Translate

Saturday, December 31, 2011

Outlook Teknologi Informasi Indonesia 2012

Oleh: Dr. Dimitri Mahayana

Sekalipun fisikawan Denmark ternama, Niels Bohr (1885-1962), pernah berucap bahwa “prediction is very difficult, especially about the future”, namun atensi akan apa yang terjadi di esok hari takkan pernah surut.

Setidak-tidaknya, pertanyaan tentang apa yang akan terjadi dalam sektor teknologi informasi Indonesia pada 2012, kerap menghampiri penulis. Dari yang bersifat konseptual hingga sisi pragmatis bisnis-nya.

Ini menjadi kian menarik dibahas, manakala jumlah pengguna internet Indonesia yang sudah tembus 50 juta, telah banyak mengubah tatanan. Bahwa teknologi informasi hari ini adalah keseharian yang masuk ranah consumer.

Teknologi informasi bukan lagi perangkat monopoli korporasi, atau sebagian golongan dengan akses kapital besar. Karena itu, mengabaikan consumer dalam semua kebijakan bisa menciptakan sebuah kesalahan besar.

E-Channel Revolution


Secara garis besar, ada empat poin utama --saling berkaitan--  yang akan terjadi tahun depan. Pertama, pergerakan mendatang akan terangkum  dalam sebuah konsep bernama e-channel revolution atau revolusi berbasis layanan dunia maya.

Frase ini merujuk pada situasi mulai meluasnya dan mengakarnya aplikasi internet dalam kehidupan keseharian masyarakat Indonesia. Dari mulai e-commerce, e-lifestyle, e-social, e-payment, e-banking, dan sejenisnya.

Ambil contoh Forum Jual Beli/FJB  Kaskus.us atau tokobagus.com yang nilai transaksi bulanannya sudah demikian besar. Kita tak pernah mengira bahwa orang Indonesia akan jual-beli produk di internet secepat dan sedahsyat ini.

Bahkan, saya amati, generasi muda saat ini lebih mencari dan membeli produk berbasis rekomendasi koleganya di internet --sekalipun di lingkungan sekitarnya sudah ada toko konvensional yang menjual produk serupa.

Transaksi Elektronik


Demikian pula dengan sistem pembayaran elektronik. Kini lazim ditemukan, sekalipun di level pedagang ritel di Glodok, yang seluruh transaksinya dibayar oleh sebuah perangkat keypad (misalnya milik BCA) untuk mentransfer seketika.

Dua contoh ini menunjukkan bahwa pembayaran dan transaksi telah mengalami revolusi amat signifikan. Kepraktisan, kemudahan, kekuatan jejaring, keamanan, dan kecepatan, telah mengubah preferensi prilaku masyarakat Indonesia.

Revolusi ini tentu akan membahayakan mereka yang masih bergerak pada paradigma bisnis lama. Kita cukup terhenyak dengan kenyataan bahwa Aquarius Dago, toko kaset iconic Bandung sekian puluh tahun lamanya, juga harus ditutup!

Ini pertanda bahwa cara orang mengakses lagu dan film sudah berubah luar biasa. Mereka tetap mau mengeluarkan uang untuk menikmati tembang favoritnya, namun dengan cara digital dan sophiscticated seperti RBT/ring back tone.

Apakah kita kini mencari dan mereservasi hotel masih dengan mendatangi tempatnya? Banyak fakta di tahun ini menegaskan bahwa pencarian dan reservasi hotel semacam agoda.com justru lebih diminati, terutama oleh masyarakat urban.

Yang Kolot, Tergerus


E-channel revolution juga telah menggerus banyak perusahaan kolot, bahkan salah satu toko buku terbesar di Amerika pun, harus menerima kenyataan bahwa Amazon.com menyalipnya dan kini kokoh jadi toko buku terbesar di dunia.

Seluruh perubahan berbasis layanan digital ini akan kian menguat tahun depan di Indonesia. ‘Taring’-nya bahkan bakal makin tajam karena segala bentuk dan variasi layanannya makin banyak dan mungkin di luar imajinasi kita.

Kekuatan layanan penunjang hidup digital ini bisa juga makin mengakar karena perangkat pendukung semacam smartphone-pun makin terjangkau. Belum dengan fenomena komputer tablet yang mudah ditemukan di lingkungan kita.

Generasi GIMI


Prediksi penulis tentang generasi GIM (gadget internet mobile) di awal 2011 lalu, yang dinamis namun tetap terkoneksi, bukan hanya terbukti di lapangan, namun juga terjadi melampaui prediksi dengan fenomena iPad.

GIMI atau gadget internet mobile iPad and iPad like be adalah istilah yang lebih tepat ketika kita melihat bahwa masyarakat Indonesia semakin mudah dan nyaman saat mengakses internet kapan dan dimanapun.

So, tahun 2012 akan menunjukkan kian maraknya fenomena GIMI di Indonesia, sehingga menciptakan mata rantai yang kuat dalam mewujudkan e-channel revolution. Mereka yang masih konservatif, berhati-hatilah!

Setelah e-channel revolution, prediksi kedua ini termasuk ancaman, yakni kasus risiko teknologi informasi yang lebih banyak di 2012. Kejadian sedot pulsa tahun ini, akan berulang sekalipun dalam bentuk yang berbeda.

