Translate

Tuesday, November 29, 2011

Building a Data Center? Lucky You! Here are 10 questions you should be asking yourself before you begin.

Building a Data Center? Lucky You! Here are 10 questions you should be asking yourself before you begin.

by Dave Cappuccio  |  April 13, 2009  |  4 Comments
It’s often a very lengthy process to get approval to build a data center.   One problem with the whole process is that funding is often a criteria for approval and yet until the project is “official” little has been done with the eventual design of the data center – which in turn could have a dramatic effect on the funds needed.  10 or 15 years ago this wasn’t the case as most data centers were built to the same basic specifications and the only real variants were tier level (availability) and occasionally the power envelope needed.  In today’s world though many things have changed and the number of decisions and choices designers need to address continue to increase.  Yes, we could still build data centers the old fashioned way, but I suspect that would be a seriously career threatening move.
The fundamental problem with almost all data center projects is that those people who get “volunteered” to manage them rarely have experience in building data centers – it’s often a once in a career activity, so the most critical success factor is knowing what to ask, and who to talk to.  Below are 10 questions we think you should be asking, right up front, of yourself, your boss, the facilities team, the designers, and other key contacts you trust.  Without these answers, or at least some guidelines on how to get them, your chances of success are slim indeed.  Over the next few weeks I will be digging into each of these areas in more detail – so stay tuned…
  1. How big is big enough?
    The first question asked is often the most difficult to answer, or the simplest.  “It depends” might be valid for an analyst, but not when you’re potentially spending 10’s of millions of dollars on a new data center.  And the difficult part of this question is not figuring out how much you need – it’s figuring out what you need in 15 years.
  2. How much availability do I really need?
    Data Centers are generally defined by tier level; which essentially dictate the availability (up-time) goals for the environment.  While industry standard TIA 942 is often cited, many companies use The Uptime Institute’s 4 Tier availability guidelines as a good rule of thumb in early design stages.  Determining this tier is critical, as upwards of 60% of your capital budget can be determined by your tiering decision.
  3. How much energy will I need?
    Traditional data centers were built with a static energy footprint designed to support the maximum capacity of typical IT equipment of the time.  This model no longer works and data centers need to be designed with energy scalability in mind to support future installations of very high density rack environments.
  4. What about Green?
    Are there Green technologies on the market or emerging that I need to be aware of when designing a new data center?  From a design perspective what are the most efficient ways to use handle head and cooling loads within a data center?
  5. How long should it last?
    What is a realistic life cycle for a new data center?  Traditional data centers were build to last 15 or 20 years, but with today’s rapidly changing technologies and compute demands is this a realistic timeframe?  Are there ways to extend the life of a new data center well beyond 20 years?
  6. Are all applications created equal?
    In traditional data center design we build to support the exceptions – high availability, high performance and scalability.  But do all your applications need these levels of support?  Can I build an environment to support different service and technology levels, based on the requirements of my applications?
  7. What are the newest design trends today?
    What are the dominant trends in data center design today and what are the benefits and tradeoffs when using (or ignoring) them?
  8. Should I build one or build many?
    In consolidation projects the most often asked question is “how many data centers do I need?”  The answers revolve around risk and reward, capital budgets, geography, service levels and recovery time objectives.  And in some cases building two can be less expensive than one.
  9. What about BCDR?
    When planning a new data center should I be building out my business continuity plans as well – or perhaps considering BC/DR in the overall design phase?  Are there new techniques in solving the BC/DR issues while still providing high growth and redundancy levels for critical applications?
  10. Who will build it – and what should I ask up front?
    How do we determine the engineering firm, the construction company, the subcontractors, the commissioning firm, etc. etc. etc.  Are there current best practices to watch out for, or worst practices?
     
    SOURCE: http://blogs.gartner.com/david_cappuccio/2009/04/13/building-a-data-center-lucky-you-here-are-10-questions-you-should-be-asking-yourself-before-you-begin/

Wednesday, November 16, 2011

Waktu untuk mencintai..

