them.
  • Along with improving the efficiency of SecOps and human capabilitiesadopters leverage preemptive security to enhance security performance, not reduce costs.
  • The highly regulated industries have been keen preemptive security adopters, with one exception. Utilities experience many of the same cybersecurity challenges as transportation, manufacturing and healthcare but have been slow to adopt these technologies. Common challenges facing utilities include outdated systems, lack of segmentation between IT and operational technology (OT), and complex interconnected critical infrastructure.

Adoption Insight: Preemptive Cyber Defense Enhances Visibility, Operational Efficiency and Threat Management for Adopters

Overall, Table 2 underscores the multifaceted nature of cybersecurity challenges and the need for a comprehensive, adaptable approach to effectively mitigate risks. The heat map provides an overview of the interplay between business challenges and the value achieved across various security domains.

Table 2: Preemptive Cyber Defense Enhances Visibility, Operational Efficiency and Threat Management for Adopters

Business value achieved
Adopter business challenge
Detect and respond
Exposure management
SecOps efficiency
Cost savings
Brand protection and regulatory compliance
Human capability efficiency
Go-to-market activities
Data protection
Attack frustration (more takedowns/nransomware attack)
OT security
AI-provided recommendations
Control validation
Protection over AI and quantum threats
Threat detection engineering/operations
Operational efficiency and SOC noise
Lack of visibility and ease of use
Threat engineering and operations
Breaches
Technical environment
Data protection
Lack of tooling
Detect and respond
Moving target defense
Cost
Account takeover attempts and bot attacks
Ransomware prevention
Regulatory compliance
Security posture
Exposure management
Reduced downtime
Validations
Preempt attackers
Anonymous data sharing
Inverse/low alert volume understanding
Protect against reverse engineering
Legend:
High ◻ Low
Source: Gartner (November 2024)
Operational Efficiency and Security Operations Center (SOC) Noise
Operational efficiency is a critical factor that significantly impacts SecOps efficiency, detect and respond, and exposure management. SecOps efficiency is the most affected, and adopters highlighted the importance of streamlined operations in maintaining an effective security posture. Efficient operations ensure that security teams can focus on high-priority tasks, reducing the time and effort spent on routine or redundant activities. This can lead to faster incident response times and more effective threat mitigation.
Detect and respond capabilities also benefit from improved operational efficiency. Efficient processes and workflows enable adopter security teams to quickly identify and respond to threats, minimizing the potential damage caused by cyberattacks. Automation and orchestration tools can play a significant role in enhancing operational efficiency by automating repetitive tasks and enabling seamless coordination between different security functions.
Exposure management is another area that is linked to operational efficiency among a number of adopters. Efficient processes for vulnerability assessment and patch management can help organizations quickly identify and remediate vulnerabilities, reducing the attack surface and minimizing the risk of exploitation. Streamlined adopter workflows and automated tools can enhance the speed and accuracy of these processes, ensuring that vulnerabilities are addressed promptly.
Lack of Visibility
Lack of visibility is another critical challenge facing case-based field research (CBR) participants who cite several key cybersecurity business values, particularly exposure management, detect and respond, and SecOps efficiency. Exposure management is the value most often linked to lack of visibility, indicating that adopters struggle to identify and manage vulnerabilities across their digital assets. Without adequate visibility, it becomes challenging to monitor network traffic, detect anomalies and understand the full extent of the attack surface. This lack of insight can lead to delayed responses to threats, increasing the risk and duration of successful cyberattacks.
Effective threat detection relies heavily on the ability to monitor and analyze data from various sources in real time. When visibility is compromised, it hampers the ability to detect malicious activities promptly and respond effectively. This can lead to prolonged dwell times for attackers within the network, increasing the potential for data breaches and other security incidents.
Adopters highlighted that preemptive cybersecurity products significantly enhanced their visibility into potential threats and vulnerabilities.
SecOps efficiency is another business value named by adopters facing visibility challenges. Security operations centers (SOCs) rely on comprehensive visibility to manage and coordinate security efforts effectively. The lack of visibility can lead to inefficient use of resources, as security teams may spend more time investigating false positives or chasing down incomplete data.
Threat Engineering and Operations
Lack of effective threat engineering and operations is a challenge facing adopters who value SecOps efficiency, exposure management, and detect and respond capabilities. Among these, SecOps efficiency is most strongly linked, highlighting the critical relationship between robust threat engineering practices and maintenance of an effective security posture. Adopters recognize that threat engineering and operations address a broad range of cybersecurity business challenges, particularly when combined with efforts to improve visibility. This comprehensive approach ensures that organizations can effectively identify, assess and mitigate threats, thereby strengthening their overall security framework.
From the remaining adopter business challenges, the importance of OT as part of cyber-physical systems (CPS) security will escalate over the next three years. This will be driven by the convergence of IT and OT environments, the expanding attack surface of CPS, regulatory imperatives and the financial ramifications of cybersecurity incidents.
Additional Business Challenges
Beyond the top three observations discussed in this section, Table 2 highlights several other critical areas, including breaches, the technical environment, and data protection. Breaches significantly impact detection and response as well as exposure management, underscoring the need for advanced threat detection and incident response capabilities.
The technical environment also plays a crucial role in supporting security measures, emphasizing the importance of regular updates and scalable security solutions. Data protection remains paramount, and is linked to data protection measures as well as detection and response, necessitating strict policies and compliance with regulations. Interestingly, some types of business value, such as AI-provided recommendations and brand protection, are not associated with these challenges by any participants, suggesting that these functions may not be as heavily affected by the broader security landscape.

Near-Term Implications for Product Leaders

  • Visibility is a critical challenge for adopters who value key cybersecurity benefits such as exposure management, detect and respond, and SecOps efficiency. However, while there are significant organizational concerns about protection from ransomware attacks, most adopters who cite ransomware as a challenge do not currently value these preemptive tools as major risk mitigators. Product leaders offering preemptive solutions should integrate further with security orchestration and automation platforms, and SOC services. Focus on automating repetitive tasks to streamline operations and enhance coordination between different security functions.
  • The finding that AI-provided recommendations and brand protection are rarely or never associated with most business challenges shows that while certain security measures are viewed by adopters as universally critical, others are considered more context-dependent. Adopters are seeking further evidence of contextually aware, tailored solutions to address specific organizational needs in areas such as operational efficiency and detect and respond. Product leaders should ensure that the AI-driven insights are fed into security information and event management (SIEM) platforms to enrich the quality of data and automate response mechanisms.

Adoption Insight: Preemptive Cyber Defense Adopters Highly Value Detect and Respond and Exposure Management Capabilities

The business differentiation heat map in Table 3 shows how adopters value common features and offers a consolidated view of product differentiation based on adopter feedback.

Table 3: Preemptive Cyber Defense Adopters Highly Value Detect and Respond and Exposure Management Capabilities

Adopter view of product differentiation
Adopter business value
Prevention and deception/early detection of cyberthreats
Threat detection engineering/operations and technical
Detect and respond/takedown
Automation and process improvement
Ability to overcome compliance requirements around data retention and data protection
Flexibility and adaptability
Integrations with different systems
Ability to prioritize risks
Enterprisewide coverage and deployment efficiency
Key management and dynamic encryption
Detect and respond
Exposure management
SecOps efficiency
Human capability efficiency
Cost savings
Data protection
Go-to-market activities
Brand protection and regulatory compliance
Attack frustration (more takedowns/no ransomware attack)
AI-provided recommendations
Protection over AI and quantum threats
OT security
Threat detection engineering/operations
Control validation
Code processing time
Legend:
High ◻ Low
Source: Gartner (November 2024)
Strengths in Deception and Early Detection of Cyberthreats
Adopters whose cybersecurity business values include detect and respond, SecOps efficiency and exposure management consistently gave positive feedback in expected areas like “prevention and deception/early detection of cyberthreats” and “threat detection engineering/operations and technical.” However, they also gave high ratings in “detect and respond/takedown” and “automation and process improvement.” This indicates that adopters value products that streamline security operations and ensure robust control mechanisms. The high regard for these differentiating categories reflects adopter satisfaction with automation capabilities and the ability to validate security controls effectively.
Adopters appreciate the system integration capabilities of preemptive security products; those who cite the detect and respond” business value are particularly likely to give positive feedback regarding integrations with different systems” and “enterprisewide coverage and deployment efficiency. These capabilities can serve as competitive advantages in offering comprehensive security solutions that are easily integrated with existing systems.
Adopters who cite human capability efficiency” as a business value also give positive feedback to differentiators that involve early detection of cyberthreats and support to engineering activities, particularly in “automation and process improvement.”
Data Integrity and Local Control
Adopters acknowledge the role of preemptive security products’ differentiating features in aiding compliance requirements, particularly in the area of data protection; they also highlight a lack of association between such features and other critical areas such as OT security. Data protection encompasses a wide range of activities, including encryption, access controls, data masking and secure data storage, which are not always fully addressed by preemptive security products. As a result, organizations may find it necessary to maintain existing advanced encryption tools, data loss prevention (DLP) systems and robust access management frameworks.
Preemptive security solutions excel in identifying and mitigating threats before they can cause harm, thereby ensuring that organizations can meet regulatory standards and maintain a strong security posture. These tools are particularly effective in providing real-time threat detection and comprehensive exposure management, which are essential for compliance with stringent regulatory frameworks like the EU’s General Data Protection Regulation (GDPR), the Health Insurance Portability and Accountability Act (HIPAA) in the U.S. and the Payment Card Industry Data Security Standard (PCI-DSS).

Near-Term Implications for Product Leaders

  • Adopters of preemptive security products expressed a desire for enterprisewide coverage and deployment efficiency. However, those who value categories such as SecOps efficiency and exposure management rarely give positive feedback in these areas, suggesting that products emphasizing these values may not be comprehensive enough to cover all aspects of an organization’s security needs.
  • Product leaders should ensure that their security solutions are scalable and capable of protecting all facets of an organization by enhancing the adaptability of security measures to different environments and integrating them with various enterprise systems. Develop APIs and connectors that facilitate seamless integration with a wide range of enterprise systems and third-party security tools. Conduct thorough testing to ensure compatibility and performance across different IT environments, including cloud, on-premises and hybrid setups.

Evidence

reprint-promo-image
© 2025 Gartner, Inc. and/or its affiliates. All rights reserved. Gartner is a registered trademark of Gartner, Inc. and its affiliates. This publication may not be reproduced or distributed in any form without Gartner's prior written permission. It consists of the opinions of Gartner's research organization, which should not be construed as statements of fact. While the information contained in this publication has been obtained from sources believed to be reliable, Gartner disclaims all warranties as to the accuracy, completeness or adequacy of such information. Although Gartner research may address legal and financial issues, Gartner does not provide legal or investment advice and its research should not be construed or used as such. Your access and use of this publication are governed by Gartner’s Usage Policy. Gartner prides itself on its reputation for independence and objectivity. Its research is produced independently by its research organization without input or influence from any third party. For further information, see "Guiding Principles on Independence and Objectivity." Gartner research may not be used as input into or for the training or development of generative artificial intelligence, machine learning, algorithms, software, or related technologies.