Translate

Friday, August 06, 2004

8 Kiat Jitu Bekerjasama Dengan Distributor


Yadi Budhisetiawan
Managing Director FORCE ONE - Selling & Distribution Consultants

Kendala klasik yang menghambat hubungan produktif prinsipal dengan distributor umumnya menyangkut perbedaan kepentingan, kesenjangan antara tuntutan dan kemampuan masing-masing pihak, serta meningkatnya rasa kurang percaya lantaran miskomunikasi dan mispersepsi. Ini berakibat perundingan mengalami jalan buntu, saling melakukan klaim, dan persoalan terus mengambang.

Distributor adalah “mitra strategis”. Prinsipal adalah “pelanggan utama”. Keduanya punya kepentingan untuk memupuk kerja sama yang efektif dan produktif. Ini menyangkut hubungan jangka panjang (biasanya >5 tahun), bukan sekadar “kawin-cerai” 1-3 tahun sekali. Prinsipal yang berhasil umumnya ditopang oleh jaringan kemitraan distributor yang berjangka panjang. Distributor yang sukses biasanya memiliki jejak rekam daftar prinsipal lama. Sehubungan dengan itu, terdapat 8 jurus sakti untuk menggalang hubungan kerja sama yang win-win.

1. Keserasian dalam berusaha
Hubungan prinsipal dan distributor layaknya api dan asap, bukan seperti air dan minyak. Hubungan ini bersifat saling mengisi, menguntungkan, memberi-menerima, dan melengkapi. Hasil akhirnya bersinergis. Keserasian berarti memiliki kesamaaan visi, misi, falsafah, platform, prioritas, strategi, nilai-nilai, pola kerja, serta saling memanfaatkan informasi dan jaringan pasar.

2. Kecocokan jenis distributor dan prinsipal
Secara mikro spesifik, ada 16 kategori distributor: dari yang terbesar seperti Distributor Nasional Perusahaan Terbuka Full Service hingga yang paling sederhana, yaitu Distributor Lokal Perusahaan “One Man Show” dengan pola berdagang ala komoditas. Di lain pihak, terdapat 20 jenis prinsipal: dari yang paling canggih seperti Perusahaan Global Berusaha Lokal secara maya sampai Perusahaan Home Industry Lokal “One Man Show”. Setiap perusahaan harus ekstra hati-hati mencari padanan yang cocok karena langsung menyentuh sendi-sendi pengelolaan lapangan.

3. Kesepakatan dalam platform utama
Banyak prinsipal dan distributor terjebak dalam penetapan & pencapaian sales. Selain itu, mereka terlalu menguras energi dalam hal teknis dan taktis yang normatif seperti administrasi pelaporan, barang kosong atau kredit (term of payment). Seharusnya mereka merumuskan kesepakatan dalam 3 platform kerja utama, yaitu: jumlah & jaringan pelanggan, kiat selling through, serta sinergisasi keterpaduan segmentasi pelanggan– segmentasi jajaran penjual–segmentasi product items. Ketiga platform ini berdampak langsung pada peningkatan penjualan, arus kas, dan proses parameter perbaikan yang berkelanjutan.

4. Kiat mengatur & mengatasi bidang rawan
Dalam sebuah hubungan pasti terjadi salah paham, konflik kepentingan, dan perbedaan persepsi. Harus disepakati bahwa apapun perbedaannya, suatu saat itu harus diakhiri. Makanya, tatanan kerja yang efektif akan lebih banyak merumuskan bidang-bidang yang cenderung rawan bagi masing-masing pihak. Contoh, bagi prinsipal, bidang yang peka biasanya pencapaian sales target, product availability dan product items penetration. Namun, bagi distributor, yang rawan adalah modal kerja, margin dan selling out. Tindakan kedua, merumuskan siapa yang bakal berunding dalam penyelesaiannya.

5. Surat perjanjian yang praktis & terurai
Kebanyakan surat perjanjian diberlakukan dari perspektif hukum. Harusnya lebih dilihat dari sudut kerangka kerja sama. Hak dan kewajiban masing-masing pihak mesti jelas terurai, adil, dan seimbang. Paling penting adalah jangka waktu kesepakatan harus lebih lama dari sasaran waktu return on investment. Kalau tidak, distributor akan enggan berinvestasi. Long term security harus benar-benar diperhatikan oleh prinsipal. Kesepakatan kerja perlu dibuat spesifik, terinci maksimal 16 bidang pokok kerja sama, tapi tidak terlalu melebar agar tidak birokratis. Surat perjanjian dibuat lebih aplikatif seperti surat bisnis, bukan seperti kontrak hukum. Lebih baik membuat 2-3 surat bisnis 5-8 halaman per tahun yang menegaskan “kesepakatan acuan kerja lapangan” daripada kontrak distribusi 60 halaman yang sempurna, indah, dan menyeluruh setiap tiga tahun.

6. Organisasi & SDM yang terfokus
Hubungan prinsipal & distributor harus intensif, interaktif, dan dua arah. Tidak sehat bila hanya menggantungkan diri pada satu saluran –antara pemilik vs pemilik atau marketing department prinsipal vs pemilik distributor saja. Hubungan ini harus dalam kerangka multi-fungsional dan multi-tasking. Artinya, ada departemen penjualan, market research, atau logistik yang juga ikut berperan dan terlibat rutin. Akan lebih baik lagi bila kedua organisasi membuat “hot line” khusus di masing-masing bidang untuk koordinasi dan pemantauan tindak lanjut antar lintas fungsional. Dengan demikian sumber daya organisasi, manusia dan keuangan lebih terarah dan terpadu.

7. Teknologi informasi & komunikasi
Hubungan intensif tidak saja datang dari manusia, namun dari data atau informasi yang dibagikan. Jumlah, bentuk, dan frekuensi laporan bersama komunikasi mesti dibakukan. Semakin terinci, update, dan akurat, maka hubungan manusia cenderung jadi lebih lancar, mudah, dan jelas mencari solusi. Tidak ada jalan lain, keduanya harus investasi dalam perangkat keras maupun lunak, pelatihan sistem prosedur, serta pola pengambilan keputusan dan analisis elektronis. Pertemuan fisik bisa berkurang sehingga setiap pihak punya lebih banyak waktu untuk memikirkan keputusan jitu. Kultur budaya kerja harus berubah ke arah digitalisasi atau berbasis kompetensi informasi & komunikasi.

8. Utamakan penanganan dan perbaikan proses
Sering memuji kesuksesan kecil atau sebuah kemajuan tiap minggu jauh lebih berarti ketimbang penyematan tanda jasa setahun sekali yang bersifat seremonial. “Grasa-grusu” akhir bulan, yang biasa terjadi setelah tanggal 25 untuk menutup bulan dengan pencapaian sales target, merupakan tindakan kontra-produktif. Lebih baik melakukannya harian, mingguan, atau dwimingguan dengan melihat parameter 4-5 teknis terinci daripada 1 parameter hasil akhir. Berarti kita harus belajar memantau perkembangan proses dalam bentuk “vital signs” yang merupakan penjabaran lebih jauh dari key results areas dan key performance indicators yang bersifat hasil akhir.

Bila ke-8 kiat di atas diterapkan dengan konsekuen, hubungan prinsipal dan distributor akan menjadi lebih efektif dan ampuh dalam mematahkan keunggulan pesaing karena kedua pihak mengubah orientasi dari introvert looking menjadi hubungan yang berbasis ke pasar & pesaing (extrovert looking).