Eko Pratomo Suyatno, siapa yang tidak kenal lelaki bersahaja ini? Namanya sering muncul di koran, televisi, di buku-buku investasi dan keuangan. Dialah salah seorang dibalik kemajuan industri reksadana di Indonesia dan juga seorang pemimpin dari sebuah perusahaan investasi reksadana besar di negeri ini.

Dalam posisinya seperti sekarang ini, boleh jadi kita beranggapan bahwa pria ini pasti super sibuk dengan segudang jadwal padat. Tapi dalam note ini saya tidak akan menyoroti kesuksesan beliau sebagai eksekutif. Karena ada sisi kesehariannya yang luar biasa!!!!

Usianya sudah tidak terbilang muda lagi, 60 tahun. Orang bilang sudah senja bahkan sudah mendekati malam, tapi Pak Suyatno masih bersemangat merawat istrinya yang sedang sakit. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Dikaruniai 4 orang anak.

Dari isinilah awal cobaan itu menerpa, saat istrinya melahirkan anak yang ke empat. tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Hal itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari sebelum berangkat kerja Pak Suyatno sendirian memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi dan mengangkat istrinya ke tempat tidur. Dia letakkan istrinya di depan TV agar istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya sudah tidak dapat bicara tapi selalu terlihat senyum. Untunglah tempat berkantor Pak Suyatno tidak terlalu jauh dari kediamannya, sehingga siang hari dapat pulang untuk menyuapi istrinya makan siang.

Sorenya adalah jadwal memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa menanggapi lewat tatapan matanya, namun begitu bagi Pak Suyatno sudah cukup menyenangkan. Bahkan terkadang diselingi dengan menggoda istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun. Dengan penuh kesabaran dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka. Sekarang anak- anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yg masih kuliah.

Pada suatu hari…saat seluruh anaknya berkumpul di rumah menjenguk ibunya– karena setelah anak-anak mereka menikah dan tinggal bersama keluarga masing-masing– Pak Suyatno memutuskan dirinyalah yang merawat ibu mereka karena yang dia inginkan hanya satu 'agar semua anaknya dapat berhasil'.

Dengan kalimat yang cukup hati-hati, anak yang sulung berkata:

"Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak……bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu." Sambil air mata si sulung berlinang.

"Sudah keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini, kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian". Si Sulung melanjutkan permohonannya.

"Anak-anakku…Jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah lagi, tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian di sampingku itu sudah lebih dari cukup,dia telah melahirkan kalian….*sejenak kerongkongannya tersekat*… kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat dihargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaanya seperti ini ?? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya seperti sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang masih sakit." Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya

Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno, merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno..dengan pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu……

Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah tidak bisa apa-apa….disaat itulah meledak tangisnya dengan tamu yang hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru.

Disitulah Pak Suyatno bercerita : "Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian itu adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 anak yang lucu-lucu..Sekarang saat dia sakit karena berkorban untuk cinta kami bersama… dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit…" Sambil menangis

" Setiap malam saya bersujud dan menangis dan saya hanya dapat bercerita kepada Allah di atas sajadah..dan saya yakin hanya kepada Allah saya percaya untuk menyimpan dan mendengar rahasia saya…"BAHWA CINTA SAYA KEPADA ISTRI, SAYA SERAHKAN SEPENUHNYA KEPADA ALLAH".

Dear my friends, that's a true story from someone who taugh me about the important of investment three years ago. I wish i could be someone like him…to give all attention to family..i believe family is our precious thing..more than money or gold.
build, access and manage your IT infrastructure and web applications

Saturday, November 12, 2011

Tunduk dan mengasihi

Ayat SH: Efesus 5:22-33

Merendahkan diri terhadap orang lain bukan perkara mudah, karena itu
berarti mengikis ego dan gengsi. Paulus menganjurkan jemaat Efesus
agar hidup merendahkan diri, seorang kepada yang lain (Ef. 5:21).
Bukan karena takut kepada orang yang derajat atau pangkatnya lebih
tinggi, karena bila demikian kita tidak akan melakukannya terhadap
orang yang kita sebut berstatus lebih rendah. Sebab itu kondisi
yang Paulus anjurkan adalah kondisi 'di dalam takut akan Kristus'.

Paulus kemudian mengambil konteks pernikahan untuk memberikan contoh
situasi bagaimana orang percaya harus merendahkan diri satu sama
lain. Pernikahan Kristen memiliki komitmen, kewajiban, dan tugas
bagi dua pihak yang terikat dalam lembaga itu. Lembaga pernikahan
sebenarnya merupakan perlambang dari hubungan antara Kristus dan
gereja-Nya. Seorang istri harus tunduk kepada suaminya sebagai
kepala dalam pernikahan mereka. Artinya, ia harus menempatkan diri
di bawah kepemimpinan suaminya. Gambaran tentang tunduknya istri
kepada suami adalah tunduknya gereja kepada Yesus, yang adalah
Kepala gereja. Maka sang suami harus menggambarkan kepemimpinan
Kristus atas gereja dengan menunjukkan kasih dan pengurbanan diri
(25). Kita tahu bahwa Kristus mengurbankan diri-Nya di salib bagi
keselamatan dan pengudusan umat, yaitu gereja (26-27).

Maka Paulus menyebutkan bahwa kasih suami kepada istri harus sama
seperti kasihnya kepada tubuhnya sendiri (28). Paulus menegaskan
bahwa kasih suami terhadap istri seharusnya merefleksikan kesatuan
Kristus dan gereja-Nya. Karena itu kepemimpinan suami harus
bersifat melayani, bukan otoriter atas nama statusnya sebagai
pemimpin.

Maka suami dan istri harus merendahkan diri satu sama lain dalam takut
akan Tuhan. Suami dan istri harus melihat keberadaan mereka bukan
dari sudut pandang yang individualistis, tetapi sebagai satu
kesatuan. Kiranya Tuhan menolong setiap suami dan istri dalam
rumah tangga Kristen untuk berperan dengan penuh kasih dan
tanggung jawab.

build, access and manage your IT infrastructure and web applications

Sunday, November 06, 2011

"Creating Patience"

Amsal 16:32
Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.

Kualitas kesabaran kita diuji sepanjang waktu. Tanpa kesabaran atau dengan kesabaran yang terbatas, kita mudah frustasi. Mengapa? Banyak hal tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Dengan semakin bersabar, kita bisa menerima apa adanya hal-hal yang tidak bisa diubahkan. Seorang penulis pernah membagikan pengalamannya. Ia terbiasa dengan ketenangan saat harus menulis. Tapi suatu kali saat berusaha berkonsentrasi, ia malah mendapatkan orang-orang yang mengganggunya dengan pertanyaan ini dan itu, yang dengan cepat membuyarkan pikirannya pada pokok yang akan ditulisnya.

Seorang penulis yang lain pernah diuji kesabarannya saat mendapati bengkel tempat ia memperbaiki mobilnya tidak dapat menyelesaikan perbaikannya dengan on time. Daripada marah dan mengomel, ia meresponinya dengan sabar. Ia duduk-duduk dan mulai beristirahat santai - sesuatu yang jarang dapat dilakukannya - sambil menunggu mobilnya selesai.

Hidup menyediakan banyak kesempatan praktik kesabaran tanpa perlu disengaja dibuat. Tapi seseorang pernah menawarkan cara memperbesar kesabaran dengan sengaja, dengan menjadwalkan waktu-waktu khusus 'latihan kesabaran', dengan tujuan akhir menjadi sabar di kebanyakan waktu. Misalnya, "Hari ini saya tidak akan membiarkan diri terganggu dengan apapun. Saya akan sabar." Menyadari bahwa kesabaran adalah sifat istimewa bagi Tuhan akan menolong kita untuk membulatkan tekad melatihnya. Selain itu kesabaran terbukti sebagai salah satu faktor penentu kesuksesan atau malah salah satu bentuk kesuksesan itu sendiri.

Cara memperbesar kesabaran Anda adalah dengan melatih diri Anda hari demi hari. Amin

build, access and manage your IT infrastructure and web applications