Situasi ini adalah keniscayaan dari prediksi pertama. Dengan jumlah pengguna layanan teknologi informasi yang kian luas dengan perangkat keras pendukung semakin terjangkau, otomatis resiko pun membesar sendirinya.

Ketika pengguna e-commerce dan e-payment makin meluas, dengan natural kerentanan sistem maupun kemungkinan tindak penyimpangan akan muncul. Oknum internal dan eksternal dari sistem pembayaran akan datang sendirinya.

Secara simultan, prilaku moral hazard semacam meretas (hacking) hingga mencuri identitas (phishing) pun muncul. Ditilik dari sudut pandang manapun, kejahatan pastinya akan selalu mengikuti big fish—pasar yang gemuk.

Terulangnya Kasus Sedot Pulsa


Maka, besar kemungkinan kita akan kembali mendengar kejadian semacam sedot pulsa. Jika tahun lalu kasus risiko ini meledak di layanan seluler, bukan tidak mungkin tahun depan memporakporandakan pengguna internet.

Hal ini  wajar terjadi jika mengingat aksi preventif maupun tindak solutif regulator terkait tidak secepat dan setegas diharapkan. Kita belum melihat departemen terkait mewaspadai dan menangani kasus risiko dengan komprehensif, sehingga efek jera kurang muncul.

Jangankan menangani kasus besar yang merugikan rakyat secara massif, proses registrasi nomor prabayar seluler yang jadi pangkal banyak kasus risiko teknologi informasi ini pun, belum bisa ditangani dengan baik hingga kini.

Karena itu, e-channel revolution bisa menjadi peluang besar jika manajemen risiko dari regulator sudah tepat dan cepat. Atau malah menjadi kerugian besar di tahun depan (apabila manajemen risiko tidak diperhatikan dengan baik).

Pada titik ini, penulis mengimbau pemangku kepentingan terkait, terutama operator seluler, vendor teknologi informasi, dan perbankan yang dikoordinir Depkominfo agar makin concern dan selalu waspada pada manajemen resiko ini.

Business Intelligence


Prediksi ketiga adalah implementasi business intelligence di semua sektor industri. Dengan dorongan piranti lunak yang dimiliki, banyak pihak memikirkan bagaimana caranya agar bisnis makin optimal.

Intelijen bisnis adalah sistem yang menganalisa, mengelola, dan merangkum data bisnis yang ada (baik intern maupun ekstern) guna menghasilkan kebijakan bisnis yang efektif. Secara khusus, ini juga berfungsi memberi layanan lebih baik.

Bukan berarti tools ini sekarang tidak berfungsi, namun persaingan ketat yang mengarah ke hypercompetition tahun depan, bakalan menegaskan arti penting perangkat pengawas bisnis ini di masa mendatang.

Ditambah potensi dari e-channel revolution serta ancaman dari kasus risiko teknologi informasi, maka business intelligence pun bisa kian berperan dengan multifungsi. Baik sebagai perangkat pencegahan maupun pendongkrak bisnis.

Google Culture


Dan prediksi terakhir adalah terciptanya Google Culture di masyarakat Indonesia. Istilah ini mengacu kian bergantungnya masyarakat pada ‘Om’ Google dalam memulai, menjalani, dan menyelesaikan kesehariannya.

Mencari suku cadang/ bahan kuliah/ referensi/ rumah/mobil/album kenangan/ atau calon istri? Saat ini, seluruhnya kerap diawali oleh mesin pencari terbesar karya Larry Page dan Sergei Brin ini, sehingga semua seolah addicted.

Kita sangat percaya dengan kecanggihan mencari dan menyajikan berbagai info yang dibutuhkan dari Google, sehingga menanyakan informasi terkait ke tetangga atau keluarga inti tampak sudah malas dilakukan. 

Mungkin tak ada direktori atau perpustakaan luar biasa besarnya saat ini. Tak ada guru di dunia ini yang bisa menjawab apapun pertanyaan, dan tak ada mesin yang bisa menghadirkan seluruhnya. Google adalah rangkuman itu semua.

Lantas, dari data penemuan yang disajikan, mata kita pun terbuka sehingga akhirnya terus mengakses situs yang diperlihatkan tadi. Hingga pada akhirnya, pengguna asyik masyuk dan seperti terperangkap dalam dunia maya.

Peluang Bagi Indonesia


Tahun depan, budaya baru ini akan menghadirkan peluang bagi masyarakat Indonesia. Sebab, kita memiliki kesetaraan posisi dengan siapapun dalam mengakses informasi dan menggapai tingkat kemajuan dan intelektual paripurna.

Namun jangan salah, Google Culture juga banyak bahayanya! Sebab bakalan makin banyak pengguna, terutama dari kalangan remaja dan pemuda di Indonesia, yang akan menderita Attention Deficit Disorder/ADD.

Pada konteks ini, ADD adalah situasi di mana pengguna internet asyik dengan dunianya sendiri, sehingga dunia nyata di sekitarnya malah diabaikan. Raga mereka ada di sekeliling, tapi tidak dengan jiwanya.

Inilah tugas keluarga, orangtua, dan sekolah untuk menciptakan pengguna internet yang seimbang dan cerdas. Hmm, akhir kata, seperti kata Niels Bohr, prediksi esok hari memang sangat sulit, namun kita bisa melihat dari apa yang terjadi hari ini. Selamat datang 2012!


*Penulis adalah Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision.